TUGAS
KELOMPOK
PENGANTAR
TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGASAPAN
KELOMPOK 5:
1. SITI
NURJANAH (101710101003)
2. ANIS
SUHARIATI (101710101011)
3. FIDA
MASLIKHAH (101710101064)
4. KISWATUL
MAULIDIAH (101710101091)
5. ALFIANA (101710101097)
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
TAHUN
2011
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konsumen
membutuhkan makanan yang segar, murah dan mudah disajikan sebagai tuntutan
zaman yang makin praktis. Namun bahan makanan umumnya mudah mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme terutama oleh bakteri dan jamur
seiring lamanya masa penyimpanan. Berbagai cara dilakukan
utuk agar makanan sampai pada tangan konsumen dalam keadaan sama seperti pada
saat pemanenan. Proses
pengawetan makanan telah lama dikenal dan digunakan oleh manusia, teknologi
berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan adanya ketersediaan
pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai masa penyimpanan (Shelf life)
yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan sehingga diperlukan
upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan. Dengan
pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan
sangat menguntungkan produsen. Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan
dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan,
dan tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan
makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia. Salah satu contoh dari pengawetan
makanan secara fisik adalah pengasapan.
Pengasapan adalah salah satu cara memasak,
memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging, ikan.
Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan dari
pembakaran kayu, dan tidak diletakkan
dekat dengan api agar tidak terpanggang
atau terbakar. Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar
seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung dari jenis dan
ukuran bahan makanan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila
suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan.
Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengawetan
makanan dengan metode pengasapan?
2. Bagaimana mekanisme
pengawetan makanan dengan metode pengasapan?
3. Apa keuntungan dan kerugian
pengawetan makanan dengan metode pengasapan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengawetan makanan dengan metode pengasapan.
2. Untuk mengetahui mekanisme
pengawetan makanan dengan metode pengasapan.
BAB
2. METODOLOGI
Penyelesaian makalah
ini dengan mencari pustaka dari media internet dan buku. Selain itu kami
berencana untuk melakukan observasi ke tempat pemrosesan pengawetan makanan
dengan pengasapan di daerah Jember.
BAB
3. PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Pengawetan Dengan Pengasapan
Pengasapan adalah salah
satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama
daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari
pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang
atau terbakar.
Sebelum diasapi, daging
biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu direndam
lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan digantung
di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai kayu asap
biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma harum seperti
kayu pohon ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa
ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh dan akar manis
Apabila kayu dipanaskan
maka sejumlah senyawa-senyawa kimia akn terbebaskan ke udara. Asap kayu terdiri
dari partikel-partikel bahan yang sanagat kecil, ringan dan tersebar di udara.
Ukuran dari partikel-partikel bahan ini tergantung dari keadaan bagaimana asap
itu terbentuk.
Pada umumnya
partikel-partikel asap segar mempunayai garis tengah sekitar 0,1 mikron. Proses
melekatnya partikel-partikel asap tadi berkaitan erat dengan perbaikan kualitas
bahan makanan yang diasapi.
Pengasapan biasanya
dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain untuk membantu membunuh
mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme, juga pemanasan ini dapat
membatu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi lebih awet. Dalam hal
ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰ C. Jika
pengasapan tidak dikombinasikn dengan pemanasan lainnya, maka suhu yang
dipergunakan biasanya lebih tinggi lagi. Pengasapan yang dilakukan pada suhu
sekitar 60⁰
C dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.
3.2
Macam Dan Alat Pengasapan
Di dalam pengawetan
dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode pengasapan yaitu: Pengasapan
dingin (Cold smoking) atau disebut pengasapan tidak langsung dan pengasapan
panas ( hot-smoking ) atau disebut pengasapan langsung.
Yang dimaksud dengan
pengasapan dingin ialah pengasapan dimana bahan bakarnya tidak langsung berada
dibawah bahan makanan yang diasapi. Suhu yang dipergunakan adalah sekitar 30⁰ C. Sedang yang
dimaksud dengan pengasapan panas adalah pengasapan dimana bahan makanan yang
diasapi langsung berada diatas bahan bakarnya. Suhu yang dipergunakan pada
pengasapan panas adalah sekitar 90⁰ C.
Bahan makanan yang
diasapi dengan cara pengasapan dingin pada umumnya hasilnya lebih stabil
dibandingkandengan bahan makanan yang diasapi dengan cara pengasapan panas. Hal
ini disebabkan karena pada pengasapan dingin bahan makanan tidak langsung
kering, sehingga waktu untuk meresapnya asap ke bahan makanan akan lebih
panjang. Waktu untuk pengasapan dingin lebih lama daripada waktu yang
dibutuhkan untuk pengasapan panas, tetapi susutnya bahan pada pengasapan dingin
jauh lebih kecil bilas dibandingkan dengan pengasapan panas. Kadar air dari
bahan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin lebih rendah daripada
pengasapan panas, sehingga kemungkinan lebih awetnya bahan yang diasapi dengan
pengasapan dingin lebih besar.
Alat
pengasapan
Pada prinsipnya alat
pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan ruang
pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi. Pada jaman
dahulu pengasapan dilakukan dengan jalan mengasapi bahan makanan di atas kayu
yang dibakar, akan tetapi dewasa ini telah ditemukan alat jenis penghasil asap
yang suhu dan komposisi asapnya dapat diatur sesuai dengan keinginan kita.
Salah satunya adalah “Batch process Kiln” yaitu suatu klin yang mempunyai alat
sirkulasi udara dan asap dengan kecepatan rata-rata kurang lebih 1 meter per
detik. Pengasapan dengan alat ini memakan waktu yang lebih singkat dibandingkan
dengan pengasapan tradisional. Dengan makin majunya jaman, sekarang juga sering
digunakan “pengasapan Elektrostatis” dalam cara pengasapan ini digunakan suatu
generator geser.
3.3
Cara-Cara Mengasapi Bahan Makanan
Proses pengasapan terjadi dalam
tiga tingkatan:
1.
Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan
ini bahan makanan mulai mengering karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2.
Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini
merupakan proses pengeringan lanjutan.
Ada dua cara pengerjaan pengasapan
yang diketahui, yaitu:
·
Pengasapan alami
Dalam
cara ini asap meresap ke permukaan bahan makanan, saat bahan makanan berada
langsung di atas kayu yang membara. Dalam hal ini tidak diperlukan
tehnik-tehnik khusus untuk memperbaiki melekatnya partikel-partikel asap pada
bahan makanan.
·
Pengasapan buatan
Cara
ini menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mendorong partikel-partikel/
senyawa-senyawa yang ada dalam asap kedalam bahan makanan yang diasapi. Di
dalam pengasapan buatan, asap yang digunakan dapat berupa gas yang dihasilkan
dari kayu bakar dan cairan.
3.4
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan
Faktor-faktor yang harus
diperhatikan pada proses pengasapan diantara lainnya adalah;
·
Jenis bahan bakar
Di
Amerika dan Eropa kayu yang biasa digunakan untuk pengasapan adalah kayu
hikori, oak dan kayu beech. Kayu-kayu tersebut ternyata memberikan bahan-bahan
pengawet asam asetat dan kreosol dalam jumlah relatif banyak.
·
Kadar air kayu pengasap
Kadar
air kayu yang dibakar akan menentukan komposisi kimia asap yang dihasilkan.
Kayu yang kadar airnya tinggi akan menghasilakan asap yang relatif banyak,
sedang kayu yang kadar airnya sedikit akan mengahasilakan asapa yang relatif
sedikit pula.
·
Kepekatan asap
Asap
pekat sangat efektif untuk menekan jumlah bakteri pada permukaan bahan yang
diasapi (terutama pada produk daging dan ikan) sehingga produk relatif lebih
awet.
·
Suhu
Asap
tidak boleh dihasilkan oleh suhu di atas (350-400)⁰ C, karena suhu
di atas (350-400)⁰
C dapat menimbulkan senyawa-senyawa karsinogen (senyawa penyebab kanker) serta
dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan.
·
Kelembaban
Kelembaban
udara pada ruang asap akan memngaruhi penetrasi asap kedalam bahan makanan.
Pada kelembaban yang tinggi, bahan makanan akan menyerap asap lebih banyak dan
lebih cepat bila dibandingkan dengan kedaan kelemaban yang rendah.
3.5
Kerusakan-Kerusakan Yang Terjadi Selama Pengasapan
Kerusakan pada proses
pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi apabila kita cukup teliti dalam
melakukan pengasapan tersebut. Adapun kerusakan yang terjadi pada proses
pengasapan adalah:
·
Penciutan Bahan Makanan
Penciutan
bahan makanan akan terjadi apabila suhu permulaan (pemanasan pendahuluan)
terlalu tinggi, sehingga terlalu banyak air yang diuapkan. Penciutan bahan
makanan akan menyebabkan permukaan bahan makanan menjadi keriput dan juga bahan
makanan tersebut rasanya akan menjadi kesat dan pahit.
·
Gosong Nitrat
Daging
yang mengalami gosong nitrat warnanya akan terlihat kehitam-hitaman dan
flavornya berubah. Kerusakan ini sering terjadi pada daging yang digarami
terlebih dahulu sebelum diasapi.
·
Kerusakan Oleh Jasad
Renik
Kapang
merupakan penyebab utama kerusakan pada ikan laut yang di asap. Kapang
menyebabkan perubahan flavor pada ikan.
·
Kerusakan Oleh Asap
Kerusakan
ini terjadi apabila kayu yang digunakan untuk pengasapan mengandung senyawa
tertentu yang menyebabkan berubahnya flavor pada bahan makanan yang diasapi.
·
Kerusakan Karena
Pengaruh Rumah Asap
Terutama
hal ini terjadi pada sosis asap. Sosis akan mengalami case hardening.
3.6
Perlakuan Sebelum Dan Sesudah Diasapi
A.
Perlakuan sebelum diasapi
Hal
ini terutama untuk produk ikan. Pada ikan sebelum diasapi mengalami beberapa
tahap perlakuan seperti penggaraman.
B.
Perlakuan sesudah diasapi
Yang
dimaksud dengan perlakuan setelah pengasapan adalah cara pengemasan dari
produk-produk pengasapan, perlakuan-perlakuan sebelum pengemasan, dan
penyimpanan bahan makanan setelah pengemasan.
Untuk ikan setelah
diasapi kemudian dipak dengan mempergunakan kertas yang tahan minyak, kemudian
dimasukkan ke dalam peti-peti yang berkapasitas 30 lb, atau juga dipak dalam
kantung-kantung Cellophane. Ikan asap pada umumnya cocok untuk disimpan pada
suhu sekitar (33-40)⁰
F.
Sedangkan untuk sosis,
setelah diasapi tidak langsung dipak, tapi dikeringkan terlebih dahulu.
Pengepakan sosis dilakukan pada pengepakan vakum dengan menggunakan bahan
pengepak selaput tipis poliethilin dan sebelum dipasarkan harus disimpan dahulu
dalam kamar pendingin.
3.7
Beberapa Produk Yang Biasa Diawetkan Dengan Cara Pengasapan
a) Daging
Di pabrik pengemas
daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam rumah asap yang terdiri dari
beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi akan disimpan pada suhu kamar,
maka daging tersebut harus diasapi padasuhu 57,2⁰ C sehingga suhu
bagian dalam daging mencapai 110⁰ C. Daging asap dapat disimpan
beberapa lama, mempunyai flavor yang menyenangkan dan rasanya lebih baik.
b) Sosis
Dipabrik-pabrik sosis
yang modern sekarang pada kenyataanya baik proses pengasapan maupun proses
pemasakan dilakukan bersama-sama dalam satu asap. Dengan udara yang terkontrol
dan dilengkapi dengan penyiram air panas, atau produk dapat dipindahkan dari
rumah asap umtuk kemudian dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan pada sosis
adalah untuk memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen dalam
asap, untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh
bahan-bahan bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.
c) Ikan
Ikan salem merupakan
ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah digarami pada konsentrasi
rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan salem yang masih lunak direndam
dalam air tawar selama semalam atau disimpan dalam air yang mengalir selama
sepuluh jam, kemudian ikan itu dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan
salem kemudian diasap pada suhu sekitar 27⁰ C selama 24
sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.
d) Keju
Pengasapan keju
merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu. Pengasapan keju dapat
memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal itu disebabkan karena
permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh senyawa-senyawa anti mikrobia
dan antioksidan yang memang terdapat didalam asap. Dengan demikian keju akan
langsung terhindar dari serangan kapang dan jasad-jasad renik lainnya.
3.8
Pengasapan Pada Ikan
Ikan merupakan bahan
makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan
cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Mutu
olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Bakteri dan perubahan
kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan
perlu dilakukan untuk mencegah proses pembusukan. Pengawetan ikan secara
tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga
tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menurut perkiraan FAO, 2
% dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di
negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Dibandingkan cara pengawetan ikan
dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan
di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan
pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
Ikan
Asap
Ikan asap adalah ikan
yang diolah dari ikan segar atau ikan yang digarami terlebih dahulu (bahkan
dapat pula diambil dari ikan-ikan hasil penggaraman kering atau basah),
tergantung dengan selera konsumen. Ikan asap merupakan produk akhir yang siap
untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap.
Prinsip
Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Pengasapan merupakan
salah satu teknologi inovatif untuk mengawetkan ikan tanpa campuran bahan
pengawet. Pengasapan ikan dilakukan pada suhu 650C – 800C
selama 3-4 jam. Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis kayu yang
keras (non resinous) atau sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak
sering mengandung zat-zat yang menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan.
Asap kayu terdiri dari
uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya
mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda.
Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap,
senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap.
Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap
akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam
asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap
mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting
dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan
pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan
kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk
kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai
lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic.
Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan
piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya
kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia
pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan
asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous)
atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan
asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau
yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya
efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya,
bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya akan
menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik
dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan di dalamnya. Banyaknya
uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin
dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi. Dalam keadaan lembab,
udara jenuh yang telah panas tidak dapat dipanasi lagi secara cepat untuk
mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap
pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara
dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan
ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap. Kecepatan
pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan
dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu
tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan
menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan
daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.
Proses-Proses
Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan
terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman,
pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
A.
Penggaraman
Proses
penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering ( dry salting) dan penggaraman
basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi
lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging
ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Disamping itu garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.
B.
Pengeringan
Ikan yang sudah
digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi asap panas
hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya
penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami
pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri
pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses
pengeringan mempunyai peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk
tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
C.
Pemanasan
Ikan dapat
diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan
dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hampir
tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk penasapan harus
diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap)
dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi
masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak
diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam
jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga
dapat langsung dimakan
D.
Pengasapan
Tujuan dari
pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada
ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung
kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama,
pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya
dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.
Pengaruh
Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A.
Daya Awet Ikan
Seperti telah
disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat
pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat
tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya
awetnya sangat terbatas.
B.
Rupa Ikan
Kulit ikan yang
sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena
terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap,
yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan
pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini
diperlukan suasana asam, dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
C.
Warna Ikan
Warna ikan asap
yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena
terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara
D.
Rasa Ikan
Setelah diasapi,
ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap.
Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain
sebagai pembantu
Faktor
Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A.
Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya
dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak dapat menyembunyikan
atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah turun kualitasnya.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus
menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab
rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk
yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak
cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat
menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan
tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan
kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila
dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam
kondisi yang sangat baik
B.
Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah
perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang
tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan
berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus
diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan
sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan
pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya
penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine
salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan
harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik,
larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan
di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam
di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang
kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya
garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada
proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol. Seringkali
penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa
mengguankan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya
setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan
wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan
oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik
ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh
pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini
akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga
menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.
C.
Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman
dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk
menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau
penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering
di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana
kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban
yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap
pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan
yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah
kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan
salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap
yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai
kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan
rupa yang agak suram.
Cara
Memilih Ikan Segar
Begitu ikan mati maka
peredaran darahnya akan terhenti dan terjadi suatu reaksi kimia yang
menyebabkan ikan tersebut menjadi kaku. Ikan seperti ini masih dianggap sebagai
ikan segar dan berkualitas sama dengan ikan hidup.
Tanda-tanda ikan segar
yang dapat kita lihat dari luar :
a. Ikan bercahaya seperti ikan
hidup.
b. Jika ikan tersebut bersisik,
sisik tersebut masih tertanam kuat pada dagingnya.
c. Insang berwarna merah cerah.
d. Badan kaku atau liat.
e. Baunya masih seperti ikan hidup.
f. Mata ikan jernih dan terang.
Dalam keadaan seperti
ikan segar ini, walaupun ada kuman-kuman pembusuk tetapi belum cukup kuat untuk
menghancurkan daging ikan. Dengan pengaruh panas maka kuman-kuman ini jumlahnya
bertambah banyak, sehingga daging mulai lunak dan proses pembusukan terjadi.
Dalam beberapa jam saja
ikan yang semula kaku akan menjadi lunak dan berlendir. Pembusukan menyebabkan
kemunduran kualitas ikan sehingga perlu diupayakan proses pengawetan yang dapat
mengurangi kecepatan pembusukan.
Cara
Pembuatan Ikan Asap :
1.
Siangi ikan, cuci, dan
kelompokkan menurut ukuran;
2. Masukkan
garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
3. Rendam
ikan selama: 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai permukaannya
kering;
4. Ikat
satu persatu kemudian gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak
masing-masing 1 cm atau gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke
atas dengan menggunakan kaitan kawat, atau susun satu persatu di atas anyaman
bambu, kemudian disusun dalam lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara
masing-masing lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang
ikan. Agar pengasapan merata ikan harus dibolak-balik.
5. Siapkan
bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang pengasapan,
kemudian bakar;
6. Bubuhkan
ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap. Panas
diatur pada suhu: 70° - 80° C selama 2-3 jam (harus dijaga agar panas merata
dan ikan tidak sampai hangus); Panas diatur pada suhu: 30°C - 40°C selama 4 jam
terus menerus. Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan
asap;
7.
Keluarkan ikan asap
dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam kantong plastik.
Ciri-Ciri
Khas Ikan Asap yang Baik Adalah :
1.
Rupa dan warna: produk
harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;
2. Bau
dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang
sedap dan merangsang selera);
3. Berair.
4. Dengan
cara pengasapan pada suhu 70°C - 80° C, ikan tahan lama disimpan sampai 1
bulan, dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 20°C - 30°C kurang tahan dari 1
bulan.
5.
Selain bandeng, ikan yang
biasa diasap adalah ikan tembang, lemuru, kembung, selar, tongkol, dan
cakalang.
Kelemahan
Pengasapan Ikan
Pengasapan ikan
mempunyai kelemahan di antaranya sebagai berikut :
1. Tekstur
ikan dapat berubah menjadi keras terutama jika pengasapan dilakukan pada suhu
rendah dalam waktu lama.
2. Proses
pengasapan secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama.
3. Ikan
asap yang teksturnya menjadi sangat keras diperlukan proses rehidrasi
(pembasahan kembali) sebelum ikan dapat dikonsumsi.
Ikan yang telah diasap harus
disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat. Kerusakan yang sering
terjadi pada ikan asap adalah terjadinya pertumbuhan jamur atau kapang, karena
jamur dapat tumbuh pada makanan dengan kadar air rendah. Pertumbuhan jamur pada
ikan asap dapat menyebabkan terjadinya perubahan bau menjadi tengik dan
perubahan tekstur.
BAB
4. KESIMPULAN
4.1 Pengasapan adalah salah satu cara
memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging dan
ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran
kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau
terbakar.
4.2 Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan
dikenal dua macam metode pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking)
atau disebut pengasapan tidak langsung dan pengasapan panas (hot-smoking) atau
disebut pengasapan langsung.
4.3 Pada prinsipnya alat pengasapan
terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan ruang pengasapan
sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi.
4.4 Proses pengasapan terjadi dalam
tiga tingkatan:
1. Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan
mulai mengering karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini
merupakan proses pengeringan lanjutan.
4.5 Ada dua cara pengerjaan pengasapan
yang diketahui, yaitu: pengasapan alami, penasapan buatan.
4.6 Faktor-faktor yang harus
diperhatikan pada proses pengasapan diantara lainnya adalah; jenis bahan bakar, kadar air pengasap, kepekatan
asap, suhu, kelembaban.
4.7 Kerusakan pada proses pengawetan
dengan pengasapan tidak akan terjadi apabila kita cukup teliti dalam melakukan
pengasapan tersebut. Adapun kerusakan yang terjadi pada proses pengasapan
adalah: penciutan bahan makanan, gosong nitrat, kerusakan oleh jasad renik,
kerusakan oleh asap, kerusakan karena pengaruh rumah asap.
4.8 beberapa produk yang bisa diawetkan
dengan pengasapan : daging, sosis, ikan, keju.
DAFTAR
PUSTAKA
Anna. 2007. Teknologi Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan. http://bkki.com/teknologii-pengawetan-ikan-dengan-cara-pengasapan.html
(15 November 2011).
Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM press
Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Djambatan
Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta: Gramedia
pustaka
Mochantoyo, S.Et al. 1997. Pengelolaan
Makanan. Bandung: Angkasa Bandung.
Nuri. 2008. Pengolahan Makanan Dengan Pengasapan. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=makalah%2Bpengolahan%2Bmakanan&source=web&cd=5&ved=0CDQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fartikelekonomi.com%2Fartikel%2Fmakalah%2Bpengolahan%2Bmakanan.html
(15 November 2011).
Trisno, Iwan. 2010. Pengawetan Makanan atau Minuman. http://litbang.patikab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=78:pengawetan-makananminuman&catid=90:pengawetan-makananminuman&Itemid=60 (15 November 2011).
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
Zaif. 2010. Pengolahan dan Pengawetan Makanan Serta Permasalahannya. http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan.dan.pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya.htm
(15 November 2011).