Monday, November 30, 2015

LAPORAN KELOMPOK ACARA PRODUKSI TEMPE “PRAKTIKUM PRINSIP TEKNOLOGI FERMENTASI”





LAPORAN KELOMPOK

“PRAKTIKUM PRINSIP TEKNOLOGI FERMENTASI


 


Anggota Kelompok :

PUTRI SUKARMAWATI                101710101014
FRIDA MASLIKHAH                      101710101064
AHMAD M. A. IBROHIM               101710101068
HABIB FIRDAUS                            101710101077
IKHTIAR RINI PRABAWATI        101710101081

Sift/ Kelompok           : 2 / 4
Acara                           : PRODUKSI TEMPE
Tgl. Laporan               : 31 Oktober 2012
Asisten                         : 1. Irene Ratri  (*)
                                       2. Sugiarti Neike Lestari
                                       3. Budiono
                                       4. Eka Novitasari



LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tempe adalah makanan khas masyarakat Indonesia. Kata "tempe" sudah sangat akrab ditelinga masyarakat Indonesia dan diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan oleh kapang yang berupa padatan berwarna putih keabu-abuan dan berbau khas. Hingga sekarang saat perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, kini tempe tidak hanya dibuat dari kedelai tetapi juga dari biji-bijian yang lain.
Pada proses pembuatan tempe dibutuhkan bahan baku kedelai yang dalam hal ini Indonesia merupakan penghasil kedelai yang cukup besar, bahkan terbesar di ASEAN walaupun demikian Indonesia masih melakukan impor. Diperkirakan separuh lebih produksi kedelai dan kedelai impor diolah menjadi tempe.
Meskipun tempe sering dianggap makanan murahan dan tidak bergizi tinggi oleh sebagian orang. Namun, tempe merupakan makanan yang bergizi tinggi sehingga sangat penting untuk untuk pemenuhan gizi. Selain itu, tempe  mempunyai kandungan senyawa aktif, teknologi pembuatannya sederhana, harganya murah, mempunyai citarasa yang enak, mudah dimasak serta mempunyai khasiat untuk kesehatan.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya.
Dalam praktikum ini dilakukan cara pembuatan tempe, serta memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dan citarasa tempe yang dihasilkan. Sehingga kita dapat mengetahui proses pembuatan dan hasil yang diperoleh.

1.2  Tujuan
1.      Mengetahui proses fermentasi tempe dengan bahan kedelai
2.      Mengetahui pengaruh jenis pembungkus terhadap hasil fermentasi tempe.
3.      Mengetahui pengaruh jenis starter yang digunakan pada fermentasi tempe.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Wikipedia, 2010).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus . Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Sarwono, 2002).
Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menemukan tempe sebagai pengganti daging. Sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Dari kelas bawah, tempe terangkat menjadi makanan primadona yang kaya gizi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif (Astawan, 2003).
Tempe dibuat melalui proses fermentasi yaitu suatu proses metabolisme yang menghasilkan energi dengan cara menguraikan protein, karbohidrat,dan lemak, tanpa kehadiran O2 bebas. Cara ini telah digunakan manusia sejak jaman purba untuk menghasilkan makanan dan minuman.
Macam-macam tempe antara lain :
1.         Tempe kedelai
2.         Tempe bongkrek
3.         Tempe koro benguk
4.         Tempe lamtoro
5.         Tempe gembos
6.         Tempe bungkil
Tempe-tempe tersebut dibedakan berdasarkan bahan baku penyusun utama tempe tersebut. Namun untuk pengamatan kali ini dikhususkan untuk tempe kedelai karena untuk daerah Jember jenis tempe yang banyak dan mudah ditemui. Untuk jenis tempe yang lain hanya bisa ditemukan di daerah-daerah tertentu saja (Sarwono, 2002).

2.2 Kandungan Gizi Tempe
Tempe mempunyai kandungan sebagai berikut:

1. Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
2. Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
3. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
4. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Selain itu, pada tempe juga terjadi peningkatan nilai gizi seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan asam pantorenat. Bahkan hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan. Kandungan ini meningkat kurang lebih 2 kali lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe. Karena kadar niasin pada kedelai hanya berkisar 0,58 mg, tempe dapat dikonsumsi dalam tiga bentuk utama (Solusi Sehat, 2010).
 
2.3 Faktor yang Menyebabkan Kualitas Tempe
Dalam pembuatan tempe, dipengaruhi oleh beberapa faktor baik factor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor dari luar antara lain:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.

Sedangkan faktor dari dalam antara lain:
a)      Cara pengelupasan
Cara pengupasan kedelai yang benar akan menghasilkan kedelai yang benar-benar bersih dari kulit. Kebersihan kulit ini menyebabkan kedelai bebas dari kontaminan sehingga Rhizopus dapat bekerja optimal.
b)      PH pada proses pengasaman kedelai
Seperti yang kita ketahui bahwasanya tiap mikroba mempunyai Ph yang optimam untuk pertumbuhannya, begitu pula dengan kapang dalam pembuatan tempe. pH optimum disini adalah dimana pH dalam rentang nertal sedikit asam.
c)      Inokulum tempe
Kualitas tempe dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain :
a.       Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak.
b.      Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun kemampuan tumbuhnya.
c.       Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah diinokulasikan.
d.      Mengandung biakan jamur yang tempe yang murni, dan bila digunakan berupa kultur campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.
e.       Bebas dari mikrobia kontaminan
f.       Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang.
g.      Pertumbuhan miselia setelah diinokulasi harus kuat, lebat berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan tidak mengalami sporulasi yang terlalu awal (Wepi, 2009).
d)      Inkubasi
Lama waktu inkubasi mempengaruhi produk yang dihasilkan. Jika dipanen pada jam ke 0-30 maka kemungkinan hifa yang terbentuk pada tempe hanaya sedikit sedangkan jika dipanen pada jam ke 50, hifa tempe mulai menghitam dan tempe dikatakan busuk. Lama tempe untuk di inkubasi (diperam) adalah sekitar  jam ke 30-50 dimana miselium mulai menembus kedelai.
    (Laning, 2007)

2.4 Fase Pertumbuhan Tempe
Proses fermentasi tempe dibedakan atas tiga fase, yaitu :
1.      Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.
2.      Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe dimana tempe siap di pasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal dan tekstur lebih kompak.
3.      Fase pembusukan (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia.
(Koswara, 1995)

2.5 Mekanisme Pembentukan Tempe
Selama fermentasi, Rhizopus sp. akan membentuk miselium berwarna putih yang menunjukkan pertumbuhannya dan membentuk jaringan yang kuat antar biji kedelai/koro. Dengan adanya kapang Rhizopus sp. maka susunan kimia kedelai yang semula kompleks dan sulit dicerna diubah menjadi bahan yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tubuh. Adanya fermentasi, bau langu pada kedelai juga bisa dihilangkan dan cita rasa, aroma dapat lebih sedap dan khas.
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Semakin lama fermentasi maka akan memecah asam lemak bebas sehingga menghasilkan bau amoniak.
Rhizopus
        Protein     ------------------>    Asam amino
Enzim Protease

Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulensi yaitu stakiosa dan rafinosa. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan pospat yang bebas. Selama fermentasi asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam. Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium (Rahayu, 1990).



BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1.      Beaker glass
2.      Gelas ukur
3.      Baskom
4.      Bunsen
5.      Spatula
6.      Pemanas listrik
7.      Inkubator
8.      Mortar
9.      Plastik
10.  Daun pisang
11.  Panci
12.  Oven
13.  Timbangan analitik

3.1.2 Bahan
1.      Beras
2.      Kedelai
3.      Aquades
4.      Biakan Rhizopus sp.
5.      Ragi pasar
6.      Air





3.2  Skema Kerja
3.2.1 Pembuatan Starter Tempe








 

 

















BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan
Shift
Kel
Perlakuan
Mycelium
Spora
Tekstur
Warna
Aroma
Ragi
Simpan
Bungkus
1
1
Sendiri
3 hari
Daun
+
-
+
+++
++++
Pasar
3 hari
Daun
+++
+++
++++
+
+
2
Sendiri
2 hari
Daun
-
-
+
++
+
Pasar
2 hari
Daun
+++
-
+++
+
+++
3
Sendiri
3 hari
Plastik
++
+++
++
+++
+
Pasar
3 hari
Plastik
++++
++
++++
++
+++
4
Sendiri
2 hari
Plastik
-
-
+
+++
++++
Pasar
2 hari
Plastik
++++
++
++
+
++
2
1
Sendiri
3 hari
Daun
-
-
+
+
++++
Pasar
3 hari
Daun
++++
++++
++++
+++
+++
2
Sendiri
2 hari
Daun
-
-
+
+
++++
Pasar
2 hari
Daun
++++
++
+++
+++
++
3
Sendiri
3 hari
Plastik
-
-
+
++++
++++
Pasar
3 hari
Plastik
++++
+++
++++
++
+++
4
Sendiri
2 hari
Plastik
-
-
+
+
++++
Pasar
2 hari
Plastik
+++
-
++
++
++
3
1
Sendiri
3 hari
Daun
+
-
+
++++
++++
Pasar
3 hari
Daun
++++
+++
+++
++
++
2
Sendiri
2 hari
Daun
++
-
+
+++
+++
Pasar
2 hari
Daun
++++
+
++++
+
+
3
Sendiri
3 hari
Plastik
-
-
+
+++
++++
Pasar
3 hari
Plastik
+
-
+
+++
++++
4
Sendiri
2 hari
Plastik
-
-
+
++++
++++
Pasar
2 hari
Plastik
++
+
++
+++
+++

Keterangan :
Miselium         : semakin + semakin banyak
Spora               : semakin + semakin banyak spora terbentuk
Tekstur            : semakin + semakin keras
Warna              : semakin + semakin gelap
Aroma             : semakin + semakin menyengat

4.2 Hasil Perhitungan
Tidak dilakukan perhitungan



BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan
               Pada pembuatan tempe kali ini bahan yang  digunakan untuk semua golongan  adalah  kedelai.  Serta  Rhizopus sp sebagai starternya .Namun dalam hal ini yang akan digunakan sebagai starter ada dua macam yaitu ragi buatan sendiri dan ragi pasar.
               Langkah awal adalah pembuatan starter. Dimulai dari menimbang 15 gram beras dengan 5 gram kedelai ditambah  dengan 20 ml aquadest kemudian di sterilisasi 10 menit lalu didinginkan. Sterilisasi dimaksudkan  untuk membunuh bakteri atau mikroba yang tidak diinginkan selama proses pembuatan starter yang dapat menghambat proses pembuatan starter. Setelah itu siapkan  isolate Rhizopus sp kemudian ditambah 5ml aquadest lalu diambil 2,5 ml. Selanjutnya adonan dicampur. Dan diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari lalu dioven atau dijemur sampai kering dan terakhir ditumbuk sampai halus.
               Selanjutnya adalah proses produksi tempe. Menimbang 125 gram kedelai. Kemudian di cuci lalu direndam selama 24 jam.. Fermentasi bakteri asam terjadi selama perendaman, akan tetapi hal ini belum banyak diketahui. Yang terutama adalah fermentasi jamur genus Rhizopus misalnya Rizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus. Kemudian direbus 10 menit. Agar lebih  memaksimalkan penyerapan granula-granula pati terhadap air sehingga memudahkan daya cerna protein saat fermentasi nantinya. Selain itu, perebusan bertujuan untuk merusak bakteri kontaminan, merusak tripin inhibitor dan membebaskan nutrisi untuk pertumbuhan jamur. Perebusan ini menggunakan air rendaman bertujuan agar pH antara kedelai tetap sesuai dengan pH pada starter. Jika menggunakan air baru maka pH nya perlu di atur kembaliselanjutnya didinginkan dan  dihilangkan kulit arinya. Karena jamur tidak dapat tumbuh pada biji yang masih ada kulitnya.
               Selanjutnya didinginkan supaya memberi kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur. Setelah dingin kedelai dicampur dengan ragi sekitar 1 gram. Ada dua macam ragi digunakan yaitu ragi sendiri dan ragi pasar. Kemudian diaduk dan  dibungkus dengan plastic yang telah dilubangi terlebih dahulu dan daun pisang. Untuk kelompok 1 dan 3 menggunakan bungkus daun, sedang kelompok 2 dan 4 menggunakan plastik. Setelah itu  difermentasi selama 2 hari.
5.2 Analisa Data
               Pada praktikum kali ini pembuatan tempe menggunakan ragi pasar dan ragi buatan sendiri (starter), sedangkan untuk pembungkus menggunakan pembungkus daun dan plastik. Hasil tempe yang diperoleh dari masing-masing ragi dan pembungkus tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu dalam hal tekstur, warna, aroma, pertumbuhan mycelium dan spora. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.      Mycellium
               Miselium adalah kumpulan hifa yang dihasilkan oleh kapang. Biasanya berwarna putih dan akan mengikat keping-keping bahan dasar hingga terbentuk struktur yang padat. Dari hasil pengamatan dapat kita lihat bahwa kenampakan mycelium terbentuk dengan baik pada tempe yang dibungkus dengan daun. Selain pori-pori pada pembungkus yang memudahkan untuk pembentukan mycelium, warnanya juga lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan untuk semua shift yang menunjukkan bahwa tempe yang dibungkus dengan daun lebih baik miseliumnya. Selain itu penggunaan ragi yang menghasilkan tempe dengan misellium yang baik adalah penggunaan ragi pasar. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan semua shift yang menunjukkan bahwa tempe yang menggunakan ragi pasar miselliumnya lebih baik. Ragi pasar menghasilkan tempe dengan misellium yang baik karena ragi pasar telah diproses secara baik dan bahan-bahan pilihan, sedangkan ragi yang dibuat sendiri terkesan asal buat sehingga hasilnya kurang maksimal.
      Jika ditinjau dari lama inkubasi dengan misellium yang terbentuk diketahui bahwa semakin lama fermentasi maka misellium yang terbentuk akan lebih banyak. Hal ini terjadi karena semakin lama proses inkubasi maka pertumbuhan kapang semakin banyak dan miselliumnya pun akan semakin banyak.
2. Spora
               Pada dasarnya pembentukan spora tidak dipengaruhi secara langsung oleh jenis pembungkus. Spora yang terbentuk pada tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi pada tempe tersebut. Semakin lama waktu inkubasinya maka semakin banyak spora yang terbentuk. Hal ini disebabkan karena jumlah mycelium semakin banyak sehingga pembentukan spora semakin cepat/banyak. Pada shift 1 dan 2 spora yang terbentuk dengan baik adalah tempe yang menggunakan ragi pasar. Sedangkan pada shift 3 spora yang terlihat ada pada perlakuan pembungkus daun dengan ragi pasar selama 3 hari. Sedangkan yang lainnya terjadi pembusukan sehingga tidak terlihat adanya spora.
3. Tekstur
               Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa tempe yang menggunakan ragi buatan sendiri dan dengan pembungkus plastik teksturnya lebih lunak. Hal ini disebabkan karena kedelai sangat mudah terurai oleh semua mikroorganisme yang ada pada ragi, sehingga kemungkinan terdapat mikroba-mikroba lain yang ikut mengurai kedelai sehingga didapatkan tempe yang lunak dan cenderung busuk. Selain kedua hal tersebut, kandungan air pada kedelai yang digunakan juga dapat mempengaruhi terjadinya pembusukan.
4. Warna
               Warna dari tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa tempe yang diinkubasi selama 3 hari warnanya semakin gelap. Hal ini karena semakin lama inkubasi maka kedelai yang terurai oleh mikroba terutama kapang akan mengalami pembusukan sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Dari data juga diketahui bahwa penggunaan ragi sendiri menghasilkan tempe dengan warna yang gelap. Hal ini bisa terjadi dimungkinkan karena ragi buatan sendiri tidak murni berisi kapang Rhizopus tetapi tercampur dengan mikroba-mikroba lain yang meggunakan kedelai sebagai nutrisi mereka sehingga kedelai lebih cepat terurai dan lebih cepat membusuk. Pembusukan tersebut menyebabkan warnanya semakin gelap.
5. Aroma
               Aroma pada tempe dipengaruhi oleh banyak sedikitnya komponen pada bahan yang telah terurai/terdegradasi (terutama adanya pembentukan ammonia). Dari data hasil pengamatan menunjukkan bahwa aroma yang paling menyengat terdapat shift 2 kelompok satu dengan perlakuan ragi sendiri, simpan 2 hari dan pembungkus daun. Hal ini dimungkinkan karena kedelai yang digunakan banyak mengandung air sehingga memudahkan pembusukan, selain itu penggunaan ragi sendiri yang besar kemungkinan terkontaminasi mikroba lain tinggi menyebabkan tempe tersebut mudah membusuk sehingga aromanya menyengat.
               Adanya kegagalan beberapa kelompok dalam pembuatan tempe disebabkan karena beberapa hal salah satunya yaitu pada waktu pembuatan starter kurang sesuai dengan kondisi faktor yang mempengaruhinya seperti pH, kelembaban, dll. Kemungkinan juga starter ketika dicampur dengan bahan harus menyesuaikan dulu dengan kondisi bahan sehingga sulit tumbuh maksimal. Dan ada juga kelompok lain yang pertumbuhannya sampai membusuk. Hal ini diakibatkan adanya kontaminasi oleh mikroba lainnya terhadap bahan baik pada saat pencampuran maupun inokulasi. Selain faktor dari bahan maupun raginya, kegagalan dalam pembuatan tempe bisa juga dikarenakan pada pembungkus yang digunakan. Plastik dan daunnya kurang bersih saat penggunaannya. Karena pembuatan tempe akan berhasil hanya jika plastic dapat:
a.       Cukup oksigen untuk aerasi
b.      Oksigen yang ada tidak menyebabkan sporulasi dengan warna mycelium gelap.
c.       Suhu dapat dikontrol
d.      Biji dapat mempertahankan kadar air selama fermentasi menyebabkan kontaminasi bakteri penghasil racun.
e.       Sanitasi terjamin.
(Astawan, 1999).
   Tempe yang sudah jadi, daya tahannya relative tidak lama yaitu hanya sekitar 5 jam. Dalam hal ini seorang pengusaha harus tahu betul kapan menentukan saat yang tepat dalam penggarapan dan pemasarannya. Setelah tiga hari proses fermentasi, hasil tempe sudah siap dikonsumsi dan dipasarkan. Pada saat ini bahan makanan tempe benar-benar dalam kondisi dan mutu terbaiknya (Buckle, 1987).


BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :
a.       Misellium yang terbentuk dipengaruhi oleh lama inkubasi, jenis pembungkus dan jenis ragi yang digunakan.
b.      Semakin lama inkubasi maka pembentukan misellium semakin banyak.
c.       Pori-pori pada pembungkus memudahkan untuk pembentukan mycelium.
d.      Semakin lama inkubasi maka pembentukan spora semakin banyak. terbentuk  karena spora Rhizopus pecah menjadi sporulasi.
e.       Penggunaan ragi pasar menghasilkan tempe lebih bagus daripada ragi sendiri karena pada ragi pasar, kultur yang ada pada ragi lebih murni.
f.       Pada daun pisang terdapat pori-pori sehingga aerasi udara lancar. Sedang  plastik tidak ada pori-pori selain lubang yang diberikan sehingga areasi udara tidak berjalan lancar.
g.      Tempe yang menggunakan ragi buatan sendiri dan dengan pembungkus plastik teksturnya lebih lunak
h.      Warna dari tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi. Semakin lama inkubasi maka warnanya semakin gelap.
i.        Aroma pada tempe dipengaruhi oleh banyak sedikitnya komponen pada bahan yang telah terurai/terdegradasi (terutama adanya pembentukan ammonia).
j.        Tempe yang baik adalah yang dibuat dari ragi pasar dengan pembungkus daun.

6.2 Saran
               Untuk jumlah dan pola lubang pada plastik akan lebih baik ditentukan karena jumlah dan pola lubang akan mempengaruhi aerasinya.



DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 1999. Teknologi Pengolahan Bahan Pangan Tepat Guna. Jakarta : Ak. Presindo.
Buckle, dkk. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : UI Press.
Koswara, Sutrisno. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Laning, Vina Dwi. 2007. Makanan Awet dan Lezat. Klaten : Saka Mitra Kompetensi
Rahayu, Winiati. 1990. Teknologi Fermentasi Umbi-Umbian Dan Biji-bijian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, B. 2002. Membuat Oncom dan Tempe. Jakarta : Penebar Swadaya
Sulusi Sehat. 2010. Menguak Manfaat Tempe. http://www.jawaban.com/index.php/health/detail/id/66/news/070626140546/limit/0/ [19 Oktober 2012].
Wepi. 2009. Faktor Pembuatan Tempe. http://wempigembul.blogspot.com/2010/03/faktor-pada-pembuatan-tempe.html  [19 Oktober 2012].
Wikipedia. 2010. Rhizopus olygosporus. http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus  [19 Oktober 2012].



ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...