Monday, November 23, 2015

Laporan Kelompok Fistek "Perlakuan Khemis dan Fisis dalam Menghambat Pemasakan dan Kerusakan Pasca Panen pada Buah dan Sayur"

 

 LAPORAN KELOMPOK
FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN
“PERLAKUAN KHEMIS DAN FISIS DALAM MENGHAMBAT PEMASAKAN DAN KERUSAKAN PASCA PANEN PADA BUAH DAN SAYUR”




disusun oleh :
Putri Sukarnowati    (101710101      )
Evita Rahmayanti     (101710101052)
Fani Firdausi             (1017101010    )
Frida Maslikhah        (101710101064)
Alfiana                       (101710101097)
Yuke Rasadi              (1017101010    )





JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKUKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dewasa ini konsumen sudah mulai menentukan apa yang akan dimakan ataupun tidak. Konsumen lebih mempertimbangkan mengenai kandungan dari makanan yang akan dimakan, seperti vitamin dan mineral lain yang terdapat dalam buah dan sayur. Buah dan sayur merupakan hasil tanaman yang biasanya mudah mengalami kerusakan baik itu kerusakan kimiawi dan berbagai kerusakan lainnya. Kerusakan pasca panen dapat diakibatkan pada saat penyimpanan maupun pada saat pengolahan dan pendistribusian. Buah-buahan dan sayuran merupakan komponen-komponen yang mudah mengalami perubahan karena masih berlangsungnya proses biokimia.  Metabolisme yang masih tetap berlangsung pada buah dan sayur menyebabkan perubahan-perubahan pada bahan yang menyebabkan mutu buah menurun. Penguasaan penanganan secara fisik maupun khemis diharapkan dapat mengurangi atau menghambat kurusakan pada bahan.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan khemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah sehingga dapat dilakukan penanganan yang sesuai pada masing-masing buah untuk selanjutnya buah dapat dipertahankan tetap baik ketika sampai pada konsumen.

1.2  Tujuan
Tujuan dilakukannya paktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengaruh perlakuan khemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah.
2.      Untuk mengetahui perlakuan khemis dan fisis yang paling baik dalam menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah.
  

 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

 Blansing adalah teknik untuk menjaga sayuran agar tetap renyah dan empuk. Metode ini berarti mencelupkan makanan ke dalam air mendidih, memasaknya dan kemudian segera mendinginkannya. Blansing ringan hanya memasak kulit sayuran. Blansing memperlambat atau menghentikan tindakan enzim yang terus bahkan setelah panen sayuran. Mencegah sayuran dari kehilangan warna, tekstur, dan rasa.
 Blanching adalah cara pemanasan yang bisanya dilakukan sebelum proses (pre-treatment) yang di tujukan untuk mengoptimalkan proses yang selanjutnya seperti pengeringan,pembekuan,dan pengalengan.
Tujuan blansing:
1.          Inaaktivasi enzim-enzim oksidatif (contohnya: peroksidase,katalase,polifenol oksidase,lipogenase,dll.) krena enzim enzim ini dapat menyebabkan perubahan kualitas warna, bau,citarasa,tekstur.
2.          Mengurangi jumlah mikroba awal
Keuntungan dari blansing sayuran:
·         Akan mencerahkan warna beberapa sayuran yang berwarna hijau atau yang telah berwarna kekuningan.
·         Sayuran dapat dibekukan untuk digunakan kemudian. Warna dan rasa tetap utuh. Hal ini penting jika sayuran harus disimpan untuk waktu lebih lama.
·         Menyebabkan minyak goreng yang digunakan lebih sedikit sehingga baik untuk kesehatan.
·         Blansing menghilangkan kelebihan air dari sayuran dengan kadar air tinggi.
·         Membuat kulit sayuran lebih mudah mengelupas.

Jenis blansing ada dua yaitu blansing didih dan blansing kukus. Blansing dapat mempertahankan lebih banyak kadar vitamin dalam sayuran dibandingkan proses pengolahan makanan lainnya. Ada beberapa sayuran yang tidak pucat sebelum pembekuan seperti paprika, bawang dan air chestnut.
Faktor yang mempengaruhi lama blansing:
1.            Jenis bahan
2.            Ukuran dari potongan-potongan bahan pangan
3.            Temperature blansing
4.            Metode blansing
Blansing yang dipergunakan di praktikum adalah steam blansing dan water blansing. Berikut kelebihan dan kekurangan dari masing masing metode:
1. Steam blansing:
*      Kelebihan:
o       Kehilangan komponen yang larut dalam air lebih kecil sehingga testur dan nutrisi terjaga.
o       Volume limbah kecil sehingga pengolahan limbah minimum
*      Kekurangan:
o   Pada proses ini tidak dapat ditambahkan bahan tertentu yang dapat menghambat perubahan warna pada bahan.
o   Waktu pemanasan sedikit lebih lama dari watter blanshing

2. Watter  blansing
*      Kelebihan:
o   Saat proses blanshing dapat ditambahkan bahan bahan tertentu untuk mencegah perubahan warna pada sample.
o   Waktu pemanasanlebih singkat dari steam blanshing
o   Biaya oprasional lebih murah
*      Kekurangan:
o   Banyak kehilangan komponen bahan pangan pada sample
Efek akibat blansing:
v  Perubahan Tekstur
v  Perubahan nutrisi
v  Perubahan warna
v  Penyusutan berat
Produk yang cocok untuk metode blansing:
-          Steam blansing: sayuran dan buah buahan
-          Water blansing: produk ikan

Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain yang terpenting adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
2. Aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan
3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang pengerat.
4. Kandungan air dalam bahan pangan
5. Suhu, baik suhu tinggi maupun rendah
6. Udara khususnya oksigen
7. Sinar
8. Waktu penyimpanan

Chilling injury adalah salah satu kerusakan fisik pada bahan pangan yang terjadi saat proses pendinginan. Kerusakan dingin (Chilling Injury) ini kemungkinan disebabkan oleh suatu toxin yang terdapat dalam tenunan sel hidup bahan pangan itu sendiri.
Dalam kondisi netral, toxin ini dapat di netralisasi (detoxifikasi) oleh senyawa lain, example: asam chlorogenat dapat dinetralkan oleh asam askorbat. Namun pada proses pendinginan, kecepatan produksi toxin meningkat dan kemampuan detoxifikasi menurun sehingga sel-sel akan keracunan mati hingga terjadi pembusukan.
Walaupun chilling injury dapat dengan mudah dicegah dengan melakukan penyimpanan di atas suhu kritisnya. Namun, sering kali fasilitas untuk mendukung hal tersebut tidak memadai. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengurangi risiko chilling injuries pada bahan pangan pada proses pendinginan, namun tetap saja tidak bisa diterapkan pada semua komoditas bahan pangan.
Cara mencegah Chilling injury:
·         Mengatur suhu pendingin diatas suhu kritis bahan pangan.
Menjaga waktu penyimpanan bahan pangan agar tidak melebihi batas waktu penyimpanan maksimal.
·         Preconditioning
Pendinginan komoditas secara bertahap akan memberikan kesempatan produk segar untuk beradaptasi dengan suhu dingin, dan meminimalkan risiko chilling injuries.
·         Intermittent warming
Hangatkan komoditas pada suhu ruang selama interval penyimpanan dingin, sebelum terjadi kerusakan permanen akibat chilling injuries. Namun, harus diperhatikan, bahwa perlakuan ini dapat mengakibatkan produk menjadi lembek, meningkatkan risiko kebusukan, dan menyebabkan kondensasi.
·         Seleksi kultivar
Pilih kultivar yang resisten terhadap proses chilling.
·         Pemilihan tingkat kematangan
Secara umum, buah yang lebih matang, tidak terlalu rentan terhadap chilling injuries.
·         Penyimpanan khusus
Kelelembaban yang tinggi dapat mengurangi ”dessication” akibat chilling injuries. Controlled atmosphere atau modified atmosphere juga dapat menghambat terjadinya chilling injury, misalnya pada peaches, nectarines, okra, dan alpukat. Namun juga harus diingat, metode ini juga hanya cocok untuk komoditas-komoditas tertentu. Pada komoditas lainnya –misalnya apel, asparagus, dan tomat, justru akan mendorong percepatan chilling injuries

Pengawetan pada Bahan Pangan
Jika bahan pangan ingin dikonsumsi dalam kondisi mutu puncaknya, ada 2 cara paling sederhana yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pertahankan bahan pangan dalam keadaan hidup selama mungkin, atau tidak membunuh hewan atau tanaman sampai pada saatnya dimasak untuk dimakan. Sebagai contoh ikan atau udang yang dipelihara di akuarium atau kolam dan memasaknya pada saat akan dimakan pada prinsipnya tidak mengalami kerusakan yang serius. Demikian halnya dengan ayam yang dipelihara di kandang atau buah yang dibiarkan matang di pohon.
2. Jika hewan atau ikan harus dibunuh, agar lebih awet bahan pangan ini harus   dibersihkan. dibungkus dan didinginkan. Meskipun demikian, cara-cara ini hanya dapat menghambat kerusakan sesaat, misalnya hanya untuk beberapa jam atau hari. Dengan cara ini mikroba atau enzim yang terdapat secara alami dalam bahan pangan tidak akan secara total mati atau diinaktifkan, sehingga masih memungkinkan untuk merusak. Untuk penyimpanan jangka panjang, metode pengawetan harus dilakukan dengan cara membunuh mikroba atau menginaktifkan enzim yang menjadi penyebab kerusakan.

Pengendalian Mikroba Agar Tidak Merusak Bahan Pangan
Cara paling penting untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri, kapang dan kamir adalah pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan asam, gula, garam, pengasapan, pembuangan udara, penambahan bahan kimia dan radiasi. Sebagian cara tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, oleh karena itu perlu ada keseimbangan dalam penerapannya. Sebagai contoh. aplikasi cara pemanasan pada suhu tinggi cukup hanya digunakan untuk memusnahkan mikroba tanpa memasak bahan pangan itu sendiri. Demikian juga dosis radiasi yang digunakan cukup hanya untuk memusnahkan spora bakteri dengan pengaruh sangat minimum terhadap komponen bahan pangan. Dengan demikian, dalam pengawetan pangan pertimbangan atas perlakuan dan dosis yang digunakan sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimum.

Pemanasan
Umumnya bakteri, kapang dan kamir paling baik tumbuh pada suhu antara 16 sampai 370 C. Mikroba yang tahan panas atau termofil mungkin masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 65 sampai 820C. Umumnya bakteri akan terbunuh pada suhu antara 82 sampai 930C. Meskipun demikian spora bakteri tidak akan terbunuh pada suhu air mendidih 1000C selama 30 menit. Untuk lebih meyakinkan bahwa semua mikroba mati, suhu harus dinaikkan sampai 1210C dengan pemanasan uap dan bahan pangan dipertahankan pada suhu ini selama 15 menit atau lebih. Pemanasan pada suhu seperti ini dapat dilakukan dengan uap dibawah tekanan sampai 15 psi di dalam suatu retort atau autoklaf. Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara suhu dengan pertumbuhan mikroba.
Tabel Hubungan antara Suhu dan Pengaruhnya terhadap Mikroba

No.
Suhu (0C)
Pengaruh Suhu pada Mikroba
1.
121
Suhu uap pada tekanan 15 psi selama 15 sampai 20 menit membunuh semua bentuk bakteri termasuk sporanya
2.
116
Suhu uap pada tekanan 10 psi selama 30 sampai 40 menit membunuh semua bentuk bakteri termasuk sporanya
3.
110
Suhu uap pada tekanan 10 psi selama 30 sampai 40 menit membunuh semua bentuk bakteri termasuk sporanya
4.
104
Suhu uap pada tekanan 2 psi
5.
100
Suhu mendidih air murnipada permukaan air laut. Membunuh sel vegetatif setelah pemanasan cukup lama, tetapi tidak membunuh spora
6.
93
Umumnya sel bakteri, kapang dan kamir yang sedang tumbuh dapat mati pada suhu ini
7.
82,2
Bakteri termofilik tumbuh pada kisaran suhu ini



8.
76,7
Pasteurisasi susu selama 30 menit membunuh bakteri patogen yang menimbulkan penyakit pada manusia kecuali sporanya
9.
37,8
Kisaran pertumbuhan yang aktif bagi bakteri, kapang dan kamir
10.
10
Pertumbuhan mikroba pada umumnya terhambat
11.
4,4
Pertumbuhan optimum mikroba psikrofil
12.
-18
Pembekuan. Pertumbuhan mikroba terhenti

Pemanasan pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan. Dalam proses ini, suhu dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa sehingga kombinasinya dapat membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Tidak semua bahan pangan membutuhkan panas yang sama untuk sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya, wadah yang digunakan dan isi kalengnya apakah mengandung banyak cairan atau tidak.
Terdapat 3 cara pemanasan atau proses termal yang umum dilakukan dalam pengolahan pangan, yaitu : blansir (blanching), pasteurisasi dan sterilisasi komersial.

Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit perut lain. Panas yang diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan pada suhu 600C selama 30 menit. Pada suhu 600C selama 30 menit setara dengan pemanasan pada suhu 720C selama 15 detik. Pasteurisasi yang terakhir ini sering disebut dengan proses HTST (High Temperature Short Time) atau pasteurisasi dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Disamping pada produk susu, pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada produk sari buah-buahan asam. Satu hal yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja yang dibunuh, sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih terdapat hidup dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian, meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di dalam produk pangan dapat menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu, produk-produk yang sudah dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan dan tidak boleh berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih hidup dapat melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan produk pasteurisasi seperti susu atau sari buah umumnya hanya 2 minggu.

Sterilisasi Komersial
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan berasam rendah adalah bahan pangan yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan, beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung.
Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 1000C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap airselama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produk-produk yang bentuknya cair.
Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan.

Pendinginan dan Pembekuan
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu –9,50C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.

Pendinginan
Pendinginan umumnya merupakan suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. Oleh sebab itu pendinginan seperti di dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 130C karena akan mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat, sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya rusak.

Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan sampai bahan pangan membeku, yaitu jika suhu pada bagian dalamnya paling tinggi sekitar –180C, meskipun umumnya produk beku mempunyai suhu lebih rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini bahan pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif. Sayuran dan buah-buahan umumnya diblansir dahulu untuk menginaktifkan enzim sebelum dibekukan. Bahan pangan seperti daging dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan, ikan dapat disimpan selama 8 sampai 12 bulan dan buncis dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan.


 BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
              1. Pengepres
              2. Kantong plastik
              3. Oven
              4. Tissue
              5. Baki plastik
              6. Panci rebus
              7. Pisau
3.1.2 Bahan
        1. Terong belanda
        2. Cabe merah besar
        3. Tomat buah
        4. Strawberry
        5. Mangga golek
        6. Air panas
        7. Detergen
        8. Air biasa
        9. NaClO
        10. CaCl2

 3.2 Skema Kerja




BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan
Kelompok 1
Bahan : Terong belanda
Warna
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
-
-
-
-
NaClO (A)
+
+
+++
++++
CaCl2 (B)
+
+
+
++
Air panas (C)
+
+++
++++
++++
Oven (D)
+
++
++
++++
Air biasa (E)
+
+
+
+++
Detergen (F)
+
+
++
++++

Tekstur
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
-
-
-
-
NaClO (A)
+
+
++
+++
CaCl2 (B)
+
++
++
+++
Air panas (C)
++
++++
++++
++++
Oven (D)
++
++
+++
++++
Air biasa (E)
+
+
+
+++
Detergen (F)
+
+
++
+++
Berat
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
-
-
-
-
NaClO (A)
118,141
116,171
118,151
117,915
CaCl2 (B)
105,291
105,273
105,240
105,206
Air panas (C)
90,056
89,672
59,229
88,156
Oven (D)
137,574
137,543
138,356
137,187
Air biasa (E)
209,863
109,543
209,292
207,755
Detergen (F)
230,111
228,762
231,321
230,058

Aroma
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
-
-
-
-
NaClO (A)
+
++
+++
+++
CaCl2 (B)
+
++
++
+++
Air panas (C)
+
+++
++++
++++
Oven (D)
+
++
+++
++++
Air biasa (E)
+
++
++
+++
Detergen (F)
+
+
++
+++

Kelompok 2
Bahan : Cabe merah
Warna
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
++
++
+++
NaClO (A)
+
+
++
++
CaCl2 (B)
+
+
+
+
Air panas (C)
+
+
+
++
Oven (D)
+
++
++
++
Air biasa (E)
+
+
++
++
Detergen (F)
+
++
++
++

Tekstur
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
++
++
+++
NaClO (A)
+
++
+++
++++
CaCl2 (B)
+
+
++
++
Air panas (C)
++
++
+++
++++
Oven (D)
+
+
+
+
Air biasa (E)
+
+
+
+
Detergen (F)
+
+
+
+

Berat
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
10,506
9,892
9,338
8,904
NaClO (A)
8,867
8,786
7,465
8,676
CaCl2 (B)
12,501
12,962
12,638
12,910
Air panas (C)
6,997
6,915
5,983
7,005
Oven (D)
9,412
8,375
9,403
9,336
Air biasa (E)
8,596
9,038
8,799
9,008
Detergen (F)
11,244
11,299
11,288
11,251

 Aroma
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
+
+
+
NaClO (A)
+
+
+
+
CaCl2 (B)
+
+
+
+
Air panas (C)
+
+
+
+
Oven (D)
+
+
+
+
Air biasa (E)
+
+
+
+
Detergen (F)
+
+
+
+


Kelompok 3
Bahan : Tomat
Warna
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
++
+++
++++
NaClO (A)
+
++
++
+++
CaCl2 (B)
+
+
+
++
Air panas (C)
+
+
++
++++
Oven (D)
+
++
+++
++++
Air biasa (E)
+
++
+++
++++
Detergen (F)
+
++
+++
++++

Tekstur
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
++
+++
++++
NaClO (A)
+
+
+
++
CaCl2 (B)
++
+++
++++
+++++
Air panas (C)
+++
++++
+++++
++++++
Oven (D)
++
++
+++
+++++
Air biasa (E)
+
++
+++
+++++
Detergen (F)
+
+
+++
+++++

Berat
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
66,218
64,918
64,067
63,459
NaClO (A)
80,224
80,149
80,115
83,016
CaCl2 (B)
68,940
68,881
68,823
68,806
Air panas (C)
58,976
58,857
58,754
58,673
Oven (D)
55,222
55,217
55,187
55,112
Air biasa (E)
62,995
62,726
62,486
60,146
Detergen (F)
64,463
64,380
64,332
64,123

Aroma
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
+
++
+++
NaClO (A)
-
+
+
++
CaCl2 (B)
-
+
+
++
Air panas (C)
++
+++
++++
++++++
Oven (D)
-
+
++
+++
Air biasa (E)
-
++
+++
++++
Detergen (F)
-
++
+++
+++++


Kelompok 4
Bahan : Strawberry
Warna
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
++
+++
++++
+++++
NaClO (A)
+
++
+++
++++
CaCl2 (B)
+
++
+++
+++
Air panas (C)
+
++
++
+++
Oven (D)
++
+++
+++
++++
Air biasa (E)
+
++
+++
++++
Detergen (F)
+
++
+++
++++

Tekstur
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
+
++
+++
++++
NaClO (A)
+
++
+++
++++
CaCl2 (B)
+
++
+++
++++
Air panas (C)
++
++
++++
++++
Oven (D)
++
++
+++
++++
Air biasa (E)
+
++
+++
++++
Detergen (F)
+
++
+++
++++

Berat
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
10,288
9,075
7,719
7,309
NaClO (A)
10,488
10,455
10,404
10,332
CaCl2 (B)
8,989
8,851
8,766
8,896
Air panas (C)
11,223
11,194
11,111
11,048
Oven (D)
11,585
11,392
11,341
11,277
Air biasa (E)
9,935
9,520
9,509
9,363
Detergen (F)
11,918
11,752
11,711
11,660

Aroma
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol
++
+++
++++
++++
NaClO (A)
+
+
+
+
CaCl2 (B)
+
+
+
+
Air panas (C)
+
+
+
+
Oven (D)
++
++
++
++
Air biasa (E)
++
+++
+++
+++
Detergen (F)
+
+
+
+

Kelompok 5
Bahan : Mangga
Warna
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol




NaClO (A)
+
+
+++
++++
CaCl2 (B)
+
+
+
++
Air panas (C)
+
+++
++++
++++
Oven (D)
+
++
++
++++
Air biasa (E)
+
+
+
+++
Detergen (F)
+
+
++
++++

Tekstur
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol




NaClO (A)
+
+
+++
++++
CaCl2 (B)
+
+
+
++
Air panas (C)
+
+++
++++
++++
Oven (D)
+
++
++
++++
Air biasa (E)
+
+
+
+++
Detergen (F)
+
+
++
++++

Berat
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol




NaClO (A)




CaCl2 (B)




Air panas (C)




Oven (D)




Air biasa (E)




Detergen (F)





Aroma
Perlakuan
Hari ke-0
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kontrol




NaClO (A)
+
+
+++
++++
CaCl2 (B)
+
+
+
++
Air panas (C)
+
+++
++++
++++
Oven (D)
+
++
++
++++
Air biasa (E)
+
+
+
+++
Detergen (F)
+
+
++
++++



4.1 Hasil Perhitungan
            Tidak ada hasil perhitungan dari pengamatan yang sudah diakukan karena tidak dilakukannya perhitungan.


BAB 5 . PEMBAHASAN

5.1 Chilling Injuring dan Mekanismenya serta Blanching dan Macam – macamnya.
Chilling Injuring merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena suatu produk holtikultural yang terekspos pada suhu rendah tetapi bukan pada suhu bekunya ; sering hal tersebut terjadi pada kisaran suhu 0oC - 10oC.pada suhu tersebut , sayur dan buah menjadi lemah karena mereka tidak dapat melaksanakan proses metabolisme secara normal.
     Mekanisme chilling injuring dapat dijelaskan bahwa ketika suhu penyimpanan direndahkan , maka komponen lemak pada selaput sel pada suhu kritis akan memadat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang akhirnya mengakibatkan keretakan pada selaput sel. Keretakan ini kemudian memicu peningkatan permeabilitas sel, yang merupakan salah satu ciri utama terjadinya kerusakan dingin.
     Blenching merupakan proses panas yang pengoperasianya menggunakan air panas atau uap air. Pemanasan ini umumnya berlangsung pada suhu antara 70 – 100 oC. Pada pabrik – pabrik pengolahan pangan, proses blanching selalu digunakan sebagai proses pemanasan pendahuluan. Contohnya adalah pabrik pengalengan makanan seperti jamur kaleng, buah kaleng dll. Proses ini dirasa cukup jika tujuan blanching sudah tercapai seperti inaktivasi enzim, mikrooorganisme dan penyusutan berat. Proses pemanasan blanching tentunya berpengaruh pada sifat bahan pangan terutama berat , tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai bahan paling dominan. Ada 4 jenis blanching, yakni :
·         Steam Blanching
Steam blanching ini menggunakan uap air panas (pengukusan) pada buah dan sayuran dengan suhu kisaran antar 70 – 100oC dengan waktu yg ditentukan.
·         Mikrowave Blanching
Mikorwave ini tidak dapat menonaktifkan semua enzim, menyebabkan hilangnya rasa, tekstur dan warna bahan makanan juga tidak lebih menghemat waktu atau energi dibanding steam blanching.
·         Water Hot blanching
Metode blanching yang satu ini menggunakan air panas yang bersuhu antara 80 – 100 oC dengan mencelupkan langsung buah dan sayur ke dalam air panas. Perlakuan blanching ini dapat menyebabkan komponen bahan makanan banyak yang terbuang dalam air, sehingga air tersebut dapat merubah flavor dari bahan.
·         Quick Blanching
Metode blanching pada makanan dalam kurun waktu yang cepat.

5.2 Perlakuan Kemis dan Fisis
     Perlakuan kemis merupakan penanganan pasca panen pada buah dan sayur yang dilakukan dengan bantua zat – zat kimia untuk menghambat pemasakan buah dan sayur. Sebelum melakukan perlakuan tersebut harus diketahui lebih dahhulu zat kimia yang cocok untuk menghambat pemasakan buah.
     Pengaruh perlakuan kemis pada buah dan sayur adalah dapat menghambat kerusakan buah, mislanya pencegahan browning enzimatis, selain itu juga dapat menghambat pemasakan buah karena menghambat laju respirasi pada buah.
     Contoh perlakuan kemis adalah penambahan zat kimia yang biasanya dilakukandengan cara pencelupan pada larutan tertentu, pelapisan kulit buah dengan menggunakan pelapis gel karbohidrat yang dapat menutupi pori – pori dari buah sehingga proses respirasi dan transpirasi menjadi terhambat dan akhirnya umur simpan buah dapat menjadi lebih lama. Untuk penambahan zat pada saat penyimpanan buah biasanya menggunakan KmnO4 yang dapat mengoksidasi etilen sehingga etilen yang teroksidasi tidak mempunyai kemampuan untuk memacu kematangan buah.
     Perlakuan dengan fisis yakni dengan memberikan pengontrolan udara, kelembapan dan suhu, suhu rendah maupun suhu tinggi. Perlakuan kemis yaitu perlakuan yang dilakukan dengan penambahan bahan – bahan kimia yang dapat menghambat proses pemasakan bahan pangan. Hal tersebut dilakukan karena zat – zat kimia yang digunakan dapat menghambat proses respirasi dan menghambat kerja etilen yang dapat memacu kerja enzim dalam pematangan buah.


5.3 Tujuan Perlakuan Suhu Tinggi dan Suhu Rendah Untuk Menghambat Kerusakan Buah.
Perlakuan suhu tinggi pada buah atau sayur umumnya dapat mematikan mikroba yang dapat menyebabkan penyakit karena pada suhu tingi banyak mikroba yang akan terbunuh. Untuk membunuh mikroba yang terdapat pada bahan pangan yang tahan terhadap panas dilakukan pemanasan uap setelah dilakukan pemanasan. Akan tetapi, pemanasan yang terlalu lama justru akan merusak buah atau sayur. Selain untuk membunuh mikroba, suhu yang tinggi juga dapa menyebabkan enzim menjadi rusak sehingga metabolisme akan terhenti. Dengan terbuhunya mikroba dan rusaknya enzim, maka umur simpan buah dan sayur dapat diperpanjang.
Pada suhu yang dingin, pertumbuhan mikroba yang ada pada buah dan sayur akan terhambat. Pada saat suhu mencapai dibawah titik beku maka pembelahan sel mikroba menjadi tidak ada. Selain menghambat kinerja dari enzim yang terdapat pada buah atau sayur sehingga poses – proses kimiawi yang terdapat pada buah atau sayur yang membutuhkan enzim mennjadi tidak berjalan. Hal ini akan mengakibatkan sel – sel atau jaringan – jaringan yang ada pada buah dan sayur terlihat masih segar. Lambatnya pertumbuhan mikroba dan terhambatnya kinerja enzim pada suhu dingin ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan pada pengawetan pangan. Akan tetapi dalam pengawetan buah dan sayur pada suhu dingin dapat terjadi chilling injuring.
Temperatur sangat mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisator oleh enzim. Dengan kenaikan suhu sekitar 10oC pada buah akan mempercepat laju respirasi menjadi 2 kali. Sedangakan apabila terjadi penurunan suhu dan memperlambat timbulnya peningkatan klimaterik dan menurunkan tingginya klimaterik. Temperatur juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kebanyakan bakteri perusak tumbuhan baik pada suhu 25 – 30oC.

5.4 Fungsi Masing – Maing Perlakuan
     Pada percobaan kali ini dipakai buah
a.       Kontrol , yaitu tanpa mendapatkan perlakuan apapun. Yang berfungsi untuk pembanding dengan buah yang diberi perlakuan.
b.      Direndam NaClO selama 10 menit, dengan tujuan untuk menghambat pemasakan buah dan mempertahankan tekstrur buah agar tetap baik. Serta antiseptik agar mikroba yang dapat mempercepat pemasakan buah dapat dikurangi.
c.       Direndam CaCl selama 10 menit agar dapat mempertahankan kekerasan dan simpan buah. Pemberian secara langsung baik melalui penyemprotan prapanen aplikasi pasca panen lebih mempermudah penyerapan kalsium pada buah. Perendaman CaCl dapat meningkatkan kandungan Ca pada buah sehingga dapat menghambat perubahan warna dan memperbaiki penampilan visual buah.
d.      Direndam air panas selama 10 detik, bertujuan untuk membunuh bakteri yang menempel pada buah dan sayur, perendaman dengan air dingin juga untuk menghilangkan mikroorganisme yang kemungkinan masih menepel pada buah dan sayur.
e.       Di oven selama 2 jam, bertujuan untuk meningkatkan resistensi terhadap chilling injury dan mencegah infeksi mikroba pathogen.
f.       Direndam air biasa selama 10 m,enit, fungsinya untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan mengurangu jumlah mikroba pathogen.
g.      Direndam detergen selama 10 menit. Disini deterjen berperan sebagai antiseptik yang dapat membunuh mikroorganisme yang menempel pada buah dan sayur. Detergen membunuh mikroorganisme dengan jalan merusak dinding sel mikroorganisme yang menempel pada buah dan sayur.
h.      Sebelum melauli beberapa perlakuan, buah dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu agar kotoran – kotoran yang ada dapat hilang.
i.        Disimpan pada suhu ruang brtujuan untuk mengetahui perubahan – perubahan pada tiap harinya sehingga dapat diketahui perlakuan mana yang paling baik.

5.5 Analisa Data
·         Kelompok 1
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut :
     Pada perubahan warna, untuk perlakuan NaClO didapatkan bahwa warnanya semakin haru semakin gelap, pada perlakuan CaCl2 dari hari ke 0 – hari ke 2 warnaya tetap namun pada hari ketiga warnanya berubah menjadi gelap, perlakuan dengan air panas perubahanya drastis dari hari ke 1 – hari terakhir warnanya pucat. Pada perlakuan oven perubahan warna semakin hari semakin gelap dan paling pucat hari ke tiga. Pada perlakuan air biasa mulai hari pertama sampai hari kedua tetap dan berubah pada hari terakhir, pada perlakuan detergenperubahan terjadi pada hari ke 3. Terjadi penyimpangan pada kontrol karena tidak dapat diamati
     Pada perubahan tekstur, perubahan paling drastis pada air panas dan oven teksturnya semakin lunak dan pada air panas terdapat gelembung udara di sekitar buah. Sedangkan pada perlakuan yang lain perubahan paling tampak pada hari ketiga. Penyimpangan terjadi pada kontrol karena tidak ada kontrol yang digunaka.
Pada perubahan berat untuk NaCl hari ke o sampai hari ke 1 mengalami penurunan namun pada hari ketiga terjadi kenaikan berat. Untuk CaClsemakin hari semakin turun. Untuk oven sama dengan NaClOdari hari ke 0sampai hari ke 1 turun lalu pada hari ke dua naik.untuk detergen turun pada hari kesatu namun hari kedua naik.
Untuk perubahan aroma pada semua perlakuan semakin hari hari semakin menyengat, namun pada kontrol terjadi penyimpangan.
Pada perubahan kenampakan , kenampakan pada perlakuan NaClO dari air panas terjadi perubahan pada hari 1 sampai hari terakhir. Kenampakan paling jelek pada air panas namun prlakuan lain kenampakan berubah pada hari terakhir.

·         Kelompok 2
Pada praktikum kali ini pengamatan yang dilakukan ada 4 yakni warna , tekstur, aroma dan berat dengan 7 perlakuan yang berbeda dan hasilnua sebagai berikut:
Pada pengamatan warna dari ke 6 perlakuan yang berbeda didapat bahwa perlakuan cabe yang dicelupkan ke dalam CaCl2 warnanya paling cerah dari hari ke o sampai hari ke 3 dan tidak mengalami perubahan. Yang ke 2 yaitu direndam dengan blanching warnanya terbaik kedua dan ketiga air biasa terakhir kontrol. Perlakuan NaClO, oven dan air biasa warnanya sama.
Pengamatan kedua yaitu pada tekstur yang mana cabe yang teksturnya paling keras atau perlakuan yang paling baik adalah oven, air biasa dan detergen. Selanjutnya yang diberi CaCl2, kontrol, blanching dan NaClO merupakan tekstur yang jelek ( lunak ) dibandingkan yang diberi CaCl2, air biasa dan detergen. Sedangan beratnya dari hari ke 0 sampai terakhir semakin manurun.
Dari pengamatan warna dari hari ke ke 0 sampai hari ke 3 dengan 6 perlakuan dan 1 kontrol aromanya sama yang tetap segar n enak. Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa terjadi penyimpangan yakni seharusnya berat cabe semakin hari harus menurun tetapi dari hasil pengamatan dari hari ke hari malah semakin meningkat. Ini disebabkan kurangya ketelitian dari praktikan pada saat melakukan praktikum.selain itu bisa juga neraca yang digunakan todak valid lagi dalam melakukan pengukuran.

·         Kelompok 3
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan pada buah tomat terhadap warna, aroma, tekstur dan bertanya.
Perubahan warna yang mencolok adalah pada sampel yang direndam pada detergen. Perubahan warna menjadi kemerahan ini disebabkan karena terjadi sintesis pigmen karotenoid analisa yang tidak mudah rusak karena cahaya, panas dan oksidasi. Panas dan oksidasi serta terdegradasinya klorofil pada buah selain pada perlakuan direndam pada betergen juga pada perlakuan kontrol dan air biasa warnanya semakin merah pula.
Perubahan tekstur juga terjadi pada semua sampel. Penyebab lunaknya buah – buahan selain mas penyimpanan disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan adanya substansi pektin  yaitu larutnya pektin secara progresif. Pada sampel tomat, yang mempunyai tekstur paling panas. Selain itu pada kontrol air biasa juga semakin lunak.
Penyusutan beratsampel buahntomat terjadi pada semua perlakuan . akan tetapi penytusutan berat yang paling banyak adalah pada sampel yang direndam air biasa. Penyusutan berta ini terjadi karena adanya proses respirasi dan transpirasi pada buah.
Peubahan aroma terjadi pada semua sampel. Aroma ini disebabkan oleh metabolisme di dalam buah merubah substrat – substrat sehingga senyawa – senyawa volatil menjadi banyak dan mudah menguap memberikan aroma khas buah. Aroma paling menyengat terdapat pada perendaman air panas.

·         Kelompok  4
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap buah strawbery dapat dilakukan analisa sebagai berikut :
a). Perubahan berat yang terjadi pada buah strawberry yang telah mngalami perlakuan khemis dan fisis selama penyimpanan menunjukkan penurunan terhadap beratnya. Hal ini terjadi pada  semua perlakuan, baik perendaman menggunakan NaClO, CaCl2, air panas, air biasa, detergen,  oven maupun kontrol menunjukkan  bahwa selama penyimpanan telah terjadi respirasi yang menyebabkan degradasi dari kandungannya.
b). Selain mengalami perubahan berat, buah selama disimpan juga akan mengalami perubahan atau peningkatan aroma. Buah yang disimpan semakin lama penyimpanan maka buah akan semakin matang. Tingkat kematangan tentunya ditunjukkan dengan perubahan tekstur dan aroma. Biasanya semakin matang suatu buah maka aromanya akan semakin menyengat. Berdasarkan data kami aroma strawberry yang paling menyengat adalah pada kontrol.
c). Tingkat kematangan buah ditunjukkan dengan perubahan tekstur yang semakin lunak  karena buah mengalami degradasi selama penyimpanan. Berdasarkan hasil pengamatan tekstur dari strawberry yang paling lunak adalah pada perendaman air panas, selain membunuh mikroorganisme penyebab kerusakan juga melunakkan sel-sel jaringan sehingga buah menjadi lunak.
d). Kenampakan dari buah strawberry selama penyimpanan menunjukkan tuimbulnya bercak putih (sejenis jamur) yang tumbuhpada permukaan buah strawberry sehingga kenampakannya semakin buruk. Berdasarkan hasil pengamatan kenampakan dari strawberry yang masih bagus adalah strawberry yang direndam CaCl2. Hal ini membuktikan bahwa semakin  banyak kandungan Ca dalam buah maka akan memperlambat laju respirasi sehingga umur simpan dapat lebih lama.
e). Tingkat kematangan dari buah juga ditunjukkan dengan perubahan warna karena terjadi degradasi klorofil  sehingga namanya semakin memudar. Berdasarkan pengamatan buah yang mengalami perubahan warna yang cukup jelas adalah yang direndam dengan air panas. Karena air panas dapat merusak pigmen dari buah strawberry itu sendiri sehingga warnanya cepat rusak.
Dari penjelasan secara keseluruhan, baik dilihat dari perubahan warna, tekstur, aroma dan kenampakan buah yang tadi konsinya masih cukup baik dan daya simpannya lebih lama adalah buah yang cukup baik dan daya simpannya lebih lama adalah buah yang direndam dengan CaCl2.

·         Kelompok 5
a). Perubahan warna yang terjadipadamangga golek  bahwa perlakuan yang paling buruk adalah pada kontrol, C, dan F. Dan yang paling baik ada pada perendaman CaCl2, hal ini terjadi karena CaCl2 dapatmenjaga warna agar tetap baik dan segar yakni pada mangga golek tetap berwarna hijau muda.
b). Pada pengamatan perubahan tekstur, didapati tekstur paling baik ada pada perlakuan A, C, D dan F yakni pada perendaman NaClO, blanching, regulating oven, dan perendaman dengan detergen. Hal ini terjadi krena aw bahan berkurang selain itu perlakuan diatas dapat mengurangi kandungan air dalam mangga golek sehingga teksturnya lebih kras.
c). Perubahan aroma didapati pada semua perlakuan .perubahan aroma terjadi disebabkan karena mangga golek yang digunakan  adalah mangga muda
d). Selama 3 hari pengamatan terjadi penyusutan berat dimana penyusutan berat paling kecil ada pada perlakuan A, dan kontrol yakni perlakuan CaCl2 dan kontrol . hal ini sesuai dengan literatur, karena CaCl2 dapat mempertahankan tekstur, berat dari suatu buah mangga golek . 

5.6 Manfaat Melakukan Perlakuan Kemis dan Fisis dalam Menghambat Pemasakan dan Kerusakan Pasca Panen Pada Buah dan Sayur Serta Aplikasinya pada Industri Bahan Pangan.
               Buah dan sayur merupakan hasil tanaman yang biasanya mudah mengalami kerusakan baik itu kerusakan biologis, kerusakan fisis, kerusakan kimiawi dan berbagai kerusakan lainya. Kerusakan pasca panen dapat diakibatkan pada saat penyimpanan maupun pada saat pengolahan dan pendistribusian. Buah – buahan dan sayuran merupakan komponen – konponen organik yang mudah mengalami perubahan masih berlangsungnya proses biokimia . metabolisme yang tepat berlangsung pada buah dan sayur menyebabkan mutu buah menurun. Penanganan secara fisik maupun kemis diharapkan dapta mengurangi atau menghambat kerusakan bahan.
               Manfaat melakukan acara ini adalah agar dapat mengetahui perlakuan apa saja yang dapat menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panen pada buah dan sayur serta dapat membedakan perlakuan mana dari ketujuh perlakuan terssebut yang paling bagus dalam menghambat kerusakan buah dan sayur. Selain itu, manfaatnya adalah dapat menganalisis mana dari perlakuan tersebutyang tidak harus dilakukan pada jenis buah tertentu.
               Penanganan buah dan sayur prapanen ataupun pascapanen dapat menyebabkan buah dan sayur menjadi berubah, baiuk itu berupa perubahan kenampakan, tekstur, aroma, ataupu warna dari buah dan sayur itu sendiri. Apabila buah dan sayur yang setelah dipanen dibiarkan tanpa penanganan maka akan menyebabkan kerusakan. Untuk itu, kebanyakan orang melakukan penanganan buah dan sayur pasca panen bertujuan unntuk memperpanjang daya tahan atau daya simpan sayur dan buah.
               Aplikasi dalam industri bahan pangan antara lain pada pengolahan buah dan sayur yang ada pada supermarket yang diberi perlakuan menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghambat pemasakan buah dan sayur. Perlakuan fisis misalnya dengan menggunakan suhu rendah dan inin juga terdapat di supermarket yang memakai room cooling untuk menyimpan buah dan sayur.

 
BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum perlakuan khemis dan fisis dalam menghambat pemasakan dan kerusakan pasca panenbuah dan sayur adalah sebagai berikut:
1.      Chiling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena penyimpanan di bawah batas kritis suatu komoditi terhadap suhu rendah.
2.      Pengontrolan secara fisis dan khemis pada sayur dan buah pasca panen diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kerusakan bahan.
3.      Perlakuan khemis dilakukan dengan bantuan zat-zat kimia. Contoh: penggunaan vitamin c untuk mencegah browning.
4.      Suhu tinggi pada buah dan sayur dapat mematikan mikroba.
5.      Pada suhu dingin, pertumbuhan pada mikroba yang ada pada buah dan sayur akan terhenti.
6.      Detergen dapat membunuh mikroba yang ada pada buah dan sayur
7.      CaCl2 dapat mempertahankan kekerasan pada buah
8.      Air panas berfungsi untuk membunuh mikroba pathogen.
9.      Regulating oven berfungsi untuk meningkatkan resistensi terhadap Chilling injury.
10.  Semua sampel dengan perlakuan yang berbeda-beda mengalami penyusutan berat.


4.2 saran
Praktikan diharapkan lebih hati-hati dalam melakukan praktikum dan memperhatikan kembali tata tertib praktikum.



DAFTAR PUSTAKA

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Penerbit Alumni.
Buckle, K.A.,Edwar, R.A.,Fleet, G.H, dan M.Wooto.1987.Ilmu Pangan .Penerjemah Harin Purnomo dan Adiono.Jakarta:UI Press.
Budiyanto,MAK.2002.Dasar-Dasar Ilmu Gizi.Malang:UMM Press.
Handayani, S. 1994. Pasca Panen Hasil Pertanian. Surrakarta: Sebelas Maret University Press.
Kartasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartasapoetra, A.G. 1994. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pusta Utama.
Pantastico, C.R.B. 1989. Dasar-Dasar Memilih Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pantastico, C.R.B. 1993. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: UGM-Press.
Plezar, M.J. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.
Purnomo,H dan Adiono.2007.Ilmu Pangan.Jakarta:Universutas Indonesia.
Syarief, R. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan
Winarno, F.G. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.


ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...