BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein (akar kata Protos dari bahasa
Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik
kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul
protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus, zat pembangun, zat pengatur dan penghasil energi.
Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak proses biokimia
seperti proses pembelahan sel yang membangun jaringan tubuh dalam proses
pertumbuhan.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau
subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau
mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai
sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut
(heterotrof).
Mutu zat gizi protein menjelaskan kemanfaatan
protein bagi tubuh sesuai fungsinya. Beberapa indikator parameter protein,
seperti protein efficiency ratio (PER)
menunjukkan kemanfaatan protein dalam pembentukan jaringan, karena penentuan
nilai PER menggunakan data berat badan subjek yang mengkonsumsi pangan sumber
protein. Analisis PER dapat dilakukan pada sistem in vitro dan in vivo.
Parameter mutu protein lainnya, yaitu daya cerna protein yang menggambarkan
kemudahan protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino, yang diperlukan pada
berbagai proses biokimiawi, seperti sintesis hormon insulin dana pemeliharaan
keseimbangan cairan tubuh.
Proses pengolahan yang menggunakan suhu
tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan daya cerna protein.
Sebaliknya, reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan menyebabkan penurunan
nilai gizi protein.
1.2 Tujuan
Menentukan proses pengolahan yang
mempengaruhi nilai gizi protein. Selain itu, menentukan kondisi pengolahan yang
menurunkan nilai gizi protein minimal. Tujuan lainnya yaitu menentukan mutu
protein pada sistem in vivo menggunakan
hewan uji dan parameter protein
efficiency ratio (PER), dan menentukan daya cerna protein secara kualitatif
dan enzimatis.
BAB 3. PROSEDUR ANALISA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah neraca
analitik, bak, kandang hamster, tempat makan dan minum.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah
pakan bermutu protein tinggi (wortel, kuaci, kecambah dan tempe) dan hewan uji
(hamster).
3.2
Prosedur
Protein
sempurna, protein yang mengandung asam amino esensial secara cukup dan lengkap,
sangat diperlukakn untuk pembentukan jaringan. Konsumsi pangan sumber protein
sempurna akan berdampak pada peningkatan berat badan, yang menunjukkan
kemanfaatna protein bagi pertumbuhan. Nisbah pertambahan berat badan hewan uji
akibat sejumlah protein yang dikonsumsinya ditentukan sebagai nilai PER.
BAB
5. PEMBAHASAN
5.1
Empat Tahap penentuan nilai PER dengan menggunakan hewan uji
Ukuran
kemampuan protein untuk mendukung pertumbuhan. Ini mewakili rasio berat untuk
mendapatkan jumlah protein yang dikonsumsi. Metode ini memiliki dua
keprihatinan utama. Pertama adalah perhatian yang tidak dapat diaplikasikan
untuk pertumbuhan bayi dan anak-anak sebagai asam amino pertumbuhan persyaratan
untuk bayi kurang dari orang-orang untuk tikus. Kedua, PER langkah-langkah
pertumbuhan tetapi tidak pemeliharaan sehingga mungkin menggunakan keterbatasan
dalam menentukan kebutuhan protein pada orang dewasa.
Ukuran
PER dapat dinilai dengan melakukan perhitungan,
akan tetapi sebelumnya dilakukan percobaan terlebih dahulu terhadap hewan uji
(hamster). Berikut merupakan tahap-tahap dalam menentukan nilai PER,
diantaranya adalah:
1. Persiapan
hewan uji
Hewan
uji yang biasa digunakan yaitu tikus yang berusia 21-27 hari. Dimana dalam satu
kelompok/kandang terdiri dari 3-5 ekor. Pada masa adaptasi tikus (hamster)
diberi makan yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu kuaci/pellet, tempe,
wortel, dan tauge. Semua bahan pangan
yang digunakan merupakan bahan pangan dengan sumber nabati. Sedangkan sumber
pangan hewani tidak digunakan.
2. Persiapan
pakan hewan uji
Dalam
praktikum ini pakan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yang
dinyatakan sebagai X, pakan kemudian semua pakan yang telah ditimbang dicampur
menjadi satu dan diberikan kepada hewan uji (hamster). Setiap kandang diberi
makan dengan jumlah yang berbeda karena pada masing-masing kandang hamster
jumlah hamster berbeda. Selain itu umur dan ukuran dari masing- masing hamster
juga berbeda sehingga proporsi makanan yang diberikan juga berbeda, semaikn
besar dan semakin banyak usia maka semakin banyak makanan yang diberikan.
3. Penimbangan
berat badan hewan uji
Hewan
yang telah diberi makan ditimbang untuk mengetahui berat badannya. Apabila
berat badan hamster meningkat secara signifikan berarti semakin banyak protein
yang dikonsumsi. Penimbangan dilakukan selama 2 hari sekali, karena tingkat
penigkatan berat nadan dari hewan uji itu sendiri akan lebih jelas diketahui.
4. Perhitungan
PER
Analisa
PER dilakukan dengan mengolah data perubahan berat badan dari hewan uji, dan
jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk menetapkan nilai PER pakan yang
dianalisis mutu proteinnya. Perhitungan nilai PER dihitung untuk setiap
kelompok hewan uji, dengan rumus:
5.2
Analisis Data
Berdasarkan
hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh bahwa nilai PER dengan hewan uji
coba hamster kandang A sebesar 0,127 gr; hamster kandang B sebesar 0,124 gr dan
hamster kandang C sebesar 0,033 gr. Dari hasil ini diketahui bahwa pada kandang
A nilai PER dari makanan yang diberikan adalah paling besar. Hal ini disebabkan karena
pemberian makanan dengan komposisi yang berbeda akan mempengaruhi peningkatan
berat badan yang berbeda pada hewan uji sehingga berakibat terjadi perbedaan
nilai PER dari masing-masing hewan uji. Pada kandang C yang
memiliki nilai PER tertinggi karena komposisi dari makanannya berupa pellet.
Dilihat dari komposisi bahan, terutama
proteinnya pada pellet adalah sebesar 22,78 gram/100 gram. Serta karena hamster
pada kandang A hanya tiga ekor tetapi ukuran dan beratnya jauh lebih berat
daripada hamster kandang B dan C.
Semakin
tinggi pertambahan berat badan hewan uji hamster maka semakin tinggi nilai
PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik
untuk pertumbuhan. Sebaliknya penurunan berat badan pada hewan uji dapat terjadi karena yang
diberikan tidak mengandung protein untuk pertumbuhan jaringan baru. Sehingga menyebabkan
tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru pada
hamster.
BAB 6. KESIMPULAN
Protein berperan penting dalam struktur
dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus, zat pembangun, zat pengatur dan
penghasil energi. Sebagai zat pembangun tubuh, protein berperan dalam banyak
proses biokimia seperti proses pembelahan sel yang membangun jaringan tubuh
dalam proses pertumbuhan. Kualitas suatu protein bahan makanan pada dasarnya
ditentukan oleh pola asam aminonya, serta jumlah masing - masing asam amino
esensialnya.
Proses pengolahan yang
menggunakan suhu tinggi berakibat pada denaturasi protein yang meningkatkan
daya cerna protein. Sebaliknya reaksi pencoklatan yang terjadi akibat pemanasan
menyebabkan penurunan nilai gizi protein. Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur
sekunder, tersier maupun kuartener dari suatu protein mengalami modifikasi
tanpa ada pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapat berupa rusaknya struktur
tiga matra dari suatu protein.
PER adalah rasio efisiensi
protein yang menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi.
PER pada sistem in vitro, Nisbah efisiensi protein menunjukkan tingkat
kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Ukuran PER dapat dinilai secara
perhitungan, seperti C-PER (Computed Protein efficiency Ratio).
Pemberian makanan secara ad libitum adalah keadaan
ketersediaan makanan sepanjang waktu dengan kuantitas dan frekuensi konsumsi
bebas sesuai keinginan si hewan tersebut hingga ia berhenti
sendiri sesuai keinginan. Tujuan dari ad libitum ini adalah agar hewan tidak
mengalami kekurangan makanan/ minuman saat ia merasa lapar/ haus.
Berikut
merupakan tahap-tahap dalam menentukan nilai PER, diantaranya adalah:
1. Persiapan
hewan uji
Hewan
uji yang biasa digunakan yaitu tikus yang berusia 21-27 hari. Dimana dalam satu
kelompok/kandang terdiri dari 3-5 ekor. Pada masa adaptasi tikus (hamster)
diberi makan yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu kuaci/pellet, tempe, wortel,
dan tauge.
2. Persiapan
pakan hewan uji
Dalam
praktikum ini pakan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu yang
dinyatakan sebagai X, pakan kemudian semua pakan yang telah ditimbang dicampur
menjadi satu dan diberikan kepada hewan uji (hamster). Setiap kandang diberi
makan dengan jumlah yang berbeda karena pada masing-masing kandang hamster
jumlah hamster berbeda.
3. Penimbangan
berat badan hewan uji
Hewan
yang telah diberi makan ditimbang untuk mengetahui berat badannya. Apabila
berat badan hamster meningkat secara signifikan berarti semakin banyak protein
yang dikonsumsi.
4. Perhitungan
PER
Analisa
PER dilakukan dengan mengolah data perubahan berat badan dari hewan uji, dan
jumlah pakan yang dikonsumsi digunakan untuk menetapkan nilai PER pakan yang dianalisis
mutu proteinnya.
Nilai
PER dengan hewan uji coba hamster kandang A sebesar 0,127 gr; hamster kandang B
sebesar 0,124 gr dan hamster kandang C sebesar 1,564 gr. Dari hasil ini
diketahui bahwa pada kandang C, nilai PER dari makanan yang diberikan adalah
paling besar. Hal ini disebabkan karena pemberian makanan
dengan komposisi yang berbeda akan mempengaruhi peningkatan berat badan yang
berbeda pada hewan uji sehingga berakibat terjadi perbedaan nilai PER dari
masing-masing hewan uji.
Semakin
tinggi pertambahan berat badan hewan uji hamster maka semakin tinggi nilai
PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik
untuk pertumbuhan. Sebaliknya penurunan berat badan pada hewan uji dapat terjadi karena yang
diberikan tidak mengandung protein untuk pertumbuhan jaringan baru. Sehingga menyebabkan
tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru pada
hamster.