Wednesday, November 25, 2015

Laporan Evaluasi Gizi "Protein"



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Protein (akar kata Protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus, zat pembangun, zat pengatur dan penghasil energi. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses biokimia seperti proses pembelahan sel yang membangun jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).

Mutu zat gizi protein menjelaskan kemanfaatan protein bagi tubuh sesuai fungsinya. Beberapa indikator parameter protein, seperti protein efficiency ratio (PER) menunjukkan kemanfaatan protein dalam pembentukan jaringan, karena penentuan nilai PER menggunakan data berat badan subjek yang mengkonsumsi pangan sumber protein. Analisis PER dapat dilakukan pada sistem in vitro dan in vivo. Parameter mutu protein lainnya, yaitu daya cerna protein yang menggambarkan kemudahan protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino, yang diperlukan pada berbagai proses biokimiawi, seperti sintesis hormon insulin dana pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh.

Proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna protein. Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan penurunan nilai gizi protein.



1.2  Tujuan

Menentukan proses pengolahan yang mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu, menentukan kondisi pengolahan yang menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu protein pada sistem in vivo menggunakan hewan uji dan parameter protein efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein secara kualitatif dan enzimatis.






BAB 3. PROSEDUR ANALISA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, bak, kandang hamster, tempat makan dan minum.

3.1.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah pakan bermutu protein tinggi (wortel, kuaci, kecambah dan tempe) dan hewan uji (hamster).



3.2 Prosedur

Protein sempurna, protein yang mengandung asam amino esensial secara cukup dan lengkap, sangat diperlukakn untuk pembentukan jaringan. Konsumsi pangan sumber protein sempurna akan berdampak pada peningkatan berat badan, yang menunjukkan kemanfaatna protein bagi pertumbuhan. Nisbah pertambahan berat badan hewan uji akibat sejumlah protein yang dikonsumsinya ditentukan sebagai nilai PER.





BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Empat Tahap penentuan nilai PER dengan menggunakan hewan uji
Ukuran kemampuan protein untuk mendukung pertumbuhan. Ini mewakili rasio berat untuk mendapatkan jumlah protein yang dikonsumsi. Metode ini memiliki dua keprihatinan utama. Pertama adalah perhatian yang tidak dapat diaplikasikan untuk pertumbuhan bayi dan anak-anak sebagai asam amino pertumbuhan persyaratan untuk bayi kurang dari orang-orang untuk tikus. Kedua, PER langkah-langkah pertumbuhan tetapi tidak pemeliharaan sehingga mungkin menggunakan keterbatasan dalam menentukan kebutuhan protein pada orang dewasa.
Ukuran PER dapat  dinilai dengan melakukan perhitungan, akan tetapi sebelumnya dilakukan percobaan terlebih dahulu terhadap hewan uji (hamster). Berikut merupakan tahap-tahap dalam menentukan nilai PER, diantaranya adalah:
1.      Persiapan hewan uji
Hewan uji yang biasa digunakan yaitu tikus yang berusia  21-27 hari. Dimana dalam satu kelompok/kandang terdiri dari 3-5 ekor. Pada masa adaptasi tikus (hamster) diberi makan yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu kuaci/pellet, tempe, wortel, dan tauge.  Semua bahan pangan yang digunakan merupakan bahan pangan dengan sumber nabati. Sedangkan sumber pangan hewani tidak digunakan.
2.      Persiapan pakan hewan uji
Dalam praktikum ini pakan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai X, pakan kemudian semua pakan yang telah ditimbang dicampur menjadi satu dan diberikan kepada hewan uji (hamster). Setiap kandang diberi makan dengan jumlah yang berbeda karena pada masing-masing kandang hamster jumlah hamster berbeda. Selain itu umur dan ukuran dari masing- masing hamster juga berbeda sehingga proporsi makanan yang diberikan juga berbeda, semaikn besar dan semakin banyak usia maka semakin banyak makanan yang diberikan.

3.      Penimbangan berat badan hewan uji
Hewan yang telah diberi makan ditimbang untuk mengetahui berat badannya. Apabila berat badan hamster meningkat secara signifikan berarti semakin banyak protein yang dikonsumsi. Penimbangan dilakukan selama 2 hari sekali, karena tingkat penigkatan berat nadan dari hewan uji itu sendiri akan lebih jelas diketahui.

4.      Perhitungan PER
Analisa PER dilakukan dengan mengolah data perubahan berat badan dari hewan uji, dan jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis mutu proteinnya. Perhitungan nilai PER dihitung untuk setiap kelompok hewan uji, dengan rumus:

5.2 Analisis Data
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh bahwa nilai PER dengan hewan uji coba hamster kandang A sebesar 0,127 gr; hamster kandang B sebesar 0,124 gr dan hamster kandang C sebesar 0,033 gr. Dari hasil ini diketahui bahwa pada kandang A nilai PER dari makanan yang diberikan adalah paling besar. Hal ini disebabkan karena pemberian makanan dengan komposisi yang berbeda akan mempengaruhi peningkatan berat badan yang berbeda pada hewan uji sehingga berakibat terjadi perbedaan nilai PER dari masing-masing hewan uji. Pada kandang C yang memiliki nilai PER tertinggi karena komposisi dari makanannya berupa pellet. Dilihat dari komposisi bahan,  terutama proteinnya pada pellet adalah sebesar 22,78 gram/100 gram. Serta karena hamster pada kandang A hanya tiga ekor tetapi ukuran dan beratnya jauh lebih berat daripada hamster kandang B dan C.
Semakin tinggi pertambahan berat badan hewan uji hamster maka semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik untuk pertumbuhan. Sebaliknya penurunan berat badan  pada hewan uji dapat terjadi karena yang diberikan tidak mengandung protein untuk pertumbuhan jaringan baru. Sehingga menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru pada hamster.



 BAB 6. KESIMPULAN
Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus, zat pembangun, zat pengatur dan penghasil energi. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses biokimia seperti proses pembelahan sel yang membangun jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan. Kualitas suatu protein bahan makanan pada dasarnya ditentukan oleh pola asam aminonya, serta jumlah masing - masing asam amino esensialnya.
Proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna protein. Sebaliknya reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan penurunan nilai gizi protein. Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder, tersier maupun kuartener dari suatu protein mengalami modifikasi tanpa ada pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapat berupa rusaknya struktur tiga matra dari suatu protein.
PER adalah rasio efisiensi protein yang menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. PER pada sistem in vitro, Nisbah efisiensi protein menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Ukuran PER dapat dinilai secara perhitungan, seperti C-PER (Computed Protein efficiency Ratio).
Pemberian makanan secara ad libitum adalah keadaan ketersediaan makanan sepanjang waktu dengan kuantitas dan frekuensi konsumsi bebas sesuai keinginan si hewan tersebut hingga ia berhenti sendiri sesuai keinginan. Tujuan dari ad libitum ini adalah agar hewan tidak mengalami kekurangan makanan/ minuman saat ia merasa lapar/ haus.
Berikut merupakan tahap-tahap dalam menentukan nilai PER, diantaranya adalah:
1.      Persiapan hewan uji
Hewan uji yang biasa digunakan yaitu tikus yang berusia  21-27 hari. Dimana dalam satu kelompok/kandang terdiri dari 3-5 ekor. Pada masa adaptasi tikus (hamster) diberi makan yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu kuaci/pellet, tempe, wortel, dan tauge.
2.      Persiapan pakan hewan uji
Dalam praktikum ini pakan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai X, pakan kemudian semua pakan yang telah ditimbang dicampur menjadi satu dan diberikan kepada hewan uji (hamster). Setiap kandang diberi makan dengan jumlah yang berbeda karena pada masing-masing kandang hamster jumlah hamster berbeda.
3.      Penimbangan berat badan hewan uji
Hewan yang telah diberi makan ditimbang untuk mengetahui berat badannya. Apabila berat badan hamster meningkat secara signifikan berarti semakin banyak protein yang dikonsumsi.
4.      Perhitungan PER
Analisa PER dilakukan dengan mengolah data perubahan berat badan dari hewan uji, dan jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis mutu proteinnya.
Nilai PER dengan hewan uji coba hamster kandang A sebesar 0,127 gr; hamster kandang B sebesar 0,124 gr dan hamster kandang C sebesar 1,564 gr. Dari hasil ini diketahui bahwa pada kandang C, nilai PER dari makanan yang diberikan adalah paling besar. Hal ini disebabkan karena pemberian makanan dengan komposisi yang berbeda akan mempengaruhi peningkatan berat badan yang berbeda pada hewan uji sehingga berakibat terjadi perbedaan nilai PER dari masing-masing hewan uji.
Semakin tinggi pertambahan berat badan hewan uji hamster maka semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik untuk pertumbuhan. Sebaliknya penurunan berat badan  pada hewan uji dapat terjadi karena yang diberikan tidak mengandung protein untuk pertumbuhan jaringan baru. Sehingga menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru pada hamster.

ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...