BAB
1. PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang
Bahan pangan
pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi
sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan lain. Selain
untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Penangan bahan pangan yang
tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup tinggi.
Semua makluk hidup memerlukan
makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan
kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan
manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat
sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut,
akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas
dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim
dalam bahan pangan itu sendiri, semua cenderung merusakkan bahan pangan.
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan.
Penggunaan pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan retrogradasi, sineresis,
kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah terhadap pH dan
perubahan suhu. Hal tersebut menjadi
alasan dilakukan modifikasi pati secara fisik, kimia, dan enzimatik atau
kombinasi dari cara-cara tersebut.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
faktor yang harus diperhatikan dalam apikasi pati dalam suatu bahan pangan.
2.
Mengetahui kemungkinan penyebab
kerusakan berupa penuruan kekentalan produk saus tomat
3.
Mengetahui penyebab sineresis
pada produk yogurt selama masa penyimpanan
4.
Mengetahui penggunaan jenis
pati pada suatu produk pangan dalam produk emulsi minyak ikan
1.3 Rumusan Masalah
1. Identifikasi
kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya penurunan kekentalan pada sebuah
saos tomat.
2. Mencari
penyebab dan cara menyelesaikan masalah pada produk yogurt yang mengalami
sinersis.
.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pati
Pati atau amilum
adalah karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan
tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan
untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis)
dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber
energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa
dan amilopektin,
dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu
pekat pada tes iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi.
Menurut Muchtadi dkk (2006), pati adalah jenis dari
polisakarida (karbohidrat yang memiliki molekul lebih kompleks) yang dapat
dicerna dan dapat ditemukan dalam bentuk amilosa maupun amilopektin. Amilosa
terdiri dari rantai glukosa yang panjang dan tidak bercabang, sedangkan
amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang. Masing-masing rantai
amilopektin terdiri dari 24-30 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan
alfa-1,4 dalam rantainya dan ikatan alfa-1,6 pada tempat percabangannya.
2.2 Karakteristik
Pati
Pati atau karbohidrat secara umum
merupakan bahan organik pertama yang diproduksi dari udara dan air dari dalam
tanah pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar
Matahari. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan
makanan cair seperti sup
dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran
kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Biasanya kanji dijual dalam bentuk
tepung serbuk berwarna putih yang dibuat dari ubi kayu
sebelum dicampurkan dengan air hangat untuk digunakan. Kanji juga digunakan sebagai
pengeras pakaian dengan menyemburkan larutan kanji cair ke atas pakaian sebelum
disetrika. Kanji juga digunakan sebagai bahan perekat atau lem. Selain itu, serbuk
kanji juga digunakan sebagai penyerap kelembapan, sebagai contoh, serbuk kanji
disapukan pada bagian kelangkang bayi untuk mengurangi gatal-gatal. Kanji lebih
efektif dibandingkan bedak bayi karena kanji menyerap kelembapan dan menjaga
agar pelapis senantiasa kering.
Kandungan amilosa dan
amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber
pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk
gel dan kekentalannya (Whistler et al, 1984).
Sumber pati yang
banyak digunakan secara komersial diantaranya adalah pati kentang, tapioka,
sagu, beras, jagung, gandum, kacang tanah, dan sebagainya. Dalam bidang pangan,
pati juga sering berperan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan sebagai
pengental (thickener agent), pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film
(filming agent) dan penstabil (stabilizing agent).
2.3 Modifikasi
Pati
Pati alami memiliki kekurangan yang sering
menghambat aplikasi fungsinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz,
1985). Pertama, pada umumnya pati menghasilkan suspensi pati dengan viskositas
dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam. Hal ini disebabkan profil
gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis
tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional
yang sama.
Kedua, kebanyakan pati alami tidak tahan pada suhu tinggi. Dalam proses
gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati
(viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan
digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan dalam produk sterilisasi),
maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
Ketiga, pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis
pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Misalnya, apabila
pati digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi
penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis
pati.
Keempat, pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan
menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan. Kelima, kelarutan
pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental
dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan
konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel
yang tinggi.
Keenam, gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur
gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan
dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen
dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air
akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila
pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah
(pendinginan / pembekuan).
Berdasarkan hal itulah, peneliti terinspirasi untuk memodifikasi pati menjadi
pati dengan karakteristik tertentu untuk digunakan lebih luas lagi. Pati
termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia
secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalanya,
seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi,
ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, dan kecenderungan
retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada level molekular dengan
atau tanpa mengubah penampakan dari granula patinya. Teknologi modifikasi pati
yang banyak dilakukan di antaranya adalah modifikasi secara fisik (diantaranya
dengan pregelatinisasi dan heat treatment) dan modifikasi kimia
(diantaranya modifikasi ikatan silang, substitusi atau stabilisasi, dan
hidrolisis asam) (Mitolo, 2006).
Modifikasi juga dapat dilakukan secara kombinasi, misalnya kombinasi
modifikasi ikatan silang dan substitusi.
Pada bidang pangan, modifikasi pati memiliki peran fungsional dalam memberikan
viskositas spesifik (khususnya pada kondisi panas dan dingin), pemanasan
(transfer panas pada kaleng), stabilitas freezing-thawing, tekstur gel,
kejernihan bahan, kondisi proses yang ekstrim, retensi minyak, formasi gel,
memberi kesan kilau, karakter aliran, stabilizer, mouthfeel,
pelumas, coating, karakter suspensi, perekat, pembentuk kristal,
stabilitas umur simpan, sifat higroskopis, warna, anti-caking, daya kembang dan
pembentuk film (Wurzburg et al, 1986).
Kusnandar.2006,
mengemukakan alasan utama pati dimodifikasi adalah untuk memodifikasi
karakteristik pemasakan, meningkatkan stabilitas selama proses dan pembekuan,
menurunkan retrogradasi, dan mengembangkan sifat pembentukan film.
Modifikasi pati dapat
dilakukan dengan mereaksikan pati dengan senyawa modifikasi (substituen) yang
menyebabkan perubahan struktur sehingga sifat pati alami berubah. Gugus
hidroksil pati membentuk ikatan ester dengan substituen atau pereaksi
menghasilkan turunan pati. Setiap unit glukosa mengandung 3 gugus hidroksil
(OH) yang sangat potensial untuk menghasilkan turunan pati yaitu pada atom C
nomor 2,3, dan 6. Sifat pati modifikasi tergantung pada beberapa
faktor seperti reaksi modifikasi, gugus pensubstitusi, derajat substitusi, dan
distribusi gugus substituen. Distribusi
gugus substituen pada modifikasi pati dapat terjadi pada monomer, sepanjang rantai
polimer, pada daerah kristalin/amorphus, dan pada permukaan granula.
Granula
pati adalah komponen utama yang tidak dapat pecah dalam air dingin, dan ketika
ditambahkan ke air pada suhu ruang, hanya sedikit terjadi pemecahan sampai
dilakukan pemanasan. Struktur granula pati yang terdiri dari kristal
(kristalit, micelles, area yang terorganisir) dan bukan kristal (tidak
berbentuk, bukan kristal, fase gel). Area yang tidak terbentuk dari granula
pati adalah akibat adanya air yang masuk dan enzim serta aktivitas asam.
Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami
pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk
menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin, tetapi
mengembang secara reversible ketika diletakkan dalam air dingin. Ketika pati
murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang yang biasa disebut pasting,
dan strukturnya hancur (gelatiniasasi), kemudian amilosa dan amilopektin lepas
dan larut dalam suspensi. Proses penghilangan kristal oleh panas (energi) dan air
tersebut disebut proses gelatinisasi. Ketika sebagian besar dari granula
mengalami gelatinisasi. Fungsi dari pati sebagai bahan makanan menghasilkan
kemampuan perekat.
Pasting adalah proses dimana granula pati menggembung setelah
terkena panas sebelum pecah dan mengalami gelatinisasi. Proses ini
mengakibatkan viskositas dari produk juga akan meningkat. Jika pemanasan tetap
dilanjutkan, maka akan menurunkan viscositas dari pati karena granula akan
mulai memisah dan polimernya cenderung akan larut. Waktu pasting diartikan
sebagai waktu dimana pati sudah mulai tergelatinisasi dan membentuk pasta.
Retrogradasi merupakan kebalikan dari proses gelatinisasi,
dimana kristal pati berkumpul membentuk formasi tertentu yang dapat berpengaruh
pada tekstur. Selama proses retrogradasi, pasta pati berubah menjadi bentuk
gel, dimana gel ini memiliki kecenderungan untuk melepaskan air. Retogradasi
amilosa menghasilkan retrogrades yang kuat dan tahan terhadap enzim.
Pada makanan ringan, retrogradasi bertujuan untuk membentuk tekstur yang renyah
(krispi).
Struktur pati dipengaruhi oleh aliran (shear), pH, dan bahan
tambahan lain. pH ekstrim dapat memberikan dampak negatif terhadap viskositas
dimana ikatan 1,4 dan 1,6 glikosidik pada pati akan terputus. Hidrolisis asam
dapat mnyebabkan penurunan tingkat viskositas. Pada pemasakan dalam kondisi
basa, pH tinggi dapat mempercepat proses gelatinisasi dan memperlambat
retrogradasi. Sedangkan bahan tambahan makanan yang lain dapat memberikan efek
negatif terhadap viskositas bahan. Contohnya, lemak dapat berinteraksi dengan
granula pati dan mencegah hidrasi, sehingga peningkatan viskositas bahan
menjadi rendah ( cahyadi.2008).
2.4 Pengertian Yoghurt
Yoghurt adalah produk hasil olahan susu yang
mengalami fermentasi. Pembuatannya telah berevolusi dari pengalaman beberapa
abad yang lalu dengan membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam
pada suhu panas, mungkin sekitar 40 - 50°C (Buckle et al., 1985).
Kata yoghurt berasal dari kata Turki
"jugurt" Yoghurt ada1ah makanan atau minuman tradisiona1 di daerah Balkan dan Timur
Tengah, tetapi sekarang sudah beredar ke Eropa dan tempat-tempat lain di
seluruh dunia. DiIndonesia, yoghurt telah lama dikenal tetapi belum populer.
Menuurut Winarno (1981) yang dikutip oleh Christanti(1991) yoghurt adalah susu
asam, yaitu bahan pangan yang berasal dari susu sapi dengan bent uk seperti
bubur atau es krim, yang dibuat dengan cara menambahkan kultur bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophill
us.
Yoghurt
dikonsumsi karena kesegarannya, aromanya yang khas dan teksturnya (Helferich
danWesthoff, 1980).
Pada dasarnya pembuatan yoghurt meliputi pemanasan pasteurisasi)
susu, pendinginan, inokulasi, dan
inkubasi. Pemanasan susu dalam pembuatan yoghurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan
suhu maupun lama pemanasan. Variasi suhu dan lama pemanasan ini pada dasarnya mempunyai
tujuan yang sarna, yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan
memberikan kondisi yang baik
bagi
pertumbuhan biakan yoghurt. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi
kandungan air susu sehingga diperoleh yoghurt dengan tekstur yang kompak
(Bramayadi, 1986).
Perlakuan pemanasan susu sebelum difermentasi
memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mendenaturasi protein whey
(albumin dan globulin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengurangi
jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam
susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikro aerofilik dapat
turnbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu
sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk
perturnbuhannya.
BAB 3.PEMBAHASAN
3.1
Identifikasi penyebab
kerusakan saus tomat :
Saus yang dihasilkan mengalami penurunan
kekentalan selama penyimpanan kemungkinan disebabkan oleh :
- Produk pangan (saus tomat) bersifat asam dan pati alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Karena saus merupakan produk dengan pH asam tertentu maka pati yang digunakan dalam proses pembuatannya tersebut mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan.
- Dalam proses pengolahan produk pangan (saus tomat), pati yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah pati alami. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi dan dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
- Pengadukan atau pemompaan yang merupakan proses mekanis dan dapat mengakibatkan turunnya viskositas saus. Pada saat pengolahan, proses pengadukannya atau pemompaan terlalu berlebihan sehingga viskositas akan menurun. Hal tersebut dikarenakan pati alami yang digunakan pada produk pangan (saus tomat) tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun adanya proses mekanis seperti pengadukan atau pemompaan.
Cara mengatasinya dan
pencegahannya :
Dengan terjadinya viskositas pati yang menurun dalam
pembuatan saus, maka perlu dilakukan
modifikasi terhadap pati yang digunakan terutama jika yang digunakan pati
alami. Perlu diketahui bahwa pati alami tidak tahan dengan kondisi asam,
perlakuan mekanis,dan peningkatan suhu tinggi saat pengolahan produk. Maka cara mengatasi masalah
pada produk pangan (saus tomat) yang mengalami penurunan kekentalan selama
penyimpanan adalah dengan digunakannya pati termodifikasi dengan kombinasi
ikatan silang dan substitusi yang memiliki sifat-sifat ketahanan terhadap
kondisi pemanasan suhu tinggi, pengadukan dan pengasaman yang diinginkan,
tetapi juga kemampuan pati untuk tidak mengalami sineresis selama penyimpanan
produk. Pati termodifikasi didapatkan dengan substitusi gugus –OH pada molekul
pati dengan senyawa propilen oksida, kemudian dilanjutkan dengan reaksi ikatan
silang dengan senyawa polifosfat (campuran sodium metafosfat dan sodium
tripolifosfat) dan dimodifikasi dengan
kombinasi hidroksipropilasi. Salah satu contoh pati yang digunakan pada
produk pangan (saus tomat) adalah Paselli exce
yang merupakan jenis chemical
modified starche.
3.2 Identifikasi
penyebab sineresis pada yoghurt :
Sineresis
merupakan peristiwa pemisahan air dari struktur gelnya. Sineresis pada yoghurt
diakibatkan terjadinya retrogradasi pati selama penyimpanan dingin.
Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari
molekul – molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan
terpesah dari struktur gelnya.
Cara mengatasinya dan pencegahannya :
Cara mengatasi masalah
sineresis pada produk yoghurt selama masa penyimpanan adalah dengan cara
sebagai berikut :
Untuk mencegah terjadinya pemisahan cairan
(wheying of atau sineresis) pada yogurt, sebelum dilakukan inokulasi sebaiknya
susu dihomogenisasi terlebih dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi terlebih
dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi ini selain untuk menegah sineresis,
juga akan membuat tekstur yogurt akan lebih lembut.
Untuk memecahkan masalah
terjadinya sineresis dapat dilakukan dengan starter yang memproduksi
polysaccharide atau starter yang mempunyai capsul. Peningkatan total solid akan mengurangi persentase
sineresis. Penggunaan bahan
penstabil dalam yogurt selain untuk memperlembut atau memperlunak tekstur, juga
untuk mencegah atau mengurangi sineresis sehingga yogurt dapat lebih tahan
lama. Bahan penstabil yang sesuai untuk yogurt adalah bila bahan tersebut tidak
mengeluarkan flavor lain, efektif pada pH rendah dan dapat terdispersi dengan
baik. Bahan penstabil yang biasanya digunakan adalah gelatin, carboxy methyl
cellulosa (CMC), alginat dan karagenan dengan konsentrasi sekitar 0,5 sampai
0,7 %.
Untuk mencegah
terjadinya sineresis selama penyimpanan maka dapat dicegah dan diatasi dengan melakukan modifikasi pati dengan substitusi. Dengan
melakukan teknologi modifikasi tersebut, maka akan menghasilkan jenis pati yang
tidak mudah terretrogadasi. Pada prinsipnya teknologi ini dapat dilakukan dengan mensubstitusi beberapa gugus
-OH pada molekul amilosa atau amilopektin dengan senyawa pensubstitusi sehingga
dihasilkan ester pati. Di antara senyawa yang dapat digunakan adalah
senyawa asetat, suksinat, fosfat, hidroksipropil, and oktenil suksinat. Tujuan
utama dari modifikasi dengan substitusi adalah untuk menghambat laju
retrogradasi pati yang disebabkan oleh terhambatnya pembentukan ikatan hidrogen
dari molekul amilosa dan amilopektin oleh gugus ester yang terbentuk. Pati yang
dimodifikasi dengan substitusi juga mengalami penurunan suhu gelatinisasi,
peningkatan viskositas, memiliki kemampuan mengikat air lebih tinggi dan
menghasilkan pasta yang lebih jernih. Pati substitusi masih mengalami penurunan
viskositas selama proses pemanasan (tidak stabil oleh pemanasan) dan kurang
tahan oleh kondisi asam.
3.3 Pati dalam formulasi produk emulsi minyak ikan sebagai food
suplement bagi anak-anak
Sampai saat ini aplikasi minyak ikan sebagai ingredian pangan
belum banyak dijumpai. Minyak ikan (khususnya yang mengandung ω3 (EPA, DHA,
ALA) atau ω6 (AA)) lebih banyak dikomersialisasikan sebagai produk suplemen
ataupun di bidang farmasi. Umumnya asam lemak tersebut difortifikasi pada dairy
foods (susu, keju ataupun yogurt) sebagai pangan fungsional.
Pati yang digunakan dalam produk ini adalah pati
DAFTAR PUSTAKA
Brown Amy Christine. 2008. Understanding Food :
Principles and preparation. Thomson Learning
Cahyadi Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan
Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Kusnandar Feri. 2006. Modifikasi pati dan aplikasinya pada
industri pangan. di dalam majalah Food Review Vol.1 No.3 April 2006.
Mitolo J J. 2006. Ingredient Interaction Effects on Food
Quality : Starch Selection and Interaction in Foods. Tylor and Franchis
Group, London.
Muchtadi D, Made Astawan, Nurheni Sri Palupi. 2006. Metabolisme
Zat Gizi Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta.
Pomeranz Y. 1985. Functional Properties of Food
Component. Academic Pess, Michigan.
Wurzburg O B. 1986. Modified Starches : Properties and
Uses. CRC Press, Boca Raton.