LAPORAN KELOMPOK
“PRAKTIKUM PRINSIP TEKNOLOGI FERMENTASI”
Anggota Kelompok :
PUTRI
SUKARMAWATI 101710101014
FRIDA MASLIKHAH 101710101064
AHMAD M. A.
IBROHIM 101710101068
HABIB
FIRDAUS 101710101077
IKHTIAR RINI
PRABAWATI 101710101081
Sift/ Kelompok : 2 / 4
Acara : PRODUKSI TEMPE
Tgl. Laporan : 31 Oktober 2012
Asisten : 1. Irene Ratri (*)
2. Sugiarti Neike Lestari
3. Budiono
4. Eka Novitasari
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI
PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah makanan khas
masyarakat Indonesia. Kata "tempe" sudah sangat akrab ditelinga
masyarakat Indonesia dan diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan oleh kapang yang berupa padatan berwarna putih keabu-abuan
dan berbau khas. Hingga sekarang saat perkembangan pengetahuan dan teknologi
yang semakin maju, kini tempe tidak hanya dibuat dari kedelai tetapi juga dari biji-bijian
yang lain.
Pada proses pembuatan tempe dibutuhkan bahan baku kedelai yang dalam hal
ini Indonesia merupakan penghasil kedelai yang cukup besar, bahkan terbesar di
ASEAN walaupun demikian Indonesia masih melakukan impor. Diperkirakan separuh
lebih produksi kedelai dan kedelai impor diolah menjadi tempe.
Meskipun tempe sering dianggap makanan murahan dan tidak bergizi tinggi
oleh sebagian orang. Namun, tempe merupakan makanan yang bergizi tinggi
sehingga sangat penting untuk untuk pemenuhan gizi. Selain itu, tempe mempunyai kandungan senyawa aktif, teknologi
pembuatannya sederhana, harganya murah, mempunyai citarasa yang enak, mudah
dimasak serta mempunyai khasiat untuk kesehatan.
Bila seseorang tidak boleh atau tidak
dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein
sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14
gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap,
susu, dan lain-lainnya.
Dalam praktikum ini dilakukan cara
pembuatan tempe, serta memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dan
citarasa tempe yang dihasilkan. Sehingga kita dapat mengetahui proses pembuatan
dan hasil yang diperoleh.
1.2
Tujuan
1. Mengetahui proses fermentasi tempe dengan bahan kedelai
2. Mengetahui pengaruh jenis pembungkus terhadap hasil fermentasi tempe.
3. Mengetahui pengaruh jenis starter yang digunakan pada fermentasi tempe.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus
oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti),
atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai
"ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai
macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum,
tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan
aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe
terasa agak masam (Wikipedia, 2010).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi
tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus . Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur
kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang
tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh
miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut.
Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan
terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Sarwono, 2002).
Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin
B dan zat besi. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah
mendunia. Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menemukan
tempe sebagai pengganti daging. Sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di
dunia, tidak hanya di Indonesia. Dari kelas bawah, tempe terangkat menjadi
makanan primadona yang kaya gizi. Berbagai macam kandungan dalam tempe
mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif (Astawan, 2003).
Tempe dibuat melalui proses fermentasi
yaitu suatu proses metabolisme yang menghasilkan energi dengan cara menguraikan
protein, karbohidrat,dan lemak, tanpa kehadiran O2 bebas. Cara ini
telah digunakan manusia sejak jaman purba untuk menghasilkan makanan dan
minuman.
Macam-macam tempe antara lain :
1.
Tempe
kedelai
2.
Tempe
bongkrek
3.
Tempe koro
benguk
4.
Tempe
lamtoro
5.
Tempe gembos
6.
Tempe
bungkil
Tempe-tempe tersebut dibedakan berdasarkan bahan baku penyusun utama tempe
tersebut. Namun untuk pengamatan kali ini dikhususkan untuk tempe kedelai
karena untuk daerah Jember jenis tempe yang banyak dan mudah ditemui. Untuk
jenis tempe yang lain hanya bisa ditemukan di daerah-daerah tertentu saja
(Sarwono, 2002).
2.2 Kandungan Gizi Tempe
Tempe mempunyai kandungan sebagai berikut:
1. Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe,
terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak.
Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty
acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami
penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh
mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga
dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
2.
Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat
pada tempe, yaitu larut air (vitamin B
kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe
merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung
dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat,
asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada
makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung
vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial
dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada
pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi
dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin
2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali
lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri
kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar
antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah
dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin
B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12,
sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
3. Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan
mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100
g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan
menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat,
mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
4. Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat
antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan
karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh
untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Selain itu, pada tempe juga terjadi peningkatan nilai gizi
seperti kadar vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan asam pantorenat. Bahkan
hasil analisis, gizi tempe menunjukkan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100
gram berat tempe yang dapat dimakan. Kandungan ini meningkat kurang lebih 2 kali
lipat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe. Karena kadar niasin pada
kedelai hanya berkisar 0,58 mg, tempe dapat dikonsumsi dalam tiga bentuk utama
(Solusi Sehat, 2010).
2.3 Faktor yang Menyebabkan Kualitas Tempe
Dalam pembuatan tempe, dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik factor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar
(eksternal). Faktor dari luar antara lain:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk
pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses
metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak
pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai
bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan
jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air
Uap air yang berlebihan akan
menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang
mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan
kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu
ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu
ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode
tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya
digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe
tidak mengalami kegagalan.
Sedangkan faktor dari dalam
antara lain:
a)
Cara pengelupasan
Cara pengupasan
kedelai yang benar akan menghasilkan kedelai yang benar-benar bersih dari
kulit. Kebersihan kulit ini menyebabkan kedelai bebas dari kontaminan sehingga Rhizopus dapat bekerja optimal.
b)
PH pada proses
pengasaman kedelai
Seperti yang kita
ketahui bahwasanya tiap mikroba mempunyai Ph yang optimam untuk pertumbuhannya,
begitu pula dengan kapang dalam pembuatan tempe. pH optimum disini adalah
dimana pH dalam rentang nertal sedikit asam.
c)
Inokulum tempe
Kualitas tempe
dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang baik untuk
dipakai sebagai starter tempe antara lain :
a.
Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak.
b.
Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan
genetis maupun kemampuan tumbuhnya.
c.
Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera
setelah diinokulasikan.
d.
Mengandung biakan jamur yang tempe yang murni, dan bila
digunakan berupa kultur campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.
e.
Bebas dari mikrobia kontaminan
f.
Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang.
g.
Pertumbuhan miselia setelah diinokulasi harus kuat, lebat
berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak, dan tidak
mengalami sporulasi yang terlalu awal (Wepi, 2009).
d)
Inkubasi
Lama waktu inkubasi
mempengaruhi produk yang dihasilkan. Jika dipanen pada jam ke 0-30 maka
kemungkinan hifa yang terbentuk pada tempe hanaya sedikit sedangkan jika
dipanen pada jam ke 50, hifa tempe mulai menghitam dan tempe dikatakan busuk.
Lama tempe untuk di inkubasi (diperam) adalah sekitar jam ke 30-50 dimana miselium mulai menembus
kedelai.
(Laning, 2007)
2.4 Fase Pertumbuhan Tempe
Proses fermentasi tempe dibedakan atas
tiga fase, yaitu :
1. Fase
pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan
jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat
dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat
sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.
2. Fase
transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase
optimal fermentasi tempe dimana tempe siap di pasarkan. Pada fase ini terjadi
penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir
tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal dan tekstur lebih
kompak.
3. Fase
pembusukan (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun
dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan
flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia.
(Koswara,
1995)
2.5 Mekanisme Pembentukan Tempe
Selama fermentasi, Rhizopus sp. akan membentuk miselium berwarna
putih yang menunjukkan pertumbuhannya dan membentuk jaringan yang kuat antar
biji kedelai/koro. Dengan adanya kapang Rhizopus sp. maka susunan kimia
kedelai yang semula kompleks dan sulit dicerna diubah menjadi bahan yang lebih
sederhana dan mudah diserap oleh tubuh. Adanya fermentasi, bau langu pada
kedelai juga bisa dihilangkan dan cita rasa, aroma dapat lebih sedap dan khas.
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan
derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh
majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses
itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan
kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat
pada kedelai). Semakin lama fermentasi
maka akan memecah asam lemak bebas sehingga menghasilkan bau amoniak.
Rhizopus
Protein ------------------> Asam amino
Enzim Protease
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama
fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab
flatulensi yaitu stakiosa dan rafinosa. Penurunan tersebut akan terus
berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan
meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase
yang dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis
asam fitat menjadi inositol dan pospat yang bebas. Selama fermentasi asam amino
bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah
terbesar pada waktu fermentasi 72 jam. Kadar air kedelai pada saat sebelum
fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam
fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan
terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium,
magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Di dalam
tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti
halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang
sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan
genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat
antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat
antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai.
Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai
menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium
(Rahayu, 1990).
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1.
Beaker glass
2.
Gelas ukur
3.
Baskom
4.
Bunsen
5.
Spatula
6.
Pemanas listrik
7.
Inkubator
8.
Mortar
9.
Plastik
10. Daun pisang
11. Panci
12. Oven
13. Timbangan analitik
3.1.2 Bahan
1.
Beras
2.
Kedelai
3.
Aquades
4.
Biakan Rhizopus sp.
5.
Ragi pasar
6.
Air
3.2
Skema Kerja
3.2.1 Pembuatan Starter Tempe
|
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Shift
|
Kel
|
Perlakuan
|
Mycelium
|
Spora
|
Tekstur
|
Warna
|
Aroma
|
||
Ragi
|
Simpan
|
Bungkus
|
|||||||
1
|
1
|
Sendiri
|
3 hari
|
Daun
|
+
|
-
|
+
|
+++
|
++++
|
Pasar
|
3 hari
|
Daun
|
+++
|
+++
|
++++
|
+
|
+
|
||
2
|
Sendiri
|
2 hari
|
Daun
|
-
|
-
|
+
|
++
|
+
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Daun
|
+++
|
-
|
+++
|
+
|
+++
|
||
3
|
Sendiri
|
3 hari
|
Plastik
|
++
|
+++
|
++
|
+++
|
+
|
|
Pasar
|
3 hari
|
Plastik
|
++++
|
++
|
++++
|
++
|
+++
|
||
4
|
Sendiri
|
2 hari
|
Plastik
|
-
|
-
|
+
|
+++
|
++++
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Plastik
|
++++
|
++
|
++
|
+
|
++
|
||
2
|
1
|
Sendiri
|
3 hari
|
Daun
|
-
|
-
|
+
|
+
|
++++
|
Pasar
|
3 hari
|
Daun
|
++++
|
++++
|
++++
|
+++
|
+++
|
||
2
|
Sendiri
|
2 hari
|
Daun
|
-
|
-
|
+
|
+
|
++++
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Daun
|
++++
|
++
|
+++
|
+++
|
++
|
||
3
|
Sendiri
|
3 hari
|
Plastik
|
-
|
-
|
+
|
++++
|
++++
|
|
Pasar
|
3 hari
|
Plastik
|
++++
|
+++
|
++++
|
++
|
+++
|
||
4
|
Sendiri
|
2 hari
|
Plastik
|
-
|
-
|
+
|
+
|
++++
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Plastik
|
+++
|
-
|
++
|
++
|
++
|
||
3
|
1
|
Sendiri
|
3 hari
|
Daun
|
+
|
-
|
+
|
++++
|
++++
|
Pasar
|
3 hari
|
Daun
|
++++
|
+++
|
+++
|
++
|
++
|
||
2
|
Sendiri
|
2 hari
|
Daun
|
++
|
-
|
+
|
+++
|
+++
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Daun
|
++++
|
+
|
++++
|
+
|
+
|
||
3
|
Sendiri
|
3 hari
|
Plastik
|
-
|
-
|
+
|
+++
|
++++
|
|
Pasar
|
3 hari
|
Plastik
|
+
|
-
|
+
|
+++
|
++++
|
||
4
|
Sendiri
|
2 hari
|
Plastik
|
-
|
-
|
+
|
++++
|
++++
|
|
Pasar
|
2 hari
|
Plastik
|
++
|
+
|
++
|
+++
|
+++
|
Keterangan :
Miselium : semakin + semakin banyak
Spora : semakin + semakin banyak spora terbentuk
Tekstur : semakin + semakin keras
Warna : semakin + semakin gelap
Aroma : semakin + semakin menyengat
4.2 Hasil
Perhitungan
Tidak dilakukan
perhitungan
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan
Pada
pembuatan tempe kali ini bahan yang
digunakan untuk semua golongan
adalah kedelai. Serta Rhizopus
sp sebagai starternya .Namun dalam hal ini yang akan digunakan sebagai
starter ada dua macam yaitu ragi buatan sendiri dan ragi pasar.
Langkah awal adalah
pembuatan starter. Dimulai dari menimbang 15 gram beras dengan 5 gram kedelai
ditambah dengan 20 ml aquadest kemudian
di sterilisasi 10 menit lalu didinginkan. Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh bakteri atau mikroba yang
tidak diinginkan selama proses pembuatan starter yang dapat menghambat proses
pembuatan starter. Setelah itu siapkan
isolate Rhizopus sp kemudian ditambah 5ml aquadest lalu diambil
2,5 ml. Selanjutnya adonan dicampur. Dan diinkubasi pada suhu kamar selama 2
hari lalu dioven atau dijemur sampai kering dan terakhir ditumbuk sampai halus.
Selanjutnya adalah
proses produksi tempe. Menimbang 125 gram kedelai. Kemudian di cuci lalu
direndam selama 24 jam.. Fermentasi bakteri asam terjadi selama perendaman,
akan tetapi hal ini belum banyak diketahui. Yang terutama adalah fermentasi
jamur genus Rhizopus misalnya Rizopus oligosporus, Rhizopus
stolonifer dan Rhizopus arrhizus. Kemudian direbus 10 menit. Agar
lebih memaksimalkan penyerapan
granula-granula pati terhadap air sehingga memudahkan daya cerna protein saat
fermentasi nantinya. Selain itu, perebusan bertujuan untuk merusak bakteri
kontaminan, merusak tripin inhibitor dan membebaskan nutrisi untuk pertumbuhan
jamur. Perebusan ini menggunakan air rendaman bertujuan agar pH antara kedelai
tetap sesuai dengan pH pada starter. Jika menggunakan air baru maka pH nya
perlu di atur kembaliselanjutnya didinginkan dan dihilangkan kulit arinya. Karena jamur tidak
dapat tumbuh pada biji yang masih ada kulitnya.
Selanjutnya
didinginkan supaya memberi kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur. Setelah
dingin kedelai dicampur dengan ragi sekitar 1 gram. Ada dua macam ragi
digunakan yaitu ragi sendiri dan ragi pasar. Kemudian diaduk dan dibungkus dengan plastic yang telah dilubangi
terlebih dahulu dan daun pisang. Untuk kelompok 1 dan 3 menggunakan bungkus
daun, sedang kelompok 2 dan 4 menggunakan plastik. Setelah itu difermentasi selama 2 hari.
5.2 Analisa Data
Pada
praktikum kali ini pembuatan tempe menggunakan ragi pasar dan ragi buatan
sendiri (starter), sedangkan untuk pembungkus menggunakan pembungkus daun dan
plastik. Hasil tempe yang diperoleh dari masing-masing ragi dan pembungkus
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu dalam hal tekstur, warna,
aroma, pertumbuhan mycelium dan spora. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1.
Mycellium
Miselium
adalah kumpulan hifa yang dihasilkan oleh kapang. Biasanya berwarna putih dan
akan mengikat keping-keping bahan dasar hingga terbentuk struktur yang padat.
Dari hasil pengamatan dapat kita lihat bahwa kenampakan mycelium terbentuk
dengan baik pada tempe yang dibungkus dengan daun. Selain pori-pori pada
pembungkus yang memudahkan untuk pembentukan mycelium, warnanya juga lebih
baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan untuk semua shift yang
menunjukkan bahwa tempe yang dibungkus dengan daun lebih baik miseliumnya.
Selain itu penggunaan ragi yang menghasilkan tempe dengan misellium yang baik
adalah penggunaan ragi pasar. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan semua
shift yang menunjukkan bahwa tempe yang menggunakan ragi pasar miselliumnya
lebih baik. Ragi pasar menghasilkan tempe dengan misellium yang baik karena
ragi pasar telah diproses secara baik dan bahan-bahan pilihan, sedangkan ragi
yang dibuat sendiri terkesan asal buat sehingga hasilnya kurang maksimal.
Jika ditinjau
dari lama inkubasi dengan misellium yang terbentuk diketahui bahwa semakin lama
fermentasi maka misellium yang terbentuk akan lebih banyak. Hal ini terjadi
karena semakin lama proses inkubasi maka pertumbuhan kapang semakin banyak dan
miselliumnya pun akan semakin banyak.
2. Spora
Pada
dasarnya pembentukan spora tidak dipengaruhi secara langsung oleh jenis
pembungkus. Spora yang terbentuk pada tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi pada
tempe tersebut. Semakin lama waktu inkubasinya maka semakin banyak spora yang
terbentuk. Hal ini disebabkan karena jumlah mycelium semakin banyak sehingga
pembentukan spora semakin cepat/banyak. Pada shift 1 dan 2 spora yang terbentuk
dengan baik adalah tempe yang menggunakan ragi pasar. Sedangkan pada shift 3
spora yang terlihat ada pada perlakuan pembungkus daun dengan ragi pasar selama
3 hari. Sedangkan yang lainnya terjadi pembusukan sehingga tidak terlihat
adanya spora.
3. Tekstur
Dari
data pengamatan dapat diketahui bahwa tempe yang menggunakan ragi buatan
sendiri dan dengan pembungkus plastik teksturnya lebih lunak. Hal ini
disebabkan karena kedelai sangat mudah terurai oleh semua mikroorganisme yang
ada pada ragi, sehingga kemungkinan terdapat mikroba-mikroba lain yang ikut
mengurai kedelai sehingga didapatkan tempe yang lunak dan cenderung busuk.
Selain kedua hal tersebut, kandungan air pada kedelai yang digunakan juga dapat
mempengaruhi terjadinya pembusukan.
4. Warna
Warna
dari tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi. Dari data pengamatan dapat diketahui
bahwa tempe yang diinkubasi selama 3 hari warnanya semakin gelap. Hal ini
karena semakin lama inkubasi maka kedelai yang terurai oleh mikroba terutama
kapang akan mengalami pembusukan sehingga warnanya berubah menjadi gelap. Dari
data juga diketahui bahwa penggunaan ragi sendiri menghasilkan tempe dengan
warna yang gelap. Hal ini bisa terjadi dimungkinkan karena ragi buatan sendiri
tidak murni berisi kapang Rhizopus tetapi
tercampur dengan mikroba-mikroba lain yang meggunakan kedelai sebagai nutrisi
mereka sehingga kedelai lebih cepat terurai dan lebih cepat membusuk.
Pembusukan tersebut menyebabkan warnanya semakin gelap.
5. Aroma
Aroma
pada tempe dipengaruhi oleh banyak sedikitnya komponen pada bahan yang telah
terurai/terdegradasi (terutama adanya pembentukan ammonia). Dari data hasil
pengamatan menunjukkan bahwa aroma yang paling menyengat terdapat shift 2
kelompok satu dengan perlakuan ragi sendiri, simpan 2 hari dan pembungkus daun.
Hal ini dimungkinkan karena kedelai yang digunakan banyak mengandung air
sehingga memudahkan pembusukan, selain itu penggunaan ragi sendiri yang besar
kemungkinan terkontaminasi mikroba lain tinggi menyebabkan tempe tersebut mudah
membusuk sehingga aromanya menyengat.
Adanya
kegagalan beberapa kelompok dalam pembuatan tempe disebabkan karena beberapa
hal salah satunya yaitu pada waktu pembuatan starter kurang sesuai dengan
kondisi faktor yang mempengaruhinya seperti pH, kelembaban, dll. Kemungkinan
juga starter ketika dicampur dengan bahan harus menyesuaikan dulu dengan
kondisi bahan sehingga sulit tumbuh maksimal. Dan ada juga kelompok lain yang
pertumbuhannya sampai membusuk. Hal ini diakibatkan adanya kontaminasi oleh
mikroba lainnya terhadap bahan baik pada saat pencampuran maupun inokulasi.
Selain faktor dari bahan maupun raginya, kegagalan dalam pembuatan tempe bisa
juga dikarenakan pada pembungkus yang digunakan. Plastik dan daunnya kurang
bersih saat penggunaannya. Karena pembuatan tempe akan berhasil hanya jika
plastic dapat:
a.
Cukup oksigen untuk aerasi
b.
Oksigen yang ada tidak menyebabkan sporulasi dengan warna
mycelium gelap.
c.
Suhu dapat dikontrol
d.
Biji dapat mempertahankan kadar air selama fermentasi
menyebabkan kontaminasi bakteri penghasil racun.
e.
Sanitasi terjamin.
(Astawan, 1999).
Tempe yang sudah jadi, daya tahannya relative tidak lama yaitu
hanya sekitar 5 jam. Dalam hal ini seorang pengusaha harus tahu betul kapan
menentukan saat yang tepat dalam penggarapan dan pemasarannya. Setelah tiga
hari proses fermentasi, hasil tempe sudah siap dikonsumsi dan dipasarkan. Pada
saat ini bahan makanan tempe benar-benar dalam kondisi dan mutu terbaiknya (Buckle, 1987).
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :
a.
Misellium yang terbentuk dipengaruhi oleh lama inkubasi, jenis
pembungkus dan jenis ragi yang digunakan.
b.
Semakin lama inkubasi maka pembentukan misellium semakin
banyak.
c.
Pori-pori pada pembungkus memudahkan untuk pembentukan
mycelium.
d.
Semakin lama inkubasi maka pembentukan spora semakin banyak.
terbentuk karena spora Rhizopus pecah
menjadi sporulasi.
e.
Penggunaan ragi pasar menghasilkan tempe lebih bagus
daripada ragi sendiri karena pada ragi pasar, kultur yang ada pada ragi lebih
murni.
f.
Pada daun pisang terdapat pori-pori sehingga aerasi udara
lancar. Sedang plastik tidak ada
pori-pori selain lubang yang diberikan sehingga areasi udara tidak berjalan
lancar.
g.
Tempe yang menggunakan ragi buatan sendiri dan dengan
pembungkus plastik teksturnya lebih lunak
h.
Warna dari tempe dipengaruhi oleh lama inkubasi. Semakin lama
inkubasi maka warnanya semakin gelap.
i.
Aroma pada tempe dipengaruhi oleh banyak sedikitnya komponen
pada bahan yang telah terurai/terdegradasi (terutama adanya pembentukan
ammonia).
j.
Tempe yang baik adalah yang dibuat dari ragi pasar dengan
pembungkus daun.
6.2 Saran
Untuk
jumlah dan pola lubang pada plastik akan lebih
baik ditentukan karena jumlah dan pola lubang akan
mempengaruhi aerasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 1999. Teknologi
Pengolahan Bahan Pangan Tepat Guna. Jakarta : Ak. Presindo.
Buckle, dkk. 1987. Ilmu
Pangan. Jakarta : UI Press.
Koswara,
Sutrisno. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Laning, Vina Dwi. 2007. Makanan Awet
dan Lezat. Klaten : Saka Mitra Kompetensi
Rahayu, Winiati. 1990. Teknologi Fermentasi
Umbi-Umbian Dan Biji-bijian. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Sarwono, B. 2002. Membuat
Oncom dan Tempe. Jakarta : Penebar Swadaya
Sulusi Sehat. 2010. Menguak Manfaat
Tempe. http://www.jawaban.com/index.php/health/detail/id/66/news/070626140546/limit/0/ [19 Oktober 2012].
Wepi. 2009. Faktor Pembuatan Tempe. http://wempigembul.blogspot.com/2010/03/faktor-pada-pembuatan-tempe.html [19 Oktober 2012].
Wikipedia. 2010. Rhizopus
olygosporus. http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus [19 Oktober 2012].