Thursday, November 26, 2015

TEKNOLOGI PENGASAPAN PADA BAHAN PANGAN



TUGAS KELOMPOK
PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGASAPAN



KELOMPOK 5:
1.      SITI NURJANAH                         (101710101003)
2.      ANIS SUHARIATI                        (101710101011)
3.      FIDA MASLIKHAH                       (101710101064)
4.      KISWATUL MAULIDIAH                (101710101091)
5.      ALFIANA                                   (101710101097)
                                                                



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2011



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
 Konsumen membutuhkan makanan yang segar, murah dan mudah disajikan sebagai tuntutan zaman yang makin praktis. Namun bahan makanan umumnya mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme terutama oleh bakteri dan jamur seiring lamanya masa penyimpanan. Berbagai cara dilakukan utuk agar makanan sampai pada tangan konsumen dalam keadaan sama seperti pada saat pemanenan. Proses pengawetan makanan telah lama dikenal dan digunakan oleh manusia, teknologi berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan adanya ketersediaan pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai masa penyimpanan (Shelf life) yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan sehingga diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan. Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan sangat menguntungkan produsen. Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia. Salah satu contoh dari pengawetan makanan secara fisik adalah pengasapan.
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung dari jenis dan ukuran bahan makanan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar.
 
1.2  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan pengawetan makanan dengan metode pengasapan?
2.    Bagaimana mekanisme pengawetan makanan dengan metode pengasapan?
3.    Apa keuntungan dan kerugian pengawetan makanan dengan metode pengasapan?

1.3  Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengawetan makanan dengan metode pengasapan.
2.  Untuk mengetahui mekanisme pengawetan makanan dengan metode pengasapan.
3.   Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pengawetan makanan dengan metode pengasapan.




BAB 2. METODOLOGI

Penyelesaian makalah ini dengan mencari pustaka dari media internet dan buku. Selain itu kami berencana untuk melakukan observasi ke tempat pemrosesan pengawetan makanan dengan pengasapan di daerah Jember.



BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Pengawetan Dengan Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar.
Sebelum diasapi, daging biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu direndam lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan digantung di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai kayu asap biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma harum seperti kayu pohon ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh dan akar manis
Apabila kayu dipanaskan maka sejumlah senyawa-senyawa kimia akn terbebaskan ke udara. Asap kayu terdiri dari partikel-partikel bahan yang sanagat kecil, ringan dan tersebar di udara. Ukuran dari partikel-partikel bahan ini tergantung dari keadaan bagaimana asap itu terbentuk.
Pada umumnya partikel-partikel asap segar mempunayai garis tengah sekitar 0,1 mikron. Proses melekatnya partikel-partikel asap tadi berkaitan erat dengan perbaikan kualitas bahan makanan yang diasapi.
Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses pemanasan lain untuk membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk membunuh mikroorganisme, juga pemanasan ini dapat membatu mengeringkan bahan yang diasapi sehingga menjadi lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57 C. Jika pengasapan tidak dikombinasikn dengan pemanasan lainnya, maka suhu yang dipergunakan biasanya lebih tinggi lagi. Pengasapan yang dilakukan pada suhu sekitar 60 C dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.

3.2 Macam Dan Alat Pengasapan
Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking) atau disebut pengasapan tidak langsung dan pengasapan panas ( hot-smoking ) atau disebut pengasapan langsung.
Yang dimaksud dengan pengasapan dingin ialah pengasapan dimana bahan bakarnya tidak langsung berada dibawah bahan makanan yang diasapi. Suhu yang dipergunakan adalah sekitar 30 C. Sedang yang dimaksud dengan pengasapan panas adalah pengasapan dimana bahan makanan yang diasapi langsung berada diatas bahan bakarnya. Suhu yang dipergunakan pada pengasapan panas adalah sekitar 90 C.
Bahan makanan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin pada umumnya hasilnya lebih stabil dibandingkandengan bahan makanan yang diasapi dengan cara pengasapan panas. Hal ini disebabkan karena pada pengasapan dingin bahan makanan tidak langsung kering, sehingga waktu untuk meresapnya asap ke bahan makanan akan lebih panjang. Waktu untuk pengasapan dingin lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk pengasapan panas, tetapi susutnya bahan pada pengasapan dingin jauh lebih kecil bilas dibandingkan dengan pengasapan panas. Kadar air dari bahan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin lebih rendah daripada pengasapan panas, sehingga kemungkinan lebih awetnya bahan yang diasapi dengan pengasapan dingin lebih besar.

Alat pengasapan
Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi. Pada jaman dahulu pengasapan dilakukan dengan jalan mengasapi bahan makanan di atas kayu yang dibakar, akan tetapi dewasa ini telah ditemukan alat jenis penghasil asap yang suhu dan komposisi asapnya dapat diatur sesuai dengan keinginan kita. Salah satunya adalah “Batch process Kiln” yaitu suatu klin yang mempunyai alat sirkulasi udara dan asap dengan kecepatan rata-rata kurang lebih 1 meter per detik. Pengasapan dengan alat ini memakan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengasapan tradisional. Dengan makin majunya jaman, sekarang juga sering digunakan “pengasapan Elektrostatis” dalam cara pengasapan ini digunakan suatu generator geser.

3.3 Cara-Cara Mengasapi Bahan Makanan
Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:
1. Pengaringan  pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai mengering karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.

Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu:
·         Pengasapan alami
Dalam cara ini asap meresap ke permukaan bahan makanan, saat bahan makanan berada langsung di atas kayu yang membara. Dalam hal ini tidak diperlukan tehnik-tehnik khusus untuk memperbaiki melekatnya partikel-partikel asap pada bahan makanan.
·         Pengasapan buatan
Cara ini menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mendorong partikel-partikel/ senyawa-senyawa yang ada dalam asap kedalam bahan makanan yang diasapi. Di dalam pengasapan buatan, asap yang digunakan dapat berupa gas yang dihasilkan dari kayu bakar dan cairan.

3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada proses pengasapan diantara lainnya adalah;
·         Jenis bahan bakar
Di Amerika dan Eropa kayu yang biasa digunakan untuk pengasapan adalah kayu hikori, oak dan kayu beech. Kayu-kayu tersebut ternyata memberikan bahan-bahan pengawet asam asetat dan kreosol dalam jumlah relatif banyak.

·         Kadar air kayu pengasap
Kadar air kayu yang dibakar akan menentukan komposisi kimia asap yang dihasilkan. Kayu yang kadar airnya tinggi akan menghasilakan asap yang relatif banyak, sedang kayu yang kadar airnya sedikit akan mengahasilakan asapa yang relatif sedikit pula.

·         Kepekatan asap
Asap pekat sangat efektif untuk menekan jumlah bakteri pada permukaan bahan yang diasapi (terutama pada produk daging dan ikan) sehingga produk relatif lebih awet.

·         Suhu
Asap tidak boleh dihasilkan oleh suhu di atas (350-400) C, karena suhu di atas (350-400) C dapat menimbulkan senyawa-senyawa karsinogen (senyawa penyebab kanker) serta dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan.

·         Kelembaban
Kelembaban udara pada ruang asap akan memngaruhi penetrasi asap kedalam bahan makanan. Pada kelembaban yang tinggi, bahan makanan akan menyerap asap lebih banyak dan lebih cepat bila dibandingkan dengan kedaan kelemaban yang rendah.

3.5 Kerusakan-Kerusakan Yang Terjadi Selama Pengasapan
Kerusakan pada proses pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi apabila kita cukup teliti dalam melakukan pengasapan tersebut. Adapun kerusakan yang terjadi pada proses pengasapan adalah:
·         Penciutan Bahan Makanan
Penciutan bahan makanan akan terjadi apabila suhu permulaan (pemanasan pendahuluan) terlalu tinggi, sehingga terlalu banyak air yang diuapkan. Penciutan bahan makanan akan menyebabkan permukaan bahan makanan menjadi keriput dan juga bahan makanan tersebut rasanya akan menjadi kesat dan pahit.

·         Gosong Nitrat
Daging yang mengalami gosong nitrat warnanya akan terlihat kehitam-hitaman dan flavornya berubah. Kerusakan ini sering terjadi pada daging yang digarami terlebih dahulu sebelum diasapi.

·         Kerusakan Oleh Jasad Renik
Kapang merupakan penyebab utama kerusakan pada ikan laut yang di asap. Kapang menyebabkan perubahan flavor pada ikan.

·         Kerusakan Oleh Asap
Kerusakan ini terjadi apabila kayu yang digunakan untuk pengasapan mengandung senyawa tertentu yang menyebabkan berubahnya flavor pada bahan makanan yang diasapi.

·         Kerusakan Karena Pengaruh Rumah Asap
Terutama hal ini terjadi pada sosis asap. Sosis akan mengalami case hardening.

3.6 Perlakuan Sebelum Dan Sesudah Diasapi
A. Perlakuan sebelum diasapi
            Hal ini terutama untuk produk ikan. Pada ikan sebelum diasapi mengalami beberapa tahap perlakuan seperti penggaraman.

B. Perlakuan sesudah diasapi
            Yang dimaksud dengan perlakuan setelah pengasapan adalah cara pengemasan dari produk-produk pengasapan, perlakuan-perlakuan sebelum pengemasan, dan penyimpanan bahan makanan setelah pengemasan.
Untuk ikan setelah diasapi kemudian dipak dengan mempergunakan kertas yang tahan minyak, kemudian dimasukkan ke dalam peti-peti yang berkapasitas 30 lb, atau juga dipak dalam kantung-kantung Cellophane. Ikan asap pada umumnya cocok untuk disimpan pada suhu sekitar (33-40) F.
Sedangkan untuk sosis, setelah diasapi tidak langsung dipak, tapi dikeringkan terlebih dahulu. Pengepakan sosis dilakukan pada pengepakan vakum dengan menggunakan bahan pengepak selaput tipis poliethilin dan sebelum dipasarkan harus disimpan dahulu dalam kamar pendingin.

3.7 Beberapa Produk Yang Biasa Diawetkan Dengan Cara Pengasapan
a)      Daging
Di pabrik pengemas daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam rumah asap yang terdiri dari beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi akan disimpan pada suhu kamar, maka daging tersebut harus diasapi padasuhu 57,2 C sehingga suhu bagian dalam daging mencapai 110 C. Daging asap dapat disimpan beberapa lama, mempunyai flavor yang menyenangkan dan rasanya lebih baik.

b)      Sosis
Dipabrik-pabrik sosis yang modern sekarang pada kenyataanya baik proses pengasapan maupun proses pemasakan dilakukan bersama-sama dalam satu asap. Dengan udara yang terkontrol dan dilengkapi dengan penyiram air panas, atau produk dapat dipindahkan dari rumah asap umtuk kemudian dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan pada sosis adalah untuk memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen dalam asap, untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh bahan-bahan bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.

c)      Ikan
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah digarami pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan salem yang masih lunak direndam dalam air tawar selama semalam atau disimpan dalam air yang mengalir selama sepuluh jam, kemudian ikan itu dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem kemudian diasap pada suhu sekitar 27 C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.

d)     Keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu. Pengasapan keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal itu disebabkan karena permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh senyawa-senyawa anti mikrobia dan antioksidan yang memang terdapat didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung terhindar dari serangan kapang dan jasad-jasad renik lainnya.

 3.8 Pengasapan Pada Ikan
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu dilakukan untuk mencegah proses pembusukan. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menurut perkiraan FAO, 2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Dibandingkan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.

Ikan Asap
Ikan asap adalah ikan yang diolah dari ikan segar atau ikan yang digarami terlebih dahulu (bahkan dapat pula diambil dari ikan-ikan hasil penggaraman kering atau basah), tergantung dengan selera konsumen. Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap.

Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengawetkan ikan tanpa campuran bahan pengawet. Pengasapan ikan dilakukan pada suhu 650C – 800C selama 3-4 jam. Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis kayu yang keras (non resinous) atau sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung zat-zat yang menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka beratnya akan menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan di dalamnya. Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapat dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap. Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek pengeringan.

Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering ( dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.

B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.

C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin. Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek pengawetannya hampir tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan

D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa spesifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.

Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.

B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasana asam, dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.

C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara

D. Rasa Ikan
Setelah diasapi, ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu

Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang sudah turun kualitasnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar. Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya, faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik

B. Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman. Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak menarik lagi.

C. Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.

Cara Memilih Ikan Segar
Begitu ikan mati maka peredaran darahnya akan terhenti dan terjadi suatu reaksi kimia yang menyebabkan ikan tersebut menjadi kaku. Ikan seperti ini masih dianggap sebagai ikan segar dan berkualitas sama dengan ikan hidup.
Tanda-tanda ikan segar yang dapat kita lihat dari luar :
a. Ikan bercahaya seperti ikan hidup.
b. Jika ikan tersebut bersisik, sisik tersebut masih tertanam kuat pada dagingnya.
c. Insang berwarna merah cerah.
d. Badan kaku atau liat.
e. Baunya masih seperti ikan hidup.
f. Mata ikan jernih dan terang.
Dalam keadaan seperti ikan segar ini, walaupun ada kuman-kuman pembusuk tetapi belum cukup kuat untuk menghancurkan daging ikan. Dengan pengaruh panas maka kuman-kuman ini jumlahnya bertambah banyak, sehingga daging mulai lunak dan proses pembusukan terjadi.
Dalam beberapa jam saja ikan yang semula kaku akan menjadi lunak dan berlendir. Pembusukan menyebabkan kemunduran kualitas ikan sehingga perlu diupayakan proses pengawetan yang dapat mengurangi kecepatan pembusukan.

Cara Pembuatan Ikan Asap :
1.      Siangi ikan, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2.      Masukkan garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
3.      Rendam ikan selama: 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai permukaannya kering;
4.      Ikat satu persatu kemudian gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing 1 cm atau gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan menggunakan kaitan kawat, atau susun satu persatu di atas anyaman bambu, kemudian disusun dalam lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing-masing lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang ikan. Agar pengasapan merata ikan harus dibolak-balik.
5.      Siapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang pengasapan, kemudian bakar;
6.      Bubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap. Panas diatur pada suhu: 70° - 80° C selama 2-3 jam (harus dijaga agar panas merata dan ikan tidak sampai hangus); Panas diatur pada suhu: 30°C - 40°C selama 4 jam terus menerus. Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap;
7.      Keluarkan ikan asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam kantong plastik.

Ciri-Ciri Khas Ikan Asap yang Baik Adalah :
1.      Rupa dan warna: produk harus licin, mengkilat, dan berwarna coklat emas muda;
2.      Bau dan rasa: produk memberikan bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang sedap dan merangsang selera);
3.      Berair.
4.      Dengan cara pengasapan pada suhu 70°C - 80° C, ikan tahan lama disimpan sampai 1 bulan, dibandingkan dengan pengasapan pada suhu 20°C - 30°C kurang tahan dari 1 bulan.
5.      Selain bandeng, ikan yang biasa diasap adalah ikan tembang, lemuru, kembung, selar, tongkol, dan cakalang.

Kelemahan Pengasapan Ikan
Pengasapan ikan mempunyai kelemahan di antaranya sebagai berikut :
1.      Tekstur ikan dapat berubah menjadi keras terutama jika pengasapan dilakukan pada suhu rendah dalam waktu lama.
2.      Proses pengasapan secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama.
3.      Ikan asap yang teksturnya menjadi sangat keras diperlukan proses rehidrasi (pembasahan kembali) sebelum ikan dapat dikonsumsi.

Ikan yang telah diasap harus disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat. Kerusakan yang sering terjadi pada ikan asap adalah terjadinya pertumbuhan jamur atau kapang, karena jamur dapat tumbuh pada makanan dengan kadar air rendah. Pertumbuhan jamur pada ikan asap dapat menyebabkan terjadinya perubahan bau menjadi tengik dan perubahan tekstur.



BAB 4. KESIMPULAN

4.1 Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar.

4.2  Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking) atau disebut pengasapan tidak langsung dan pengasapan panas (hot-smoking) atau disebut pengasapan langsung.

4.3 Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi.

4.4 Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:
1. Pengaringan  pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai mengering karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.

4.5 Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu: pengasapan alami, penasapan buatan.

4.6 Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada proses pengasapan diantara lainnya adalah;  jenis bahan bakar, kadar air pengasap, kepekatan asap, suhu, kelembaban.

4.7 Kerusakan pada proses pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi apabila kita cukup teliti dalam melakukan pengasapan tersebut. Adapun kerusakan yang terjadi pada proses pengasapan adalah: penciutan bahan makanan, gosong nitrat, kerusakan oleh jasad renik, kerusakan oleh asap, kerusakan karena pengaruh rumah asap.

4.8 beberapa produk yang bisa diawetkan dengan pengasapan : daging, sosis, ikan, keju.




DAFTAR PUSTAKA


Anna. 2007. Teknologi Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan. http://bkki.com/teknologii-pengawetan-ikan-dengan-cara-pengasapan.html (15 November 2011).
Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM press
Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta: Gramedia pustaka
Mochantoyo, S.Et al. 1997. Pengelolaan Makanan. Bandung: Angkasa Bandung.
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Zaif. 2010. Pengolahan dan Pengawetan Makanan Serta Permasalahannya. http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan.dan.pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya.htm (15 November 2011).

ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...