Wednesday, November 25, 2015

Laporan Evaluasi Gizi "Karbohidrat"



BAB 1. PROSEDUR ANALISIS

1.1  Tujuan

Menentukan pengaruh suhu pemanasan terhadap daya cerna pati pangan.



1.2  Alat dan Bahan

1.2.1        Alat

Adapun peralatan yang digunakan adalah penangas air 370C dan 1000C, tabung reaksi, pipet, peralatan gelas lainnya, kuvet, kertas saring, dan spektrofotometer.

1.2.2        Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu singkong, kentang, 1 ml air destilat, 5 ml Buffer Na-phospat, 1 ml enzim α-amilase, 2 ml DNS.



1.3  Prosedur

Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan dan disaring, lalu ditera pada labu ukur 50 ml. Dimasukkan dalam beaker glass 150 ml dan dipanaskan selama 10 menit pada suhu 370C, 700C, dan 1000C. Kemudian diambil 2 ml larutan dan dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml air destilat dan 5 ml Buffer Na-phospat, lalu diinkubasi 370C selama 15 menit. Setelah itu ditambah 1 ml enzim α-amilase dan diinkubasi 370C selama 30 menit. Kemudian diambil 1 ml larutan dari campuran yang kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi lain dan ditambahkan 2 ml DNS dan dipanaskan 1000C selama 10 menit. Lalu ditambahkan 1 ml air destilat, kemudian diabsorbansi pada panjang gelombang 520 nm sebanyak dua kali.




BAB 2. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

2.1 Hasil Pengamatan

Daya Cerna Pati In Vitro

1.    Singkong

Suhu (0C)
Berat Sampel (gr)
Absorbansi
Rerata Absorbansi
1
2
0
0,101
0, 780
0, 778
0, 779
70
0,123
0, 914
0, 919
0, 916
100
0,113
0, 786
0, 789
0, 787



2.    Kentang

Suhu (0C)
Berat Sampel (gr)
Absorbansi
Rerata Absorbansi
1
2
0
0, 118
0, 844
0, 850
0, 847
70
0, 112
0, 862
0, 879
0, 870
100
0, 206
0, 786
0, 780
0, 783



2.2    Hasil Perhitungan

Suhu (0C)
% Maltosa
Singkong (%)
Kentang (%)
0
16, 4554
15, 3220
70
15, 9024
16, 5803
100
14, 8495
15, 7547






BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Karbohidrat dan Fungsinya

Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil aldehida atau polihidroksil – keton, atau senyawa – senyawa yang menghasilkan gugus fungsi karbonil dan banyak gugus hidroksil (Septa, 2008).

Menurut Winarno (2004), karbohidrat adalah polihidroksida aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat polimer – polimernya yang terbentuk.

Fungsi penting karbohidrat yaitu sebagai penyedia energi utama. Glukosa (hasil karbohidrat yang sudah di cerna) berfungsi sebagai penyedia energi satu-satunya bagi sistem saraf pusat dan otak. Karbohidrat berfungsi sebagai protein sparer karena keperluan energi tubuh telah dipenuhi oleh karbohidrat sehingga protein akan digunakan untuk keperluan fungsi utamanya sebagai zat pembangun, tidak perlu oksidasi menjadi energi. Selain itu, karbohidrat berperan dalam pengaturan metabolism lemak. Oksidasi lemak yang tidak sempurna dapat dicegah oleh karbohidrat sehingga bahan keton yang menimbulkan bau tidak enak, tidak berbentuk dan ketosis tidak terjadi. Karbohidrat lainnya, seperti polisakarida berfungsi dalam pengaturan gerak peristaltik usus, dan member muatan dan bentuk pada sisa makanannya (Tejasari, 2005).




3.2 Penggolongan Karbohidrat Berdasar Daya Cerna

Secara gizi, karbohidrat dalam bahan makanan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu karbohidrat yang dapat dicerna dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (Anonim, 2010).

Karbohidrat yang dapat dicerna mempunyai fungsi sebagai sumber energi bagi tubuh termasuk gula-gula monosakarida seperti glukosa, fruktosa, galaktosa, monosa, pentose, dan disakarida serta pati. Sementara itu yang termasuk karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti, gula-gula yang termasuk oligosakarida yaitu sukrosa, maltose, laktosa, trehalosa, rafinosa, dan fruktan. Selain itu karbohidrat yang tidak dapat dicerna yaitu serat makanan yang terdiri atas selulose, pectin, hemiselulose, gum, dan lignin (Novianto, 2009).

3.3 Prinsip Dasar Analisa

Prinsip dasar analisa penentuan mutu karbohidrat pangan olahan yaitu pati dihidrolisis oleh enzim α – amilase menjadi maltosa. Hasil hidrolisis ini diukur jumlahnya dengan menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati diindikasikan dengan jumlah maltose yang dibebaskan (Anonim, 2010).



3.4 Pengertian Pati, Daya Cerna Pati, Amilosa dan Amilopektin

Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α – (1,4) glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan α – (1,6) glukosida (Novianto, 2009). Daya cerna pati merupakan aspek mutu karbohidrat yang penting. Daya cerna pati adalah persentase pati yang dapat dipecah oleh enzim dan asam menjadi maltosa (Tejasari, 2005). Amilosa dan amilopektin yang tersusun dalam pati mempunyai komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin, sedangkan amilopektin tidak bereaksi.



3.5 Komposisi Kimia Singkong dan Kentang

Sebagai bahan makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber minerl (fosfor, besi, dan kalium), mengandung vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), vitamin C, antosianin, dan sedikit vitamin A. Selain itu, kentang juga mengandung protein, asam amino esensial, elemen-elemen mikro, Mg, dan lain sebagainya. Senyawa antioksidan yang terdapat pada kentang yaitu antosianin, asam klorogenat, dan asam askorbat (Anonim, 2010).

Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain : - Kalori 146 kal - Protein 1,2 gram - Lemak 0,3 gram - Hidrat arang 34,7 gram - Kalsium 33 mg - Fosfor 40 mg - Zat besi 0,7 mg Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : - Vitamin B1 0,06 mg - Vitamin C 30 mg - dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : - Vitamin A 11000 SI - Vitamin C 275 mg - Vitamin B1 0,12 mg - Kalsium 165 mg - Kalori 73 kal - Fosfor 54 mg - Protein 6,8 gram - Lemak 1,2 gram - Hidrat arang 13 gram - Zat besi 2 mg - dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat (Anonim, 2005).



3.6 Fungsi Perlakuan

Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah singkong dan kentang. Masing – masing bahan ditimbang 100 mg dan dilarutkan dan disaring serta ditera pada labu ukur 50 ml untuk melarutkan sampel agar terbentuk suspensi yang siap dianalisa. Setelah itu dimasukkan dalam beaker glass 150 ml dan dipanaskan selama 10 menit dengan variasi suhu 370C, 700C, dan 1000C untuk mengetahui suhu optimal daya cerna pati dan suhu terjadinya gelatinisasi dari bahan serta mengetahui pengaruh suhu terhadap efektivitas penguraian pati menjadi maltosa. Fungsi pemanasan adalah untuk mempermudah proses pemutusan ikatan glikosida pati sehingga mudah dihidrolisis oleh enzim. Sebanyak 2 ml larutan diambil kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah 1 ml air destilat untuk mengurangi kepekatan sampel serta 5 ml Buffer Na-phospat untuk mempertahankan ph suspensi agar tetap konstan. Setelah itu, diinkubasi 370C selama 15 menit untuk member kondisi optimum bagi enzim agar dapat menghidrolisi pati menjadi maltose. Setelah itu sitambah 1 ml enzim α – amylase untuk menghidrolisis pati menjadi maltosa. Kemudian diinkubasi lagi pada suhu 370C selama 30 menit untuk memberi kondisi optimum bagi enzim sehingga enzim dapat bekerja optimal dalam menghidrolisis pati. Selanjutnya diambil 1 ml campuran dan dimasukkan dalam tabung reaksi lain serta ditambah 2 ml DNS. DNS merupakan indikator perubahan warna dalam uji maltose. Dns akan berikatan dengan maltosa hasil hidrolisis pati membentuk kompleks senyawa warna orange hingga merah. Setelah itu dipananaskan selama 10 menit pada suhu 1000C untuk mempercepat reaksi antara maltosa dengan DNS dan untuk menghentikan kerja enzim dalam menghidrolisis pati. Kemudian ditambah 1 ml air destilat untuk mengencerkan sampel agar tidak terlalu pekat setelah penambahan DNS. Lalu diabsorbansi pada panjang gelombang 520 nm karena warna orange – merah pada sampel dapat menyerap spektrum cahaya secara optimal pada panjang gelombang tersebut.



3.7 Analisis Data

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar maltosa singkong pada pemanasan adalah suhu  00C sebesar 16, 4554 % ; suhu 700C sebesar 15, 9024 % ; dan 1000C sebesar 14, 8495 %. Sedangkan pada sampel kentang diperoleh kadar maltosa pada pemanasan suhu  00C sebesar 15, 3220 % ; suhu 700C sebesar 16, 5803 % ; dan 1000C sebesar 15, 7547 %. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu maka semakin banyak % maltosa yang dibebaskan dari hidrolisis pati oleh enzim α – amilase. Hal ini tidak sesuai dengan hasil perhitungan dimana % maltose pada singkong semakin turun dan pada kentang mengalami kenaikan hanya pada suhu 700C, sedangkan pada suhu 1000C mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa enzim α – amilase akan menghidrolisis pati dengan baik pada suhu yang tinggi (Winarno, 2004).

Jika dilihat dari bahan yang diuji, pati kentang memiliki daya cerna lebih daripada pati singkong. Hal ini dapat dilihat dari jumlah maltosa yang diperoleh saat praktikum dimana kadar maltosa yang diperoleh lebih tinggi dari pati singkong.




BAB 4. KESIMPULAN

1.    Karbohidrat adalah polihidroksida aldehid atau polihidroksiketon dan melipti kondensat polimer – polimernya yang terbentuk.

2.    Selain sebagai penyedia energy utama, karbohidrat juga mempunyai beberapa fungsi lain yang sangat penting.

3.    Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari komponen amilosa dan amilopektin.

4.    Daya cerna pati merupakan aspek mutu karbohidrat yang penting. Daya cerna pati adalah persentase pati yang dapat dipecah oleh enzim dan asam menjadi maltosa.

5.    Pati dihidrolisis oleh enzim α – amilase menjadi maltosa. Hasil hidrolisis diukur jumlahnya dengan spektrofotometer setelah direaksikan dengan DNS.

6.    Kadar maltosa singkong pada pemanasan adalah suhu  00C sebesar 16, 4554 % ; suhu 700C sebesar 15, 9024 % ; dan 1000C sebesar 14, 8495 %. Sedangkan pada sampel kentang diperoleh kadar maltosa pada pemanasan suhu  00C sebesar 15, 3220 % ; suhu 700C sebesar 16, 5803 % ; dan 1000C sebesar 15, 7547 %.

7.    Semakin tinggi suhu maka semakin banyak % maltosa yang dibebaskan dari hidrolisis pati oleh enzim α – amilase.

8.    Pati kentang memiliki daya cerna lebih daripada pati singkong. Hal ini dapat dilihat dari jumlah maltosa yang diperoleh saat praktikum dimana kadar maltosa yang diperoleh lebih tinggi dari pati singkong.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Tanaman Obat.  http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=151. [ 8 November 2011]



Anonim. 2010. Kentang. http://eemoo-esprit.blogspot.com/2010/10/kentang-potato.html. [ 8 November 2011]



Anonim. 2011. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Jember : FTP UNEJ.



Novianto, Eko. 2009. Pati. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/pati.html. [8 November 2011]



Septa. 2008. Fungsi dan Klasifikasi Karbohidrat. http://septa-ayatullah.blogspot.com/2008/12/fungsi-dan-klasifikasi-karbohidrat.html. [8 November 2011]



Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu.



Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...