Thursday, November 26, 2015

FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM APLIKASI PATI DALAM SUATU BAHAN PANGAN



BAB 1. PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang
            Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Penangan bahan pangan yang tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup tinggi.
            Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri, semua cenderung merusakkan bahan pangan.
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan. Penggunaan pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi, sineresis,  kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah terhadap pH dan perubahan suhu.  Hal tersebut menjadi alasan dilakukan modifikasi pati secara fisik, kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari cara-cara tersebut.
           
1.2  Tujuan
1.      Mengetahui faktor yang harus diperhatikan dalam apikasi pati dalam suatu bahan pangan.
2.      Mengetahui kemungkinan penyebab kerusakan berupa penuruan kekentalan produk saus tomat

3.      Mengetahui penyebab sineresis pada produk yogurt selama masa penyimpanan

4.      Mengetahui penggunaan jenis pati pada suatu produk pangan dalam produk emulsi minyak ikan



1.3  Rumusan Masalah
1.      Identifikasi kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya penurunan kekentalan pada sebuah saos tomat.
2.      Mencari penyebab dan cara menyelesaikan masalah pada produk yogurt yang mengalami sinersis.
3.      Mengetahui karakteristik pati untuk pembuatan food supplement
.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pati   
            Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.
Menurut Muchtadi dkk (2006), pati adalah jenis dari polisakarida (karbohidrat yang memiliki molekul lebih kompleks) yang dapat dicerna dan dapat ditemukan dalam bentuk amilosa maupun amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai glukosa yang panjang dan tidak bercabang, sedangkan amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang bercabang. Masing-masing rantai amilopektin terdiri dari 24-30 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan alfa-1,4 dalam rantainya dan ikatan alfa-1,6 pada tempat percabangannya.
                                   
2.2 Karakteristik Pati
Pati atau karbohidrat secara umum merupakan bahan organik pertama yang diproduksi dari udara dan air dari dalam tanah pada suatu proses fotosintesis dengan menggunakan energi radiasi sinar Matahari. Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Biasanya kanji dijual dalam bentuk tepung serbuk berwarna putih yang dibuat dari ubi kayu sebelum dicampurkan dengan air hangat untuk digunakan. Kanji juga digunakan sebagai pengeras pakaian dengan menyemburkan larutan kanji cair ke atas pakaian sebelum disetrika. Kanji juga digunakan sebagai bahan perekat atau lem. Selain itu, serbuk kanji juga digunakan sebagai penyerap kelembapan, sebagai contoh, serbuk kanji disapukan pada bagian kelangkang bayi untuk mengurangi gatal-gatal. Kanji lebih efektif dibandingkan bedak bayi karena kanji menyerap kelembapan dan menjaga agar pelapis senantiasa kering.
             Kandungan amilosa dan amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk gel dan kekentalannya (Whistler et al, 1984).
 Sumber pati yang banyak digunakan secara komersial diantaranya adalah pati kentang, tapioka, sagu, beras, jagung, gandum, kacang tanah, dan sebagainya. Dalam bidang pangan, pati juga sering berperan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan sebagai pengental (thickener agent), pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film (filming agent) dan penstabil (stabilizing agent).
           
2.3   Modifikasi Pati
Pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasi fungsinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985). Pertama, pada umumnya pati menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam. Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama.
            Kedua, kebanyakan pati alami tidak tahan pada suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan dalam produk sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
            Ketiga, pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Misalnya, apabila pati digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati.
            Keempat, pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun dengan adanya  proses pengadukan atau pemompaan. Kelima, kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi.
            Keenam, gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan / pembekuan).
            Berdasarkan hal itulah, peneliti terinspirasi untuk memodifikasi pati menjadi pati dengan karakteristik tertentu untuk digunakan lebih luas lagi. Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalanya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, dan kecenderungan retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada level molekular dengan atau tanpa mengubah penampakan dari granula patinya. Teknologi modifikasi pati yang banyak dilakukan di antaranya adalah modifikasi secara fisik (diantaranya dengan pregelatinisasi dan heat treatment) dan modifikasi kimia (diantaranya modifikasi ikatan silang, substitusi atau stabilisasi, dan hidrolisis asam) (Mitolo, 2006).  Modifikasi juga dapat dilakukan secara kombinasi, misalnya kombinasi modifikasi ikatan silang dan substitusi.
           Pada bidang pangan, modifikasi pati memiliki peran fungsional dalam memberikan viskositas spesifik (khususnya pada kondisi panas dan dingin), pemanasan (transfer panas pada kaleng), stabilitas freezing-thawing, tekstur gel, kejernihan bahan, kondisi proses yang ekstrim, retensi minyak, formasi gel, memberi kesan kilau, karakter aliran, stabilizer, mouthfeel, pelumas, coating, karakter suspensi, perekat, pembentuk kristal, stabilitas umur simpan, sifat higroskopis, warna, anti-caking, daya kembang dan pembentuk film (Wurzburg et al, 1986).
            Kusnandar.2006, mengemukakan alasan utama pati dimodifikasi adalah untuk memodifikasi karakteristik pemasakan, meningkatkan stabilitas selama proses dan pembekuan, menurunkan retrogradasi, dan mengembangkan sifat pembentukan film. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan mereaksikan pati dengan senyawa modifikasi (substituen) yang menyebabkan perubahan struktur sehingga sifat pati alami berubah. Gugus hidroksil pati membentuk ikatan ester dengan substituen atau pereaksi menghasilkan turunan pati. Setiap unit glukosa mengandung 3 gugus hidroksil (OH) yang sangat potensial untuk menghasilkan turunan pati yaitu pada atom C nomor 2,3, dan 6. Sifat pati modifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti reaksi modifikasi, gugus pensubstitusi, derajat substitusi, dan distribusi gugus substituen.  Distribusi gugus substituen pada modifikasi pati dapat terjadi pada monomer, sepanjang rantai polimer, pada daerah kristalin/amorphus, dan pada permukaan granula.
            Granula pati adalah komponen utama yang tidak dapat pecah dalam air dingin, dan ketika ditambahkan ke air pada suhu ruang, hanya sedikit terjadi pemecahan sampai dilakukan pemanasan. Struktur granula pati yang terdiri dari kristal (kristalit, micelles, area yang terorganisir) dan bukan kristal (tidak berbentuk, bukan kristal, fase gel). Area yang tidak terbentuk dari granula pati adalah akibat adanya air yang masuk dan enzim serta aktivitas asam. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin, tetapi mengembang secara reversible ketika diletakkan dalam air dingin. Ketika pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang yang biasa disebut pasting, dan strukturnya hancur (gelatiniasasi), kemudian amilosa dan amilopektin lepas dan larut dalam suspensi. Proses penghilangan kristal oleh panas (energi) dan air tersebut disebut proses gelatinisasi. Ketika sebagian besar dari granula mengalami gelatinisasi. Fungsi dari pati sebagai bahan makanan menghasilkan kemampuan perekat.
Pasting adalah proses dimana granula pati menggembung setelah terkena panas sebelum pecah dan mengalami gelatinisasi. Proses ini mengakibatkan viskositas dari produk juga akan meningkat. Jika pemanasan tetap dilanjutkan, maka akan menurunkan viscositas dari pati karena granula akan mulai memisah dan polimernya cenderung akan larut. Waktu pasting diartikan sebagai waktu dimana pati sudah mulai tergelatinisasi dan membentuk pasta.
Retrogradasi merupakan kebalikan dari proses gelatinisasi, dimana kristal pati berkumpul membentuk formasi tertentu yang dapat berpengaruh pada tekstur. Selama proses retrogradasi, pasta pati berubah menjadi bentuk gel, dimana gel ini memiliki kecenderungan untuk melepaskan air. Retogradasi amilosa menghasilkan retrogrades yang kuat dan tahan terhadap enzim. Pada makanan ringan, retrogradasi bertujuan untuk membentuk tekstur yang renyah (krispi).
Struktur pati dipengaruhi oleh aliran (shear), pH, dan bahan tambahan lain. pH ekstrim dapat memberikan dampak negatif terhadap viskositas dimana ikatan 1,4 dan 1,6 glikosidik pada pati akan terputus. Hidrolisis asam dapat mnyebabkan penurunan tingkat viskositas. Pada pemasakan dalam kondisi basa, pH tinggi dapat mempercepat proses gelatinisasi dan memperlambat retrogradasi. Sedangkan bahan tambahan makanan yang lain dapat memberikan efek negatif terhadap viskositas bahan. Contohnya, lemak dapat berinteraksi dengan granula pati dan mencegah hidrasi, sehingga peningkatan viskositas bahan menjadi rendah ( cahyadi.2008).

2.4 Pengertian Yoghurt
Yoghurt adalah produk hasil olahan susu yang mengalami fermentasi. Pembuatannya telah berevolusi dari pengalaman beberapa abad yang lalu dengan membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam pada suhu panas, mungkin sekitar 40 - 50°C (Buckle et al., 1985).
Kata yoghurt berasal dari kata Turki "jugurt" Yoghurt ada1ah makanan atau minuman  tradisiona1 di daerah Balkan dan Timur Tengah, tetapi sekarang sudah beredar ke Eropa dan tempat-tempat lain di seluruh dunia. DiIndonesia, yoghurt telah lama dikenal tetapi belum populer. Menuurut Winarno (1981) yang dikutip oleh Christanti(1991) yoghurt adalah susu asam, yaitu bahan pangan yang berasal dari susu sapi dengan bent uk seperti bubur atau es krim, yang dibuat dengan cara menambahkan kultur bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophill
us. Yoghurt dikonsumsi karena kesegarannya, aromanya yang khas dan teksturnya (Helferich danWesthoff, 1980).
Pada dasarnya pembuatan yoghurt meliputi pemanasan pasteurisasi) susu,  pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Pemanasan susu dalam pembuatan yoghurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pemanasan. Variasi suhu dan lama pemanasan ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang sarna, yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik
bagi pertumbuhan biakan yoghurt. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air susu sehingga diperoleh yoghurt dengan tekstur yang kompak (Bramayadi, 1986).
Perlakuan pemanasan susu sebelum difermentasi memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengurangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikro aerofilik dapat turnbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk perturnbuhannya.




                                                   BAB 3.PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi penyebab kerusakan saus tomat :
Saus yang dihasilkan mengalami penurunan kekentalan selama penyimpanan kemungkinan disebabkan oleh :
  • Produk pangan (saus tomat) bersifat asam dan pati alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Karena saus merupakan produk dengan pH asam tertentu maka pati yang digunakan dalam proses pembuatannya tersebut mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan.
  • Dalam proses pengolahan produk pangan (saus tomat), pati yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah pati alami. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi dan dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
  • Pengadukan atau pemompaan yang merupakan proses mekanis dan dapat mengakibatkan turunnya viskositas saus. Pada saat pengolahan, proses pengadukannya atau pemompaan terlalu berlebihan sehingga viskositas akan menurun. Hal tersebut dikarenakan pati alami yang digunakan pada produk pangan (saus tomat) tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun adanya proses mekanis seperti pengadukan atau pemompaan.

Cara mengatasinya dan pencegahannya :
Dengan terjadinya viskositas pati yang menurun dalam pembuatan saus, maka perlu dilakukan modifikasi terhadap pati yang digunakan terutama jika yang digunakan pati alami. Perlu diketahui bahwa pati alami tidak tahan dengan kondisi asam, perlakuan mekanis,dan peningkatan suhu tinggi saat pengolahan produk. Maka cara mengatasi masalah pada produk pangan (saus tomat) yang mengalami penurunan kekentalan selama penyimpanan adalah dengan digunakannya pati termodifikasi dengan kombinasi ikatan silang dan substitusi yang memiliki sifat-sifat ketahanan terhadap kondisi pemanasan suhu tinggi, pengadukan dan pengasaman yang diinginkan, tetapi juga kemampuan pati untuk tidak mengalami sineresis selama penyimpanan produk. Pati termodifikasi didapatkan dengan substitusi gugus –OH pada molekul pati dengan senyawa propilen oksida, kemudian dilanjutkan dengan reaksi ikatan silang dengan senyawa polifosfat (campuran sodium metafosfat dan sodium tripolifosfat) dan dimodifikasi dengan kombinasi hidroksipropilasi. Salah satu contoh pati yang digunakan pada produk pangan (saus tomat) adalah Paselli exce yang merupakan jenis chemical modified starche.

3.2  Identifikasi penyebab sineresis pada yoghurt :
Sineresis merupakan peristiwa pemisahan air dari struktur gelnya. Sineresis pada yoghurt diakibatkan terjadinya retrogradasi pati selama penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul – molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpesah dari struktur gelnya.

Cara mengatasinya dan pencegahannya :
Cara mengatasi masalah sineresis pada produk yoghurt selama masa penyimpanan adalah dengan cara sebagai berikut :
Untuk mencegah terjadinya pemisahan cairan (wheying of atau sineresis) pada yogurt, sebelum dilakukan inokulasi sebaiknya susu dihomogenisasi terlebih dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi terlebih dahulu. Dengan dilakukannya homogenisasi ini selain untuk menegah sineresis, juga akan membuat tekstur yogurt akan lebih lembut.
Untuk memecahkan masalah terjadinya sineresis dapat dilakukan dengan starter yang memproduksi polysaccharide atau starter yang mempunyai capsul. Peningkatan total solid akan mengurangi persentase sineresis. Penggunaan bahan penstabil dalam yogurt selain untuk memperlembut atau memperlunak tekstur, juga untuk mencegah atau mengurangi sineresis sehingga yogurt dapat lebih tahan lama. Bahan penstabil yang sesuai untuk yogurt adalah bila bahan tersebut tidak mengeluarkan flavor lain, efektif pada pH rendah dan dapat terdispersi dengan baik. Bahan penstabil yang biasanya digunakan adalah gelatin, carboxy methyl cellulosa (CMC), alginat dan karagenan dengan konsentrasi sekitar 0,5 sampai 0,7 %.
Untuk mencegah terjadinya sineresis selama penyimpanan maka dapat dicegah dan diatasi dengan melakukan modifikasi pati dengan substitusi. Dengan melakukan teknologi modifikasi tersebut, maka akan menghasilkan jenis pati yang tidak mudah terretrogadasi. Pada prinsipnya teknologi ini dapat dilakukan dengan mensubstitusi beberapa gugus -OH pada molekul amilosa atau amilopektin dengan senyawa pensubstitusi sehingga dihasilkan ester pati. Di antara senyawa yang dapat digunakan adalah  senyawa asetat, suksinat, fosfat, hidroksipropil, and oktenil suksinat. Tujuan utama dari modifikasi dengan substitusi adalah untuk menghambat laju retrogradasi pati yang disebabkan oleh terhambatnya pembentukan ikatan hidrogen dari molekul amilosa dan amilopektin oleh gugus ester yang terbentuk. Pati yang dimodifikasi dengan substitusi juga mengalami penurunan suhu gelatinisasi, peningkatan viskositas, memiliki kemampuan mengikat air lebih tinggi dan menghasilkan pasta yang lebih jernih. Pati substitusi masih mengalami penurunan viskositas selama proses pemanasan (tidak stabil oleh pemanasan) dan kurang tahan oleh kondisi asam.

3.3  Pati dalam formulasi produk emulsi minyak ikan sebagai food suplement bagi anak-anak
Sampai saat ini aplikasi minyak ikan sebagai ingredian pangan belum banyak dijumpai. Minyak ikan (khususnya yang mengandung ω3 (EPA, DHA, ALA) atau ω6 (AA)) lebih banyak dikomersialisasikan sebagai produk suplemen ataupun di bidang farmasi. Umumnya asam lemak tersebut difortifikasi pada dairy foods (susu, keju ataupun yogurt) sebagai pangan fungsional.
Pati yang digunakan dalam produk ini adalah pati



                                         DAFTAR PUSTAKA

Brown Amy Christine. 2008. Understanding Food : Principles and preparation. Thomson Learning

Cahyadi Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Kusnandar Feri. 2006. Modifikasi pati dan aplikasinya pada industri pangan. di dalam majalah Food Review Vol.1 No.3 April 2006.

Mitolo J J. 2006. Ingredient Interaction Effects on Food Quality : Starch Selection and Interaction in Foods. Tylor and Franchis Group, London.

Muchtadi D, Made Astawan, Nurheni Sri Palupi. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Universitas Terbuka, Jakarta.

Pomeranz Y. 1985. Functional Properties of Food Component. Academic Pess, Michigan.

Wurzburg O B. 1986. Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press, Boca Raton.









ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...