LAPORAN
KELOMPOK
FISIOLOGI
DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
“PERLAKUAN
KHEMIS DAN FISIS DALAM MENGHAMBAT PEMASAKAN DAN KERUSAKAN PASCA PANEN PADA BUAH
DAN SAYUR”
disusun oleh :
Putri Sukarnowati (101710101 )
Evita Rahmayanti (101710101052)
Fani Firdausi (1017101010 )
Frida Maslikhah (101710101064)
Alfiana (101710101097)
Yuke Rasadi (1017101010 )
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKUKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2011
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini konsumen sudah mulai
menentukan apa yang akan dimakan ataupun tidak. Konsumen lebih mempertimbangkan
mengenai kandungan dari makanan yang akan dimakan, seperti vitamin dan mineral
lain yang terdapat dalam buah dan sayur. Buah dan sayur merupakan hasil tanaman
yang biasanya mudah mengalami kerusakan baik itu kerusakan kimiawi dan berbagai
kerusakan lainnya. Kerusakan pasca panen dapat diakibatkan pada saat
penyimpanan maupun pada saat pengolahan dan pendistribusian. Buah-buahan dan
sayuran merupakan komponen-komponen yang mudah mengalami perubahan karena masih
berlangsungnya proses biokimia. Metabolisme
yang masih tetap berlangsung pada buah dan sayur menyebabkan
perubahan-perubahan pada bahan yang menyebabkan mutu buah menurun. Penguasaan
penanganan secara fisik maupun khemis diharapkan dapat mengurangi atau
menghambat kurusakan pada bahan.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum
kali ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan khemis dan fisis dalam
menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah sehingga dapat
dilakukan penanganan yang sesuai pada masing-masing buah untuk selanjutnya buah
dapat dipertahankan tetap baik ketika sampai pada konsumen.
1.2 Tujuan
Tujuan
dilakukannya paktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan khemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan
kerusakan pasca panen pada buah.
2. Untuk
mengetahui perlakuan khemis dan fisis yang paling baik dalam menghambat
pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Blansing adalah teknik untuk menjaga sayuran
agar tetap renyah dan empuk. Metode ini berarti mencelupkan makanan ke dalam
air mendidih, memasaknya dan kemudian segera mendinginkannya. Blansing ringan
hanya memasak kulit sayuran. Blansing memperlambat atau menghentikan tindakan
enzim yang terus bahkan setelah panen sayuran. Mencegah sayuran dari kehilangan
warna, tekstur, dan rasa.
Blanching adalah cara pemanasan yang bisanya
dilakukan sebelum proses (pre-treatment) yang di tujukan untuk mengoptimalkan
proses yang selanjutnya seperti pengeringan,pembekuan,dan pengalengan.
Tujuan blansing:
1.
Inaaktivasi enzim-enzim
oksidatif (contohnya: peroksidase,katalase,polifenol oksidase,lipogenase,dll.)
krena enzim enzim ini dapat menyebabkan perubahan kualitas warna, bau,citarasa,tekstur.
2.
Mengurangi jumlah
mikroba awal
Keuntungan dari
blansing sayuran:
·
Akan mencerahkan warna
beberapa sayuran yang berwarna hijau atau yang telah berwarna kekuningan.
·
Sayuran dapat dibekukan
untuk digunakan kemudian. Warna dan rasa tetap utuh. Hal ini penting jika
sayuran harus disimpan untuk waktu lebih lama.
·
Menyebabkan minyak
goreng yang digunakan lebih sedikit sehingga baik untuk kesehatan.
·
Blansing menghilangkan
kelebihan air dari sayuran dengan kadar air tinggi.
·
Membuat kulit sayuran
lebih mudah mengelupas.
Jenis blansing ada dua yaitu blansing
didih dan blansing kukus. Blansing dapat mempertahankan lebih banyak kadar
vitamin dalam sayuran dibandingkan proses pengolahan makanan lainnya. Ada
beberapa sayuran yang tidak pucat sebelum pembekuan seperti paprika, bawang dan
air chestnut.
Faktor yang
mempengaruhi lama blansing:
1.
Jenis bahan
2.
Ukuran dari
potongan-potongan bahan pangan
3.
Temperature blansing
4.
Metode blansing
Blansing yang dipergunakan di praktikum
adalah steam blansing dan water blansing. Berikut kelebihan dan kekurangan dari
masing masing metode:
1. Steam
blansing:
Kelebihan:
o Kehilangan
komponen yang larut dalam air lebih kecil sehingga testur dan nutrisi terjaga.
o Volume
limbah kecil sehingga pengolahan limbah minimum
Kekurangan:
o Pada
proses ini tidak dapat ditambahkan bahan tertentu yang dapat menghambat
perubahan warna pada bahan.
o Waktu
pemanasan sedikit lebih lama dari watter blanshing
2. Watter blansing
Kelebihan:
o Saat
proses blanshing dapat ditambahkan bahan bahan tertentu untuk mencegah
perubahan warna pada sample.
o Waktu
pemanasanlebih singkat dari steam blanshing
o Biaya
oprasional lebih murah
Kekurangan:
o Banyak
kehilangan komponen bahan pangan pada sample
Efek akibat
blansing:
v Perubahan
Tekstur
v Perubahan
nutrisi
v Perubahan
warna
v Penyusutan
berat
Produk yang
cocok untuk metode blansing:
-
Steam blansing: sayuran
dan buah buahan
-
Water blansing: produk
ikan
Beberapa
faktor dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain
yang terpenting adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
2. Aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan
3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat.
4. Kandungan air dalam bahan pangan
5. Suhu, baik suhu tinggi maupun rendah
6. Udara khususnya oksigen
7. Sinar
8. Waktu penyimpanan
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
2. Aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan
3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat.
4. Kandungan air dalam bahan pangan
5. Suhu, baik suhu tinggi maupun rendah
6. Udara khususnya oksigen
7. Sinar
8. Waktu penyimpanan
Chilling injury adalah salah satu kerusakan fisik
pada bahan pangan yang terjadi saat proses pendinginan. Kerusakan dingin
(Chilling
Injury) ini kemungkinan disebabkan oleh suatu toxin yang terdapat dalam tenunan sel
hidup bahan pangan itu sendiri.
Dalam
kondisi netral, toxin ini dapat di netralisasi (detoxifikasi) oleh senyawa lain,
example: asam
chlorogenat dapat dinetralkan oleh asam askorbat. Namun pada proses
pendinginan, kecepatan produksi toxin meningkat dan kemampuan detoxifikasi
menurun sehingga sel-sel akan keracunan mati hingga terjadi pembusukan.
Walaupun
chilling
injury dapat dengan mudah dicegah dengan melakukan penyimpanan di atas
suhu kritisnya. Namun, sering kali fasilitas untuk mendukung hal tersebut tidak
memadai. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengurangi risiko
chilling injuries pada bahan pangan pada proses pendinginan, namun tetap
saja tidak bisa diterapkan pada semua komoditas bahan pangan.
Cara mencegah Chilling injury:
·
Mengatur suhu pendingin diatas suhu kritis bahan pangan.
Menjaga waktu penyimpanan bahan pangan agar tidak melebihi batas waktu penyimpanan
maksimal.
·
Preconditioning
Pendinginan
komoditas secara bertahap akan memberikan kesempatan produk segar untuk
beradaptasi dengan suhu dingin, dan meminimalkan risiko chilling injuries.
·
Intermittent
warming
Hangatkan
komoditas pada suhu ruang selama interval penyimpanan dingin, sebelum terjadi
kerusakan permanen akibat chilling injuries. Namun, harus diperhatikan, bahwa
perlakuan ini dapat mengakibatkan produk menjadi lembek, meningkatkan risiko
kebusukan, dan menyebabkan kondensasi.
·
Seleksi
kultivar
Pilih
kultivar yang resisten terhadap proses chilling.
·
Pemilihan tingkat kematangan
Secara umum, buah yang lebih matang,
tidak terlalu rentan terhadap chilling injuries.
·
Penyimpanan khusus
Kelelembaban
yang tinggi dapat mengurangi ”dessication” akibat chilling injuries. Controlled atmosphere atau modified atmosphere juga dapat menghambat terjadinya
chilling injury, misalnya pada peaches, nectarines, okra, dan alpukat. Namun
juga harus diingat, metode ini juga hanya cocok untuk komoditas-komoditas tertentu.
Pada komoditas lainnya –misalnya apel, asparagus, dan tomat, justru akan
mendorong percepatan chilling injuries
Pengawetan pada
Bahan Pangan
Jika bahan pangan ingin dikonsumsi dalam kondisi mutu puncaknya, ada 2 cara paling sederhana yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pertahankan bahan pangan dalam keadaan hidup selama mungkin, atau tidak membunuh hewan atau tanaman sampai pada saatnya dimasak untuk dimakan. Sebagai contoh ikan atau udang yang dipelihara di akuarium atau kolam dan memasaknya pada saat akan dimakan pada prinsipnya tidak mengalami kerusakan yang serius. Demikian halnya dengan ayam yang dipelihara di kandang atau buah yang dibiarkan matang di pohon.
2. Jika hewan atau ikan harus dibunuh, agar lebih awet bahan pangan ini harus dibersihkan. dibungkus dan didinginkan. Meskipun demikian, cara-cara ini hanya dapat menghambat kerusakan sesaat, misalnya hanya untuk beberapa jam atau hari. Dengan cara ini mikroba atau enzim yang terdapat secara alami dalam bahan pangan tidak akan secara total mati atau diinaktifkan, sehingga masih memungkinkan untuk merusak. Untuk penyimpanan jangka panjang, metode pengawetan harus dilakukan dengan cara membunuh mikroba atau menginaktifkan enzim yang menjadi penyebab kerusakan.
Jika bahan pangan ingin dikonsumsi dalam kondisi mutu puncaknya, ada 2 cara paling sederhana yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pertahankan bahan pangan dalam keadaan hidup selama mungkin, atau tidak membunuh hewan atau tanaman sampai pada saatnya dimasak untuk dimakan. Sebagai contoh ikan atau udang yang dipelihara di akuarium atau kolam dan memasaknya pada saat akan dimakan pada prinsipnya tidak mengalami kerusakan yang serius. Demikian halnya dengan ayam yang dipelihara di kandang atau buah yang dibiarkan matang di pohon.
2. Jika hewan atau ikan harus dibunuh, agar lebih awet bahan pangan ini harus dibersihkan. dibungkus dan didinginkan. Meskipun demikian, cara-cara ini hanya dapat menghambat kerusakan sesaat, misalnya hanya untuk beberapa jam atau hari. Dengan cara ini mikroba atau enzim yang terdapat secara alami dalam bahan pangan tidak akan secara total mati atau diinaktifkan, sehingga masih memungkinkan untuk merusak. Untuk penyimpanan jangka panjang, metode pengawetan harus dilakukan dengan cara membunuh mikroba atau menginaktifkan enzim yang menjadi penyebab kerusakan.
Pengendalian
Mikroba Agar Tidak Merusak Bahan Pangan
Cara paling penting untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri, kapang dan kamir adalah pemanasan, pendinginan,
pengeringan, penambahan asam, gula, garam, pengasapan, pembuangan udara,
penambahan bahan kimia dan radiasi. Sebagian cara tersebut dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan, oleh karena itu perlu ada keseimbangan dalam
penerapannya. Sebagai contoh. aplikasi cara pemanasan pada suhu tinggi cukup
hanya digunakan untuk memusnahkan mikroba tanpa memasak bahan pangan itu
sendiri. Demikian juga dosis radiasi yang digunakan cukup hanya untuk
memusnahkan spora bakteri dengan pengaruh sangat minimum terhadap komponen
bahan pangan. Dengan demikian, dalam pengawetan pangan pertimbangan atas
perlakuan dan dosis yang digunakan sangat penting untuk memperoleh hasil yang
optimum.
Pemanasan
Umumnya bakteri, kapang dan kamir paling
baik tumbuh pada suhu antara 16 sampai 370 C. Mikroba
yang tahan panas atau termofil mungkin masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 65
sampai 820C. Umumnya bakteri akan terbunuh pada suhu antara 82 sampai 930C.
Meskipun demikian spora bakteri tidak akan terbunuh pada suhu air mendidih
1000C selama 30 menit. Untuk lebih meyakinkan bahwa semua mikroba mati, suhu
harus dinaikkan sampai 1210C dengan pemanasan uap dan bahan pangan
dipertahankan pada suhu ini selama 15 menit atau lebih. Pemanasan pada suhu
seperti ini dapat dilakukan dengan uap dibawah tekanan sampai 15 psi di dalam
suatu retort atau autoklaf. Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara suhu
dengan pertumbuhan mikroba.
Tabel Hubungan antara Suhu dan
Pengaruhnya terhadap Mikroba
No.
|
Suhu (0C)
|
Pengaruh Suhu pada Mikroba
|
1.
|
121
|
Suhu uap
pada tekanan 15 psi selama 15 sampai 20 menit membunuh semua bentuk bakteri
termasuk sporanya
|
2.
|
116
|
Suhu uap
pada tekanan 10 psi selama 30 sampai 40 menit membunuh semua bentuk bakteri
termasuk sporanya
|
3.
|
110
|
Suhu uap
pada tekanan 10 psi selama 30 sampai 40 menit membunuh semua bentuk bakteri
termasuk sporanya
|
4.
|
104
|
Suhu uap
pada tekanan 2 psi
|
5.
|
100
|
Suhu
mendidih air murnipada permukaan air laut. Membunuh sel vegetatif setelah
pemanasan cukup lama, tetapi tidak membunuh spora
|
6.
|
93
|
Umumnya
sel bakteri, kapang dan kamir yang sedang tumbuh dapat mati pada suhu ini
|
7.
|
82,2
|
Bakteri
termofilik tumbuh pada kisaran suhu ini
|
8.
|
76,7
|
Pasteurisasi
susu selama 30 menit membunuh bakteri patogen yang menimbulkan penyakit pada
manusia kecuali sporanya
|
9.
|
37,8
|
Kisaran
pertumbuhan yang aktif bagi bakteri, kapang dan kamir
|
10.
|
10
|
Pertumbuhan
mikroba pada umumnya terhambat
|
11.
|
4,4
|
Pertumbuhan
optimum mikroba psikrofil
|
12.
|
-18
|
Pembekuan.
Pertumbuhan mikroba terhenti
|
Pemanasan
pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan. Dalam proses ini, suhu
dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa sehingga kombinasinya dapat
membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Tidak semua bahan pangan
membutuhkan panas yang sama untuk sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya,
wadah yang digunakan dan isi kalengnya apakah mengandung banyak cairan atau
tidak.
Terdapat 3 cara pemanasan atau proses termal yang umum dilakukan dalam pengolahan pangan, yaitu : blansir (blanching), pasteurisasi dan sterilisasi komersial.
Terdapat 3 cara pemanasan atau proses termal yang umum dilakukan dalam pengolahan pangan, yaitu : blansir (blanching), pasteurisasi dan sterilisasi komersial.
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan
yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab
penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit
perut lain. Panas yang diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh
bakteri-bakteri patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan
pada suhu 600C selama 30 menit. Pada suhu 600C selama 30 menit setara dengan
pemanasan pada suhu 720C selama 15 detik. Pasteurisasi yang terakhir ini sering
disebut dengan proses HTST (High Temperature Short Time) atau pasteurisasi
dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Disamping pada produk susu,
pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada produk sari buah-buahan asam. Satu hal
yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja yang dibunuh,
sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih terdapat hidup
dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian, meskipun bakteri ini
tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di dalam produk pangan dapat
menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu, produk-produk yang sudah
dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan dan tidak boleh
berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih hidup dapat melangsungkan
pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan produk pasteurisasi seperti susu
atau sari buah umumnya hanya 2 minggu.
Sterilisasi Komersial
Sterilisasi Komersial
Pemanasan dengan sterilisasi komersial
umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal
dengan bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam rendah
adalah bahan pangan yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya seluruh
bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan, beberapa jenis
sayuran seperti buncis dan jagung.
Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 1000C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap airselama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produk-produk yang bentuknya cair.
Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan.
Pendinginan dan Pembekuan
Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 1000C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap airselama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produk-produk yang bentuknya cair.
Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan.
Pendinginan dan Pembekuan
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C
akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan
pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada
sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu –9,50C atau di bawahnya
karena adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan
titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.
Pendinginan
Pendinginan umumnya merupakan suatu
metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan
pangan secara keseluruhan. Oleh sebab itu pendinginan seperti di dalam lemari
es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan sayuran dan
buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah
dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya.
Sebagai contoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu lebih
rendah dari 130C karena akan mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena
suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan
menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat, sedangkan buah tomat akan
menjadi lunak karena teksturnya rusak.
Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu
bahan pangan sampai bahan pangan membeku, yaitu jika suhu pada bagian dalamnya
paling tinggi sekitar –180C, meskipun umumnya produk beku mempunyai suhu lebih
rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini bahan pangan menjadi awet karena
mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif. Sayuran dan buah-buahan
umumnya diblansir dahulu untuk menginaktifkan enzim sebelum dibekukan. Bahan
pangan seperti daging dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan, ikan dapat
disimpan selama 8 sampai 12 bulan dan buncis dapat disimpan antara 12 sampai 18
bulan.
BAB
3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan
Bahan
3.1.1
Alat
1. Pengepres
2. Kantong plastik
3. Oven
4. Tissue
5. Baki plastik
6. Panci rebus
7. Pisau
3.1.2 Bahan
1. Terong belanda
2. Cabe merah besar
3. Tomat buah
4. Strawberry
5. Mangga golek
6. Air panas
7. Detergen
8. Air biasa
9. NaClO
10. CaCl2
3.2
Skema Kerja
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1
Hasil Pengamatan
Kelompok 1
Bahan : Terong belanda
Warna
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
-
|
-
|
-
|
-
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
+
|
+++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
++++
|
Tekstur
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
-
|
-
|
-
|
-
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
++
|
+++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
Air panas (C)
|
++
|
++++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
++
|
++
|
+++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
+++
|
Berat
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
-
|
-
|
-
|
-
|
NaClO (A)
|
118,141
|
116,171
|
118,151
|
117,915
|
CaCl2
(B)
|
105,291
|
105,273
|
105,240
|
105,206
|
Air panas (C)
|
90,056
|
89,672
|
59,229
|
88,156
|
Oven (D)
|
137,574
|
137,543
|
138,356
|
137,187
|
Air biasa (E)
|
209,863
|
109,543
|
209,292
|
207,755
|
Detergen (F)
|
230,111
|
228,762
|
231,321
|
230,058
|
Aroma
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
-
|
-
|
-
|
-
|
NaClO (A)
|
+
|
++
|
+++
|
+++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
Air panas (C)
|
+
|
+++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
+++
|
Kelompok 2
Bahan : Cabe merah
Warna
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
++
|
++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Air panas (C)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
++
|
++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
++
|
++
|
Detergen (F)
|
+
|
++
|
++
|
++
|
Tekstur
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
NaClO (A)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
++
|
++
|
Air panas (C)
|
++
|
++
|
+++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Berat
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
10,506
|
9,892
|
9,338
|
8,904
|
NaClO (A)
|
8,867
|
8,786
|
7,465
|
8,676
|
CaCl2
(B)
|
12,501
|
12,962
|
12,638
|
12,910
|
Air panas (C)
|
6,997
|
6,915
|
5,983
|
7,005
|
Oven (D)
|
9,412
|
8,375
|
9,403
|
9,336
|
Air biasa (E)
|
8,596
|
9,038
|
8,799
|
9,008
|
Detergen (F)
|
11,244
|
11,299
|
11,288
|
11,251
|
Aroma
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
+
|
+
|
+
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Air panas (C)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Oven (D)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Kelompok 3
Bahan : Tomat
Warna
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
NaClO (A)
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
+
|
+
|
++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Detergen (F)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Tekstur
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
CaCl2
(B)
|
++
|
+++
|
++++
|
+++++
|
Air panas (C)
|
+++
|
++++
|
+++++
|
++++++
|
Oven (D)
|
++
|
++
|
+++
|
+++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
++
|
+++
|
+++++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
+++
|
+++++
|
Berat
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
66,218
|
64,918
|
64,067
|
63,459
|
NaClO (A)
|
80,224
|
80,149
|
80,115
|
83,016
|
CaCl2
(B)
|
68,940
|
68,881
|
68,823
|
68,806
|
Air panas (C)
|
58,976
|
58,857
|
58,754
|
58,673
|
Oven (D)
|
55,222
|
55,217
|
55,187
|
55,112
|
Air biasa (E)
|
62,995
|
62,726
|
62,486
|
60,146
|
Detergen (F)
|
64,463
|
64,380
|
64,332
|
64,123
|
Aroma
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
+
|
++
|
+++
|
NaClO (A)
|
-
|
+
|
+
|
++
|
CaCl2
(B)
|
-
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
++
|
+++
|
++++
|
++++++
|
Oven (D)
|
-
|
+
|
++
|
+++
|
Air biasa (E)
|
-
|
++
|
+++
|
++++
|
Detergen (F)
|
-
|
++
|
+++
|
+++++
|
Kelompok 4
Bahan : Strawberry
Warna
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
++
|
+++
|
++++
|
+++++
|
NaClO (A)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
++
|
+++
|
+++
|
Air panas (C)
|
+
|
++
|
++
|
+++
|
Oven (D)
|
++
|
+++
|
+++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Detergen (F)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Tekstur
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
NaClO (A)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Air panas (C)
|
++
|
++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
++
|
++
|
+++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Detergen (F)
|
+
|
++
|
+++
|
++++
|
Berat
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
10,288
|
9,075
|
7,719
|
7,309
|
NaClO (A)
|
10,488
|
10,455
|
10,404
|
10,332
|
CaCl2
(B)
|
8,989
|
8,851
|
8,766
|
8,896
|
Air panas (C)
|
11,223
|
11,194
|
11,111
|
11,048
|
Oven (D)
|
11,585
|
11,392
|
11,341
|
11,277
|
Air biasa (E)
|
9,935
|
9,520
|
9,509
|
9,363
|
Detergen (F)
|
11,918
|
11,752
|
11,711
|
11,660
|
Aroma
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
++
|
+++
|
++++
|
++++
|
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Air panas (C)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Oven (D)
|
++
|
++
|
++
|
++
|
Air biasa (E)
|
++
|
+++
|
+++
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Kelompok 5
Bahan : Mangga
Warna
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
||||
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
+
|
+++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
++++
|
Tekstur
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
||||
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
+
|
+++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
++++
|
Berat
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
||||
NaClO (A)
|
||||
CaCl2
(B)
|
||||
Air panas (C)
|
||||
Oven (D)
|
||||
Air biasa (E)
|
||||
Detergen (F)
|
Aroma
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Hari ke-1
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
Kontrol
|
||||
NaClO (A)
|
+
|
+
|
+++
|
++++
|
CaCl2
(B)
|
+
|
+
|
+
|
++
|
Air panas (C)
|
+
|
+++
|
++++
|
++++
|
Oven (D)
|
+
|
++
|
++
|
++++
|
Air biasa (E)
|
+
|
+
|
+
|
+++
|
Detergen (F)
|
+
|
+
|
++
|
++++
|
4.1
Hasil Perhitungan
Tidak
ada hasil perhitungan dari pengamatan yang sudah diakukan karena tidak
dilakukannya perhitungan.
BAB
5 . PEMBAHASAN
5.1
Chilling Injuring dan Mekanismenya serta Blanching dan Macam – macamnya.
Chilling Injuring merupakan jenis
kerusakan yang terjadi karena suatu produk holtikultural yang terekspos pada
suhu rendah tetapi bukan pada suhu bekunya ; sering hal tersebut terjadi pada
kisaran suhu 0oC - 10oC.pada suhu tersebut , sayur dan buah
menjadi lemah karena mereka tidak dapat melaksanakan proses metabolisme secara
normal.
Mekanisme
chilling injuring dapat dijelaskan bahwa ketika suhu penyimpanan direndahkan ,
maka komponen lemak pada selaput sel pada suhu kritis akan memadat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang akhirnya mengakibatkan keretakan
pada selaput sel. Keretakan ini kemudian memicu peningkatan permeabilitas sel,
yang merupakan salah satu ciri utama terjadinya kerusakan dingin.
Blenching merupakan proses panas yang
pengoperasianya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya
berlangsung pada suhu antara 70 – 100 oC. Pada pabrik – pabrik
pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses pemanasan
pendahuluan. Contohnya adalah pabrik pengalengan makanan seperti jamur kaleng,
buah kaleng dll. Proses ini dirasa cukup jika tujuan blanching sudah tercapai
seperti inaktivasi enzim, mikrooorganisme dan penyusutan berat. Proses
pemanasan blanching tentunya berpengaruh pada sifat bahan pangan terutama berat
, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan kandungan dalam bahan pangan itu
sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai bahan paling dominan. Ada 4
jenis blanching, yakni :
·
Steam Blanching
Steam blanching ini
menggunakan uap air panas (pengukusan) pada buah dan sayuran dengan suhu
kisaran antar 70 – 100oC dengan waktu yg ditentukan.
·
Mikrowave Blanching
Mikorwave ini tidak
dapat menonaktifkan semua enzim, menyebabkan hilangnya rasa, tekstur dan warna
bahan makanan juga tidak lebih menghemat waktu atau energi dibanding steam
blanching.
·
Water Hot blanching
Metode blanching yang
satu ini menggunakan air panas yang bersuhu antara 80 – 100 oC
dengan mencelupkan langsung buah dan sayur ke dalam air panas. Perlakuan
blanching ini dapat menyebabkan komponen bahan makanan banyak yang terbuang
dalam air, sehingga air tersebut dapat merubah flavor dari bahan.
·
Quick Blanching
Metode blanching pada
makanan dalam kurun waktu yang cepat.
5.2 Perlakuan Kemis dan Fisis
Perlakuan kemis merupakan penanganan pasca panen pada buah dan
sayur yang dilakukan dengan bantua zat – zat kimia untuk menghambat pemasakan
buah dan sayur. Sebelum melakukan perlakuan tersebut harus diketahui lebih
dahhulu zat kimia yang cocok untuk menghambat pemasakan buah.
Pengaruh perlakuan kemis pada buah dan sayur adalah dapat
menghambat kerusakan buah, mislanya pencegahan browning enzimatis, selain itu
juga dapat menghambat pemasakan buah karena menghambat laju respirasi pada
buah.
Contoh perlakuan kemis adalah penambahan zat kimia yang biasanya
dilakukandengan cara pencelupan pada larutan tertentu, pelapisan kulit buah
dengan menggunakan pelapis gel karbohidrat yang dapat menutupi pori – pori dari
buah sehingga proses respirasi dan transpirasi menjadi terhambat dan akhirnya
umur simpan buah dapat menjadi lebih lama. Untuk penambahan zat pada saat
penyimpanan buah biasanya menggunakan KmnO4 yang dapat mengoksidasi etilen
sehingga etilen yang teroksidasi tidak mempunyai kemampuan untuk memacu kematangan
buah.
Perlakuan dengan fisis yakni dengan memberikan pengontrolan
udara, kelembapan dan suhu, suhu rendah maupun suhu tinggi. Perlakuan kemis
yaitu perlakuan yang dilakukan dengan penambahan bahan – bahan kimia yang dapat
menghambat proses pemasakan bahan pangan. Hal tersebut dilakukan karena zat –
zat kimia yang digunakan dapat menghambat proses respirasi dan menghambat kerja
etilen yang dapat memacu kerja enzim dalam pematangan buah.
5.3 Tujuan Perlakuan Suhu Tinggi dan Suhu Rendah
Untuk Menghambat Kerusakan Buah.
Perlakuan
suhu tinggi pada buah atau sayur umumnya dapat mematikan mikroba yang dapat
menyebabkan penyakit karena pada suhu tingi banyak mikroba yang akan terbunuh.
Untuk membunuh mikroba yang terdapat pada bahan pangan yang tahan terhadap
panas dilakukan pemanasan uap setelah dilakukan pemanasan. Akan tetapi,
pemanasan yang terlalu lama justru akan merusak buah atau sayur. Selain untuk
membunuh mikroba, suhu yang tinggi juga dapa menyebabkan enzim menjadi rusak
sehingga metabolisme akan terhenti. Dengan terbuhunya mikroba dan rusaknya
enzim, maka umur simpan buah dan sayur dapat diperpanjang.
Pada
suhu yang dingin, pertumbuhan mikroba yang ada pada buah dan sayur akan
terhambat. Pada saat suhu mencapai dibawah titik beku maka pembelahan sel
mikroba menjadi tidak ada. Selain menghambat kinerja dari enzim yang terdapat
pada buah atau sayur sehingga poses – proses kimiawi yang terdapat pada buah
atau sayur yang membutuhkan enzim mennjadi tidak berjalan. Hal ini akan
mengakibatkan sel – sel atau jaringan – jaringan yang ada pada buah dan sayur
terlihat masih segar. Lambatnya pertumbuhan mikroba dan terhambatnya kinerja
enzim pada suhu dingin ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan
pada pengawetan pangan. Akan tetapi dalam pengawetan buah dan sayur pada suhu
dingin dapat terjadi chilling injuring.
Temperatur
sangat mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisator oleh enzim. Dengan
kenaikan suhu sekitar 10oC pada buah akan mempercepat laju respirasi
menjadi 2 kali. Sedangakan apabila terjadi penurunan suhu dan memperlambat
timbulnya peningkatan klimaterik dan menurunkan tingginya klimaterik.
Temperatur juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kebanyakan bakteri
perusak tumbuhan baik pada suhu 25 – 30oC.
5.4 Fungsi Masing – Maing Perlakuan
Pada percobaan kali ini dipakai buah
a. Kontrol
, yaitu tanpa mendapatkan perlakuan apapun. Yang berfungsi untuk pembanding
dengan buah yang diberi perlakuan.
b. Direndam
NaClO selama 10 menit, dengan tujuan untuk menghambat pemasakan buah dan
mempertahankan tekstrur buah agar tetap baik. Serta antiseptik agar mikroba
yang dapat mempercepat pemasakan buah dapat dikurangi.
c. Direndam
CaCl selama 10 menit agar dapat mempertahankan kekerasan dan simpan buah.
Pemberian secara langsung baik melalui penyemprotan prapanen aplikasi pasca
panen lebih mempermudah penyerapan kalsium pada buah. Perendaman CaCl dapat
meningkatkan kandungan Ca pada buah sehingga dapat menghambat perubahan warna
dan memperbaiki penampilan visual buah.
d. Direndam
air panas selama 10 detik, bertujuan untuk membunuh bakteri yang menempel pada
buah dan sayur, perendaman dengan air dingin juga untuk menghilangkan
mikroorganisme yang kemungkinan masih menepel pada buah dan sayur.
e. Di
oven selama 2 jam, bertujuan untuk meningkatkan resistensi terhadap chilling
injury dan mencegah infeksi mikroba pathogen.
f. Direndam
air biasa selama 10 m,enit, fungsinya untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan dengan mengurangu jumlah mikroba pathogen.
g. Direndam
detergen selama 10 menit. Disini deterjen berperan sebagai antiseptik yang
dapat membunuh mikroorganisme yang menempel pada buah dan sayur. Detergen
membunuh mikroorganisme dengan jalan merusak dinding sel mikroorganisme yang
menempel pada buah dan sayur.
h. Sebelum
melauli beberapa perlakuan, buah dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu agar
kotoran – kotoran yang ada dapat hilang.
i.
Disimpan pada suhu
ruang brtujuan untuk mengetahui perubahan – perubahan pada tiap harinya
sehingga dapat diketahui perlakuan mana yang paling baik.
5.5 Analisa Data
·
Kelompok 1
Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut :
Pada perubahan warna, untuk perlakuan NaClO didapatkan bahwa
warnanya semakin haru semakin gelap, pada perlakuan CaCl2 dari hari
ke 0 – hari ke 2 warnaya tetap namun pada hari ketiga warnanya berubah menjadi
gelap, perlakuan dengan air panas perubahanya drastis dari hari ke 1 – hari
terakhir warnanya pucat. Pada perlakuan oven perubahan warna semakin hari
semakin gelap dan paling pucat hari ke tiga. Pada perlakuan air biasa mulai
hari pertama sampai hari kedua tetap dan berubah pada hari terakhir, pada
perlakuan detergenperubahan terjadi pada hari ke 3. Terjadi penyimpangan pada
kontrol karena tidak dapat diamati
Pada perubahan tekstur, perubahan paling drastis pada air panas
dan oven teksturnya semakin lunak dan pada air panas terdapat gelembung udara
di sekitar buah. Sedangkan pada perlakuan yang lain perubahan paling tampak
pada hari ketiga. Penyimpangan terjadi pada kontrol karena tidak ada kontrol
yang digunaka.
Pada
perubahan berat untuk NaCl hari ke o sampai hari ke 1 mengalami penurunan namun
pada hari ketiga terjadi kenaikan berat. Untuk CaClsemakin hari semakin turun.
Untuk oven sama dengan NaClOdari hari ke 0sampai hari ke 1 turun lalu pada hari
ke dua naik.untuk detergen turun pada hari kesatu namun hari kedua naik.
Untuk
perubahan aroma pada semua perlakuan semakin hari hari semakin menyengat, namun
pada kontrol terjadi penyimpangan.
Pada
perubahan kenampakan , kenampakan pada perlakuan NaClO dari air panas terjadi
perubahan pada hari 1 sampai hari terakhir. Kenampakan paling jelek pada air
panas namun prlakuan lain kenampakan berubah pada hari terakhir.
·
Kelompok 2
Pada
praktikum kali ini pengamatan yang dilakukan ada 4 yakni warna , tekstur, aroma
dan berat dengan 7 perlakuan yang berbeda dan hasilnua sebagai berikut:
Pada
pengamatan warna dari ke 6 perlakuan yang berbeda didapat bahwa perlakuan cabe
yang dicelupkan ke dalam CaCl2 warnanya paling cerah dari hari ke o
sampai hari ke 3 dan tidak mengalami perubahan. Yang ke 2 yaitu direndam dengan
blanching warnanya terbaik kedua dan ketiga air biasa terakhir kontrol.
Perlakuan NaClO, oven dan air biasa warnanya sama.
Pengamatan
kedua yaitu pada tekstur yang mana cabe yang teksturnya paling keras atau
perlakuan yang paling baik adalah oven, air biasa dan detergen. Selanjutnya
yang diberi CaCl2, kontrol, blanching dan NaClO merupakan tekstur
yang jelek ( lunak ) dibandingkan yang diberi CaCl2, air biasa dan
detergen. Sedangan beratnya dari hari ke 0 sampai terakhir semakin manurun.
Dari
pengamatan warna dari hari ke ke 0 sampai hari ke 3 dengan 6 perlakuan dan 1
kontrol aromanya sama yang tetap segar n enak. Dapat disimpulkan dari uraian di
atas bahwa terjadi penyimpangan yakni seharusnya berat cabe semakin hari harus
menurun tetapi dari hasil pengamatan dari hari ke hari malah semakin meningkat.
Ini disebabkan kurangya ketelitian dari praktikan pada saat melakukan
praktikum.selain itu bisa juga neraca yang digunakan todak valid lagi dalam
melakukan pengukuran.
·
Kelompok 3
Pada
praktikum kali ini dilakukan pengamatan pada buah tomat terhadap warna, aroma,
tekstur dan bertanya.
Perubahan
warna yang mencolok adalah pada sampel yang direndam pada detergen. Perubahan
warna menjadi kemerahan ini disebabkan karena terjadi sintesis pigmen
karotenoid analisa yang tidak mudah rusak karena cahaya, panas dan oksidasi.
Panas dan oksidasi serta terdegradasinya klorofil pada buah selain pada
perlakuan direndam pada betergen juga pada perlakuan kontrol dan air biasa
warnanya semakin merah pula.
Perubahan
tekstur juga terjadi pada semua sampel. Penyebab lunaknya buah – buahan selain
mas penyimpanan disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan
adanya substansi pektin yaitu larutnya
pektin secara progresif. Pada sampel tomat, yang mempunyai tekstur paling
panas. Selain itu pada kontrol air biasa juga semakin lunak.
Penyusutan
beratsampel buahntomat terjadi pada semua perlakuan . akan tetapi penytusutan
berat yang paling banyak adalah pada sampel yang direndam air biasa. Penyusutan
berta ini terjadi karena adanya proses respirasi dan transpirasi pada buah.
Peubahan
aroma terjadi pada semua sampel. Aroma ini disebabkan oleh metabolisme di dalam
buah merubah substrat – substrat sehingga senyawa – senyawa volatil menjadi
banyak dan mudah menguap memberikan aroma khas buah. Aroma paling menyengat
terdapat pada perendaman air panas.
·
Kelompok 4
Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap buah strawbery dapat
dilakukan analisa sebagai berikut :
a).
Perubahan berat yang terjadi pada buah strawberry yang telah mngalami perlakuan
khemis dan fisis selama penyimpanan menunjukkan penurunan terhadap beratnya.
Hal ini terjadi pada semua perlakuan,
baik perendaman menggunakan NaClO, CaCl2, air panas, air biasa, detergen, oven maupun kontrol menunjukkan bahwa selama penyimpanan telah terjadi
respirasi yang menyebabkan degradasi dari kandungannya.
b).
Selain mengalami perubahan berat, buah selama disimpan juga akan mengalami
perubahan atau peningkatan aroma. Buah yang disimpan semakin lama penyimpanan
maka buah akan semakin matang. Tingkat kematangan tentunya ditunjukkan dengan
perubahan tekstur dan aroma. Biasanya semakin matang suatu buah maka aromanya
akan semakin menyengat. Berdasarkan data kami aroma strawberry yang paling
menyengat adalah pada kontrol.
c).
Tingkat kematangan buah ditunjukkan dengan perubahan tekstur yang semakin
lunak karena buah mengalami degradasi
selama penyimpanan. Berdasarkan hasil pengamatan tekstur dari strawberry yang
paling lunak adalah pada perendaman air panas, selain membunuh mikroorganisme
penyebab kerusakan juga melunakkan sel-sel jaringan sehingga buah menjadi
lunak.
d).
Kenampakan dari buah strawberry selama penyimpanan menunjukkan tuimbulnya
bercak putih (sejenis jamur) yang tumbuhpada permukaan buah strawberry sehingga
kenampakannya semakin buruk. Berdasarkan hasil pengamatan kenampakan dari
strawberry yang masih bagus adalah strawberry yang direndam CaCl2. Hal ini
membuktikan bahwa semakin banyak
kandungan Ca dalam buah maka akan memperlambat laju respirasi sehingga umur
simpan dapat lebih lama.
e).
Tingkat kematangan dari buah juga ditunjukkan dengan perubahan warna karena
terjadi degradasi klorofil sehingga
namanya semakin memudar. Berdasarkan pengamatan buah yang mengalami perubahan
warna yang cukup jelas adalah yang direndam dengan air panas. Karena air panas
dapat merusak pigmen dari buah strawberry itu sendiri sehingga warnanya cepat
rusak.
Dari
penjelasan secara keseluruhan, baik dilihat dari perubahan warna, tekstur,
aroma dan kenampakan buah yang tadi konsinya masih cukup baik dan daya
simpannya lebih lama adalah buah yang cukup baik dan daya simpannya lebih lama
adalah buah yang direndam dengan CaCl2.
·
Kelompok 5
a).
Perubahan warna yang terjadipadamangga golek
bahwa perlakuan yang paling buruk adalah pada kontrol, C, dan F. Dan
yang paling baik ada pada perendaman CaCl2, hal ini terjadi karena CaCl2
dapatmenjaga warna agar tetap baik dan segar yakni pada mangga golek tetap
berwarna hijau muda.
b).
Pada pengamatan perubahan tekstur, didapati tekstur paling baik ada pada
perlakuan A, C, D dan F yakni pada perendaman NaClO, blanching, regulating
oven, dan perendaman dengan detergen. Hal ini terjadi krena aw bahan berkurang
selain itu perlakuan diatas dapat mengurangi kandungan air dalam mangga golek
sehingga teksturnya lebih kras.
c).
Perubahan aroma didapati pada semua perlakuan .perubahan aroma terjadi
disebabkan karena mangga golek yang digunakan
adalah mangga muda
d).
Selama 3 hari pengamatan terjadi penyusutan berat dimana penyusutan berat
paling kecil ada pada perlakuan A, dan kontrol yakni perlakuan CaCl2 dan
kontrol . hal ini sesuai dengan literatur, karena CaCl2 dapat mempertahankan
tekstur, berat dari suatu buah mangga golek .
5.6 Manfaat Melakukan Perlakuan Kemis dan Fisis
dalam Menghambat Pemasakan dan Kerusakan Pasca Panen Pada Buah dan Sayur Serta
Aplikasinya pada Industri Bahan Pangan.
Buah dan sayur merupakan hasil tanaman yang biasanya
mudah mengalami kerusakan baik itu kerusakan biologis, kerusakan fisis,
kerusakan kimiawi dan berbagai kerusakan lainya. Kerusakan pasca panen dapat
diakibatkan pada saat penyimpanan maupun pada saat pengolahan dan
pendistribusian. Buah – buahan dan sayuran merupakan komponen – konponen
organik yang mudah mengalami perubahan masih berlangsungnya proses biokimia .
metabolisme yang tepat berlangsung pada buah dan sayur menyebabkan mutu buah
menurun. Penanganan secara fisik maupun kemis diharapkan dapta mengurangi atau
menghambat kerusakan bahan.
Manfaat melakukan acara ini adalah agar dapat
mengetahui perlakuan apa saja yang dapat menghambat pemasakan dan kerusakan
pasca panen pada buah dan sayur serta dapat membedakan perlakuan mana dari
ketujuh perlakuan terssebut yang paling bagus dalam menghambat kerusakan buah
dan sayur. Selain itu, manfaatnya adalah dapat menganalisis mana dari perlakuan
tersebutyang tidak harus dilakukan pada jenis buah tertentu.
Penanganan buah dan sayur prapanen ataupun pascapanen
dapat menyebabkan buah dan sayur menjadi berubah, baiuk itu berupa perubahan
kenampakan, tekstur, aroma, ataupu warna dari buah dan sayur itu sendiri.
Apabila buah dan sayur yang setelah dipanen dibiarkan tanpa penanganan maka
akan menyebabkan kerusakan. Untuk itu, kebanyakan orang melakukan penanganan buah
dan sayur pasca panen bertujuan unntuk memperpanjang daya tahan atau daya
simpan sayur dan buah.
Aplikasi dalam industri bahan pangan antara lain pada
pengolahan buah dan sayur yang ada pada supermarket yang diberi perlakuan
menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghambat pemasakan buah dan sayur.
Perlakuan fisis misalnya dengan menggunakan suhu rendah dan inin juga terdapat
di supermarket yang memakai room cooling untuk menyimpan buah dan sayur.
BAB
4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari
praktikum perlakuan khemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan kerusakan
pasca panenbuah dan sayur adalah sebagai berikut:
1. Chiling
injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena penyimpanan di bawah batas
kritis suatu komoditi terhadap suhu rendah.
2. Pengontrolan
secara fisis dan khemis pada sayur dan buah pasca panen diharapkan dapat
mencegah atau mengurangi kerusakan bahan.
3. Perlakuan
khemis dilakukan dengan bantuan zat-zat kimia. Contoh: penggunaan vitamin c untuk
mencegah browning.
4. Suhu
tinggi pada buah dan sayur dapat mematikan mikroba.
5. Pada
suhu dingin, pertumbuhan pada mikroba yang ada pada buah dan sayur akan
terhenti.
6. Detergen
dapat membunuh mikroba yang ada pada buah dan sayur
7. CaCl2
dapat mempertahankan kekerasan pada buah
8. Air
panas berfungsi untuk membunuh mikroba pathogen.
9. Regulating
oven berfungsi untuk meningkatkan resistensi terhadap Chilling injury.
10. Semua
sampel dengan perlakuan yang berbeda-beda mengalami penyusutan berat.
4.2 saran
Praktikan diharapkan lebih hati-hati
dalam melakukan praktikum dan memperhatikan kembali tata tertib praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan
Sayur. Bandung: Penerbit Alumni.
Buckle, K.A.,Edwar, R.A.,Fleet, G.H, dan
M.Wooto.1987.Ilmu Pangan .Penerjemah
Harin Purnomo dan Adiono.Jakarta:UI Press.
Budiyanto,MAK.2002.Dasar-Dasar Ilmu Gizi.Malang:UMM Press.
Handayani, S. 1994. Pasca Panen Hasil
Pertanian. Surrakarta: Sebelas Maret University Press.
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi
Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartasapoetra, A.G. 1994. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pusta Utama.
Pantastico, C.R.B. 1989. Dasar-Dasar
Memilih Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pantastico, C.R.B. 1993. Fisiologi Pasca
Panen. Yogyakarta: UGM-Press.
Plezar, M.J. 1988. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.
Purnomo,H dan Adiono.2007.Ilmu Pangan.Jakarta:Universutas
Indonesia.
Syarief, R. 1993. Teknologi
Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan
Winarno, F.G. 1981. Fisiologi Lepas
Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.