Penanganan pascapanen
di tingkat pengumpul kabupaten umumnya
belum dilakukan secara benar. Kondisi gudang yang kurang terpelihara,
pengeringan biji yang tidak optimal dan pencampuran antara biji-biji kakao yang
baru dan yang lama di dalam satu kemasan memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi
cendawan. Cendawan dapat berkembang dengan baik jika kondisi lingkungan
mendukung. Keberadaan cendawan ini selain dapat merusak cita rasa dan aroma
khas coklat juga dapat membahayakan kesehatan terutama cendawan yang
memproduksi toksin. Sampel biji kakao diambil pada tingkat pengumpul pada 7 Kabupaten
sentra pertanaman kakao yaitu kabupaten
Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai,
Luwu, Pinrang, dan Polmas.
Cendawan
yang mengkontaminasi biji kakao pada 7 Kabupaten tersebut adalah :
1.
Aspergillus
flavus Link.
Berwarna
hijau kekuningan dan berwarna hitam,
tumbuh menyebar pada permukaan biji kakao. Menghasilkan aflatoksin yang
menyebabkan kangker hati.
2.
Penicillium
sp.
Berwarna
hijau kebiruan, hifa bersepta, konidiofor tegak bercabang-cabang melingkar,
konidia bulat sampai elips, tersusun dalam rangkaian-rangkaian, terletak pada
bagian ujung phialid. Menghasilkan toksin Rugulosin, roquefortine C dll.
3.
Rhizopus
sp.
Berwarna
coklat kehitaman, terdapat banyak
rhizoid dan sporangiofor dalam
kelompok-kelompok, sporangia berbentuk bulat, berwarna kehitaman, bersifat
patogenik pada biji kakao di penyimpanan.
4.
Gliocladium
spp.
Berwarna
hijau, hifanya mengelompok. Secara
mikroskopis konidiofor bersepta bening dan hialin, bercabang pada bagian ujung,
konidia berbentuk lonjong dan hialin.
5.
Trichoderma
spp.
Berwarna
putih kehijauan, hifa tumbuh cepat, memiliki konidiofor hialin, tegak dan bercabang
banyak, konidia hialin berbentuk oval, mengumpul pada bagian ujung phialid.
Cendawan
Gliocladium dan Trichoderma menghasilkan enzim yang dapat melarutkan dinding
sel cendawan patogen dan memiliki kemampuan untuk melilit dan menetrasi
cendawan patogen.