Wednesday, November 25, 2015

Pengetahuan Bahan Hasil Hasil Pertanian (Ubi Jalar)






         
                                                       UBI JALAR                



Diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah

 Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian

                  





KELOMPOK 8 :



Siti Nurjanah             101710101003

Anis Suhariati            101710101011

Bayu Diputra            101710101035

Frida Maslikhah        101710101064

Alfiana                       101710101097













Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Jember

2011



BAB 1. PENDAHULUAN





1.1 Latar Belakang

            Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat non beras tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu; serta mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan di dalam masyarakat. Sebagai sumber pangan, tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin, dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki peran penting, baik dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak. 

            Sebagai negara penghasil ubi jalar terbesar kedua di dunia setelah RRC, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan  industri pengolahan berbasis ubi jalar. Menurut data statistik, tingkat produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1,886 juta  ton dengan areal panen seluas 176,93 ribu ha (BPS, 2008). Dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditas pertanian dan juga memperpanjang umur simpan produk, pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat dijadikan salah satu alternatif pilihan utama utama. Hal ini didasari pertimbangan bahwa dibandingkan dengan produk setengah jadi lainnya, produk dalam bentuk tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis sehingga mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan. Disamping itu, dengan adanya diversifikasi produk olahan dalam bentuk tepung ubi jalar diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap salah satu bahan pangan pokok. Saat ini masyarakat Indonesia yang hidup di daerah tropis dimana gandum sulit untuk tumbuh, menjadi pemakan mie dari gandum terbesar setelah RRC, sehingga harus mengimpor 5 juta ton gandum setiap tahunnya (Husodo, 2006). Ditambahkan oleh Pangestuti dan Sarjana (2008),  Produksi tepung ubi jalar secara komersial dan keamanan produk. Hal ini selain diperlukansewarjarnya diikuti dengan adanya jaminan mutu untuk memberikan kepercayaan bagi konsumen,juga dibutuhkan produsen untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Pada akhirnya konsumen akan memperoleh mutu sesuai dengan daya belinya dan produsen akanmendapat harga sesuai dengan produknya. Sayangnya belum ada regulasi mengenai standar mutu mengenai tepung ubi jalar di Indonesia. Penggunaan tepung terigu di dalam negeri terus meningkat dengan tingkat penggunaan rata-rata mencapai 3.504 ribu ton per tahun dengan  pangsa pasar tepung terbesar adalah industri mie dan bakery. Kondisi ini merupakan salah satu peluang penggunaan tepung ubi jalarsebagai bahan substitusi dalam indutri pangan berbasis terigu.

       Saat ini di Indonesia, tepung ubi jalar telah diproduksi secara komersial oleh beberapa perusahaan swasta seperti Bogasari Flour Mills dan PT. Galih Estetika. Namun demikian, produk tepung ubi jalar lebih berorientasi untuk ekspor dibandingkan konsumsi dalam negeri. Hal ini tidak mengherankan mengingat konsumen tepung ubi jalar di dalam negeri masih sangat terbatas. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan negara-negara seperti Jepang, Cina, Korea, dan Vietnam dimana produk tepung ubi jalar telah diaplikasikan dalam berbagai produk olahan pangan. Sebagai contoh di Vietnam, tepung ubi jalar telah dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri mie (UMY, 2008).

       Kedepan, pengembangan tepung ubi jalar di Indonesia diperkirakan akan semakin meningkat, mengingat bahwa produk ini memiliki keunggulan baik dari segi kesehatan maupun nilai ekonomisnya. Dari aspek gizi, ubi jalar lebih unggul dibandingkan gandum karena mengandung zat-zat gizi yang bermanfaat bagi kesehatan (probiotik, serat makanan, dan antioksidan). Secara ekonomis, harga jual tepung ubi jalar tidak kalah dengan tepung terigu. Di pasaran domestik, tepung ubi jalar dijual dengan kisaran harga antara Rp. 7000 sampai dengan Rp. 8.000 per kilogramnya (hampir setara dengan harga tepung terigu). Di Jepang harga tepung ubi jalar dapat mencapai empat kali lipat tepung terigu, dan di Singapura harga tepung ubi jalar 25% lebih mahal dari tepung terigu (Anonim, 2008). Padahal hargaumbi ubi jalar di tingkat petani hanya berkisarantara Rp. 500 – Rp. 1000 per kg. Artinya, pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat memberikan nilai tambah yang cukup besar bagikomoditas ubi jalar itu sendiri.

            Produksi tepung ubi jalar secara komersial akhirnya konsumen akan memperoleh mutusesuai dengan daya belinya dan produsen akan mendapat harga sesuai dengan produknya. Sayangnya belum ada regulasi mengenaistandar mutu mengenai tepung ubi jalar diIndonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk menetapkan standar mutu tepung ubi jalar. Tulisan ini mengulas beberapaparameter mutu yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan standarmutu tepung ubi jalar di Indonesia.

            Agar ubi jalar tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik maka kita perlu mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Pengenalan karakteristik ini terkait dengan penanganan pascapanen hingga pengolahan hasil pertanian tersebut yaitu ubi jalar.




BAB 2. PEMBAHASAN





2.1 Karakteristik Fisik Ubi Jalar

            Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubijalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubijalar menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropika, diperkirakan pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubijalar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002).

        Sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman ubijalar diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 1997):

        Kingdom      : Plantae

        Divisi           : Spermatophyta

        Subdivisi      : Angiospermae

        Kelas           : Dicotyledonae

        Ordo            : Convolvulales

        Famili          : Convolvulaceae

        Genus          : Ipomoea

        Spesies        : Ipomoea batatas

        Ubijalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu optimum 27°C dan lama penyinaran 11-12 jam per hari. Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Ubijalar tidak membutuhkan tanah subur untuk media tumbuhnya. Di Jepang, ubijalar adalah salah satu sumber karbohidrat yang cukup populer. Beberapa varietas ubi Jepang cukup dikenal hingga ke Indonesia. Selanjutnya beberapa varietas yang diusahakan tersebar secara luas di Indonesia, diantaranya varietas ibaraki, beniazuma, dan naruto (Hartoyo, 2004).

Jenis-Jenis Ubijalar

        Ubijalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubijalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina dan Utomo, 1999).

        Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, tergantung jenis varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 1997). Menurut Woolfe (1992), kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging ubi.
  
                            

 

                                      Gambar 1. Ubijalar Oranye dan Ubijalar Ungu

                                                            Sumber: Anonymous (2006a)

       

             Suhartina, (2005), melaporkan varietas-varietas ubijalar yang pernah dilepas oleh pemerintah Indonesia antara lain: Daya (1977), Borobudur (1982), Prambanan (1982), Mendut (1989), Kalasan (1991), Muara Takus (1995), Cangkuang (1998), Sewu (1998). Sedangkan varietas-varietas yang baru dilepas tahun 2001 antara lain: Cilembu yang berasal dari Sumedang Jawa Barat dengan warna daging umbinya krem kemerahan/kuning, Sari yang berasal dari Persilangan Genjah Rante dan Lapis dengan warna daging umbi kuning, Boko yang merupakan hasil persilangan antara no.14 dan Malang 1258 dengan warna daging umbinya krem, Sukuh yang berasal dari persilangan klon induk betina AB 940 dengan warna daging umbi putih, Jago yang berasal dari famili klon B 0059-3 dengan warna daging umbi kuning muda, Kidal yang berasal dari persilangan bebas induk Inaswang dengan warna daging umbi kuning tua Komposisi Kimia Ubi jalar Segar.

        Ubijalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam ubijalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu (Kumalaningsih, 2006). Adapun komposisi kimia beberapa jenis ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.



                            Tabel 1. Komposisi Kimia Ubijalar Segar

Komposisi Kimia
Jenis Warna Daging Umbi
Oranye1                        
Putih2
Ungu2
Air (%)   
79,28
62,24
70,46
Abu (%)
1,09
0,93
0,84
Pati (%)
15,18               
28,79
12,64
Protein (%)
-            
0,89
0,77
Gula reduksi (%)    
1,69    
0,32
0,3
Serat kasar (%) 
0,84    
2,5
3
Lemak (%)
 -            
0,77
0,94
Vitamin C (mg/100 mg)
 -               
28,68
21,43

Sumber:           1 Dewi (2007)

                        2 Suprapta (2003) dalam Arixs (2006)



            Karakter fisik yang diharapkan pada tepung ubi jalar adalah seperti normalnya tepung lainnya, dengan bentuk serbuk serta bau, rasa dan warna yang normal sesuai bahan baku yang digunakan. Keberadaan benda asing dalam produk tidak diperkenankan karena dapat berakibat fatal, yaitu hilangnya kepercayaan dari pihak konsumen. Adanya benda-benda asing mencerminkan kecerobohan dan pelaksanaan kerja yang tidak higienis. Yang dimaksud dengan benda-benda asing adalah berbagai kotoran misalnya tanah, pasir, kerikil, rambut, ataupun sisa kulit umbi. Rekomendasi untuk penetapan persyaratan mutu fisik tepung ubi jalar ditampilkan pada Tabel 1. Warna tepung ubi jalar yang dihasilkan dapat berbeda tergantung dari jenis umbi yang digunakan sebagai bahan baku. Keberadaan antosianin menyebabkan umbi ubi jalar berwarna merah ataupun ungu, sedangkan keberadaan senyawa karotenoid menyebabkanumbi berwarna kuning atau oranye (kuning kemerahan). Semakin pekat warna jingga padaumbi, makin tinggi kadar betakarotennya. Hasimdan Yusuf (2008) menyebutkan bahwa ubi jalar putih mengandung 260 mg (869 SI) β-karoten per 100 g bahan, sedangkan ubi jalar kuning mengandung 2900 mg (9675 SI) β-karoten, dan  ubi jalar ungu atau merah jingga sebesar 9900(2003) menyebutkan ubi jalar ungu mengandung mg (32967 SI). Disamping β-karoten, Suprapta antosianin yang kadarnya dapat mencapai 110,51 mg per 100 g bahan. Namun demikian masih menurut Hasim dan Yusuf (2008), pada produk tepung ubi jalar, sebagian β-karoten yang terkandung dalam bahan (40%) dapat rusakkarena proses pengeringan (penjemuran). Selainsebagai senyawa pembentuk pigmen, β-karotenmerupakan bahan pembentuk vitamin A dalamtubuh,  sedangkan antosianin memilikikemampuan  sebagai  antimutagenik dan anti karsinogenik. Selain itu kandungan antosianin juga memiliki fungsi dalam mencegahgangguan fungsi hati, antihipertensi, dan dapatmenurunkan  kadar  gula darah (antihiperglisemik).

           

  Tabel 1 Rekomendasi Penetapan Persyaratan Mutu Fisik Tepung Ubi Jalar

Parameter 
Tp.ubi jalar (wacana)
Keadaan:
- Bentuk
- Bau
- Warna
Benda asing
Kehalusan (lolos ayakan 80 mesh)

Serbuk
normal
normal (sesuai warna umbi)
tidak ada
min. 90 %

                                             

       Parameter fisik lainnya yang tidak kalah penting dalam produk tepung adalah tingkat kehalusan. Tingkat kehalusan produk tepung yang umum dipersyaratkan minimal adalah 80 mesh, bahkan beberapa perusahaan swasta maupun eksportir menetapkan standar sebesar 100 mesh untuk mendapatkan tepung dengan tingkat kehalusan tinggi. Tepung dengan tingkat kehalusan dibawah 80 mesh umumnya masih terlihat kasar. Salah satu kriteria kualitas tepung yang baik adalah apabila minimal 90% dari produk tersebut lolos ayakan 80 mesh. Sebagai perbandingan, tingkat kehalusan tepung terigu yang diperkenankan oleh SNI 01-3751-2006 adalah minimal 95% harus lolos ayakan 80 mesh. Pada tepung jagung, standar tingkat kehalusan yang dipersyaratkan adalah 99% lolosayakan 60 mesh dan 70% lolos ayakan 80 mesh (SNI 01-3727-1995).



2.2 Karakteristik Kimia Ubi Jalar

            Di Indonesia, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisiko-kimia di tepung dari berbagai jenis ataupun varietas ubi jalar (Tabel 2). Dari beberapa hasil penelitian  Indonesia, tingkat kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh rata-rata adalah 7.81%, dengan kisaran 6.77 – 10.99%. Tingkat kadar air ini tidak jauh berbeda dengan tingkat kadar air tepung ubi jalar yang dihasilkan beberapa negara lainnya (Tabel 3). Namun apabila dibandingkan dengan standar yang digunakan oleh perusahaan eksportir (3.65%), maka nilai tersebut masih relatif tinggi. Perlakuan suhu dan lama pengeringan pada proses pengolahan tepung akan sangat mempengaruhi kadar air produk yang dihasilkan. Dikemukakan oleh Antarlina (1991), umur panen ubi jalar sebagai bahan baku juga sangat berpengaruh terhadap kandungan air pada produk tepung yang dihasilkan. Produk dalam bentuk tepung memang dianjurkan agar memiliki tingkat kadar air yang rendah karena produk ini sangat riskan terhadap pertumbuhan jamur selama proses penyimpanannya. Selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan kandungan mikroba pada produk pangan tersebut.                                               

            Sama halnya dengan kadar air, kadar lemak yang terlampau tinggi juga kurang

menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan ketengikan. Kadar lemak tepung ubi jalar di Indonesia rata-rata mencapai 0.75%, sedikit lebih rendah dibandingkan karakteristik tepung ubi jalar yang dihasilkan di Thailand namun relatif cukup tinggi apabila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan eksportir yaitu 0.16%. Biasanya lemak dalam tepung akan mempengaruhi kadar amilografinya. Lemak berikatan kompleks dengan amilosa membentuk heliks pada saat gelatinisasi pati  yang  menyebabkan kekentalan pati  (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009).

            Tepung yang dihasilkan dari beberapa varietas ubi jalar di Indonesia memiliki kandungan abu rata-rata 4.17%, dengan kisaran antara 2.58 – 5.31%.  Hasil ini dapat dikatakan terlampau tinggi apabila dibandingkan dengan standar yang ditetapkan perusahaan eksportir (2,11%) maupun hasil analisis untuk tepung ubi jalar di negara lainnya. Menurut Suarni at al. (2005), tingginya kadar abu pada bahan menunjukkan kadar mineral namun dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi enzimatis (browning enzimatic) yang menyebabkan turunnya derajat putih tepung. Ditambahkan oleh Mudjisono dalam Ginting dan Suprapto (2005) bahwa kadar abu yang tinggi pada bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi warna gelap pada produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung sangat baik, karena kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat kestabilan adonan (Bogasari, 2006).



 Tabel 2 Karakteristik fisiko-kimia tepung ubi jalar yang dihasilkan oleh perusahaan swasta Indonesia

             (eksportir) dan beberapa negara produsen lainnya                                                         

Komponen Mutu Kimia
Eksportir Indonesiaa
Thailandb
Philipinac
Indiad
Air (% b/b)
Abu (%)
Lemak (%) 
Protein (%)
Serat kasar (%)
Karbohidrat (%) 
Pati
Gula Reduksi
Total gula
Lipid
Falling number
Daya adsorpsi air
3.65
2.11
0.16
3.0
2.12
91.08
 n.a
 n.a
n.a 
 n.a
n.a
n.a
7.36
2.65
0.85
6.62
2.29
87.6
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
5.33
n.a
n.a
62.0
84.48
8.03
n.a
n.a
n.a
8.71
1.56
n.a
2.30
9.40
n.a
74.5
6.30
11.4
0.52
134
172





Keterangan : n.a = not available (tidak ada data)

Sumber :

(a) PT. Galih Estetika (2008)

(b) Prabhavat et al. (1995) (nilai merupakan nilai rata-rata dari hasil uji tepung ubi jalar Mae Joe dan E-kaa)

(c) Collado dan Corke (1996) (nilai merupakan nilai rata-rata dari hasil uji terhadap 4 genotipe yaitu: CL-946-25, Miracle L, CN-941-32, dan CL-1489-89)

(d) Singh et al. (2008)



            Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar protein rata-rata mencapai 3.18% (dengan kisaran antara 2.11 – 4.46%). Di Philipina kadar protein tepung ubi jalar yang dihasilkan dapat mencapai 5.33%, sedangkan di Thailand mencapai 6.62%. Selain jenis/varietas ubi jalar itu sendiri, kandungan protein pada tepung ubi jalar juga dipengaruhi oleh proses pengupasan pada saat produksi. Menurut Woolfe (1992), kandungan protein tertinggi pada ubi jalar terletak pada lapisan terluar daging umbi, yang berdekatan dengan kulit luar. Adanya proses pengupasan yang berlebihan menyebabkan bagian daging ubi jalar yang kaya protein menjadi ikut terbuang.

            Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa kadar serat tepung ubi jalar yang dihasilkan rata-rata mencapai 3.93% (dengan kisaran 1.95 – 5.54%). Nilai ini relatif lebih tinggi dibandingkan kadar serat tepung ubi jalar yang dihasilkan di Thailand (2.29%) dan juga standar yang ditetapkan oleh PT. Galih Estetika (2.12%), namun jauh lebih rendah dibandingkan hasil rata-rata uji di India (9.40%). Kadar serat yang tinggi pada tepung ubi jalar dapat meningkatkan nilai tambah produk, karena serat dalam bahan makanan memiliki nilai positif bagi gizi dan metabolisme pada batas-batas yang masih bisa diterima oleh tubuh yaitu sebesar 100 mg/kg berat badan/hari (Ilminingtyas dan Kartikawati, 2009). Ditambahkan oleh Elisabeth dan Ambarsari (2009), kandungan serat tepung ubi jalar merupakan jenis serat larut yang memiliki kemampuan dalam menyerap kelebihan kadarlemak dan kolesterol dalam darah, serta sangatbaik untuk mencegah gangguan pencernaan dankanker kolon.Kandungan karbohidrat rata-rata pada tepung yang dihasilkan dari beberapa jenis ubijalar di Indonesia adalah 83.8%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan tepung ubi jalar dari Thailand yang memiliki kandungan karbohidrat sebesar 87.6%, namun demikian masih cukup rendah untuk memenuhi standar perusahaaneksportir yaitu sebesar 91.08%. Menurut Winarno (2002), kadar karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik suatu bahan makanan, baik rasa, warna, tekstur,dan lain sebagainya. Andarwulan (2008) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktoryang dapat menyebabkan penurunan daya cernapati (karbohidrat) yaitu penggunaan suhu yang terlampau tinggi pada saat proses pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati,dan jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati.



2.3  Jenis-jenis Ubi Jalar

            Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar, antara lain: International Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa (CIP). Di Indonesia, penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Peneliltian dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, kleneng, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan. Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.

b) Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.

c) Rasa ubi enak dan manis.

d) Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh cendawan

    Elsinoe sp.

e) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gram.

f)  Keadaan serat ubi relatif rendah.

            Varietas unggul ubi jalar yang dianjurkan adalah daya, prambanan, borobudur, mendut, dan kalasan. Deskripsi masing-masing varietas unggul ubi jalar adalah sebagai berikut:

            a) Daya

1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas (kultivar) putri selatan x jonggol.

2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.

3. Umur panen 110 hari setelah tanam.

4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga muda.

5. Rasa ubi manis dan agak berair.

6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.

            b) Prambanan

1. Diperoleh dari hasil persilangan antara varietas daya x centenial II.

2. Potensi hasil antara 25-35 ton per hektar.

3. Umur panen 135 hari setelah tanam.

4. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.

5. Rasa ubi enak dan manis.

6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.

            c) Borobudur

1. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas daya x philippina.

2. Potensi hasil antara 25-35 ton per ha.

3. Kulit dan daging ubi berwarna jingga.

4. Umur panen 120 hari setelah tanam.

5. Ubi berasa manis.

6. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.

            d) Mendut

1. Varietas ini berasal dari klon MLG 12653 introduksi asal IITA, Nigeria tahun 1984.

2. Potensi hasil antara 25-50 ton per ha.

3. Umur panen 125 hari setelah tanam.

4. Rasa ubi manis.

5. Varietas tahan terhadap penyakit kudis atau scab.

            e) Kalasan

1. Varietas diintroduksi dari Taiwan.

2. Potensi hasil antara 31,2-42,5 ton/ha atau rata-rata 40 ton/ha.

3. Umur panen 95-100 hari setelah tanam.

4. Warna kulit ubi cokelat muda, sedangkan daging ubi berwarna orange muda (kuning).

5. Rasa ubi agak manis, tekstur sedang, dan agak berair.

6. Varietas agak tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.).

7. Varietas cocok ditanam di daerah kering sampai basah, dan dapat beradaptasi di lahan marjinal.



2.4 Syarat Pertumbuhan

2.4.1  Iklim

a) Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah yang

    paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21-27 oC.

b) Daerah yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari merupakan daerah yang disukai. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Di tanah yang kering (tegalan) waktu tanam yang baik untuk tanaman ubi jalar yaitu pada waktu musim hujan, sedang pada tanah sawah waktu tanam yang baik yaitu sesudah tanaman padi dipanen.

c) Tanaman ubi jalar dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 500-5000 mm/tahun, optimalnya antara 750-1500 mm/tahun.



2.4.2 Media Tanam

a) Hampir setiap jenis tanah pertanian cocok untuk membudidayakan ubi jalar. Jenis tanah yang paling baik adalah pasir berlempung, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi serta drainasenya baik. Penanaman ubi jalar pada tanah kering dan pecah-pecah sering menyebabkan ubi jalar mudah terserang hama penggerek (Cylas sp.). Sebaliknya, bila ditanam pada tanah yang mudah becek atau berdrainase yang jelek, dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kerdil, ubi mudah busuk, kadar serat tinggi, dan bentuk ubi benjol.

b) Derajat keasaman tanah adalah pH=5,5-7,5. Sewaktu muda memerlukan kelembaban  tanah yang cukup.

c)    Ubi jalar cocok ditanam di lahan tegalan atau sawah bekas tanaman padi, terutama pada musim kemarau. Pada waktu muda tanaman membutuhkan tanah yang cukup lembab. Oleh karena itu, untuk penanaman di musim kemarau harus tersedia air yang memadai.



2.4.3  Ketinggian Tempat

            Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Tanaman ubi jalar juga dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebaran terletak pada 300 LU dan 300 LS. Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Di dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m dpl, ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik, tetapi umur panen menjadi panjang dan hasilnya rendah.



2.4.4  Pedoman Budidaya

2.4.4.1  Pembibitan

Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif

berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman secara generatif hanya dilakukan pada skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru.

1) Persyaratan Bibit

Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dipraktekan adalah dengan stek batang atau stek pucuk. Bahan tanaman (bibit) berupa stek pucuk atau stek batang harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.

b) Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.

c) Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat, normal, tidak terlalu subur.

d) Ukuran panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas-ruasnya rapat dan buku-bukunya tidak berakar.

e) Mengalami masa penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.

            Bahan tanaman (stek) dapat berasal dari tanaman produksi dan dari tunas-tunas ubi yang secara khusus disemai atau melalui proses penunasan. Perbanyakan tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan.

2) Penyiapan Bibit

            Tata cara penyiapan bahan tanaman (bibit) ubi jalar dari tanaman produksi adalah sebagai berikut:

a) Pilih tanaman ubi jalar yang sudah berumur 2 bulan atau lebih, keadaan

    pertumbuhannya sehat dan normal.

b) Potong batang tanaman untuk dijadikan stek batang atau stek pucuk sepanjang 20-25 cm dengan menggunakan pisau yang tajam, dan dilakukan pada pagi hari.

c) Kumpulkan stek pada suatu tempat, kemudian buang sebagian daun-daunnya untuk mengurangi penguapan yang berlebihan.

d) Ikat bahan tanaman (bibit) rata-rata 100 stek/ikatan, lalu simpan di tempat yang teduh selama 1-7 hari dengan tidak bertumpuk.



2.4.4.2  Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Penyiapan lahan bagi ubi jalar sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak terlalu basah atau tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket, atau keras.

Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama ±1 minggu. Tahap berikutnya, tanah dibentuk guludan-guludan.

b) Tanah langsung diolah bersamaaan dengan pembuatan guludan-guludan.

2) Pembentukan Bedengan

Jika tanah yang akan ditanami ubi jalar adalah tanah sawah maka pertama-tama jerami dibabat, lalu dibuat tumpukan selebar 60-100 cm. Kalau tanah yang dipergunakan adalah tanah tegalan maka bedengan dibuat dengan jarak 1 meter. Apabila penanaman dilakukan pada tanah-tanah yang miring, maka pada musim hujan bedengan sebaiknya dibuat membujur sesuai dengan miringnya tanah. Ukuran guludan disesuaikan dengan keadaan tanah. Pada tanah yang ringan (pasir mengandung liat) ukuran guludan adalah lebar bawah ± 60 cm, tinggi 30-40 cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm. Pada tanah pasir ukuran guludan adalah lebar bawah ±40 cm, tinggi 25-30 cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm.

            Arah guludan sebaiknya memanjang utara-selatan, dan ukuran panjang guludan disesuaikan dengan keadaan lahan. Lahan ubi jalar dapat berupa tanah tegalan atau tanah sawah bekas tanaman padi.

Tata laksana penyiapan lahan untuk penanaman ubi jalar adalah sebagai berikut :

a) Penyiapan Lahan Tegalan

1. Bersihkan lahan dari rumput-rumput liar (gulma)

2. Olahan tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur sambil membenamkan rumput- rumput liar

3. Biarkan tanah kering selama minimal 1 minggu

4. Buat guludan-guludan dengan ukuran lebar bawah 60 cm, tinggi 30-40 cm, jarak antar guludan 70-100 cm, dan panjang guludan disesuaikan dengan keadaan lahan

5. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air diantara guludan.

b) Penyiapan Lahan Sawah Bekas Tanaman Padi

1. Babat jerami sebatas permukaan tanah

2. Tumpuk jerami secara teratur menjadi tumpukan kecil memanjang berjarak 1 meter

    antar tumpukan

3. Olah tanah di luar bidang tumpukan jerami dengan cangkul atau bajak, kemudian

    tanahnya ditimbunkan pada tumpukan jerami sambil membentuk guludan-guludan

    berukuran lebar bawah ± 60 cm, tinggi 35 cm, dan jarak antar guludan 70-100 cm.

    Panjang disesuaikan dengan keadaan lahan

4. Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan. Pembuatan guludan di atas tumpukan jerami atau sisa-sisa tanaman dapat menambah bahan organik tanah yang berpengaruh baik terhadap struktur dan kesuburan tanah sehingga ubi dapat berkembang dengan baik dan permukaan kulit ubi rata. Kelemahan penggunaan jerami adalah pertumbuhan tanaman ubi jalar pada bulan pertama sedikit menguning, namun segera sembuh dan tumbuh normal pada bulan berikutnya. Bila jerami tidak digunakan sebagai tumpukan guludan, tata laksana penyiapan lahan dilakukan sebagai berikut :

    -   Babat jerami sebatas permukaan tanah

    -   Singkirkan jerami ke tempat lain untuk dijadikan bahan kompos

    -   Olah tanah dengan cangkul atau bajak hingga gembur

    -   Biarkan tanah kering selama minimal satu minggu

    -  Buat guludan-gululdan berukuran lebar bawah ±60 cm, tinggi 35 cm dan jarak antar guludan 80-100 cm.

    - Rapikan guludan sambil memperbaiki saluran air antar guludan. Hal yang penting diperhatikan dalam pembuatan guludan adalah ukuran tinggi tidak melebihi 40 cm. Guludan yang terlalu tinggi cenderung menyebabkan terbentuknya ubi berukuran panjang dan dalam sehinggga menyulitkan pada saat panen. Sebaliknya, guludan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi, dan memudahkan serangan hama boleng atau lanas oleh Cylas sp.

5. Pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS saat pratanam (3hari sebelum tanam).

     Berikan pupuk hayati MiG-6PLUS pada permukaan lahan dengan cara di

     semprot/disiramkan secara merata di tanah disekitar perakaran, dosis yang

     dibutuhkan adalah 2 liter per hektar. Pada lahan kering, aplikasi MiG-6PLUS

     sebaiknya pada sore hari.



2.4.5  Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Sistem tanam ubi jalar dapat dilakukan secara tunggal (monokultur) dan tumpang

sari dengan kacang tanah.

a) Sistem Monokultur

1. Buat larikan-larikan dangkal arah memanjang di sepanjang puncak guludan dengan

    cangkul sedalam 10 cm, atau buat lubang dengan tugal, jarak antar lubang 25-30 cm.

2. Buat larikan atau lubang tugal sejauh 7-10 cm di kiri dan kanan lubang tanam untuk tempat pupuk.

3. Tanamkan bibit ubi jalar ke dalam lubang atau larikan hingga angkal batang (setek)

    terbenam tanah 1/2-2/3 bagian, kemudian padatkan tanah dekat pangkal setek (bibit).

4. Masukkan pupuk dasar berupa urea 1/3 bagian ditambah TSP seluruh bagian ditambah KCl 1/3 bagian dari dosis anjuran ke dalam lubang atau larikan, kemudian ditutup dengan tanah tipis-tipis. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 45-90 kg N/ha (100-200 kg Urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha (50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O/ha (100 kg KCl/ha). Pada saat tanam diberikan pupuk urea 34-67 kg ditambah TSP 50 kg ditambah KCl 34 kg per hektar. Tanaman ubi jalar amat tanggap terhadap pemberian pupuk N (urea) dan K (KCl).

b) Sistem Tumpang Sari

Tujuan sistem tumpang sari antara lain untuk meningkatkan produksi dan pendapatan per satuan luas lahan. Jenis tanaman yang serasi ditumpangsarikan dengan ubi jalar adalah kacang tanah. Tata cara penanaman sistem tumpang sari prinsipnya sama dengan sistem monokultur, hanya di antara barisan tanaman ubi jalar atau di sisi guludan ditanami kacang tanah. Jarak tanam ubi jalar 100 cm x 25-30 cm, dan jarak tanam kacang tanah 30 x 10 cm.

2)  Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

            Selama 3 (tiga) minggu setelah ditanam, penanaman ubi jalar harus harus diamati kontinu, terutama bibit yang mati atau tumbuh secara abnormal. Bibit yang mati harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mencabut bibit yang mati, kemudian diganti dengan bibit yang baru, dengan menanam sepertiga bagian pangkal setek ditimbun tanah. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, pada saat sinar matahari tidak terlalu terik dan suhu udara tidak terlalu panas. Bibit (setek) untuk penyulaman sebelumnya dipersiapkan atau ditanam ditempat yang teduh.

2) Penyiangan

            Pada sistem tanam tanpa mulsa jerami, lahan penanaman ubi jalar biasanya mudah ditumbuhi rumput liar (gulma). Gulma merupakan pesaing tanaman ubi jalar, terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan air, unsur hara, dan sinar matahaari. Oleh karena itu, gulma harus segera disiangi. Bersama-sama kegiatan penyiangan dilakukan pembumbunan, yaitu menggemburkan tanah guludan, kemudian ditimbunkan pada guludan tersebut.

3) Pembubunan

            Penyiangan dan pembubunan tanah biasanya dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang saat tanaman berumur 2 bulan. Tata cara penyiangan dan pembumbunan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

a) Bersihkan rumput liar (gulma) dengan kored atau cangkul secara hati-hati agar tidak merusak akar tanaman ubi jalar.

b) Gemburkan tanah disekitar guludan dengan cara memotong lereng guludan, kemudian tanahnya diturunkan ke dalam saluran antar guludan.

c) Timbunkan kembali tanah ke guludan semula, kemudian lakukan pengairan hingga

     tanah cukup basah.

4) Pemupukan

    Zat hara yang terbawa atau terangkut pada saat panen ubi jalar cukup tinggi, yaitu terdiri dari 70 kg N (± 156 kg urea), 20 kg P2O5 (±42 kg TSP), dan 110 kg K2O (± 220 kg Kcl) per hektar pada tingkat hasil 15 ton ubi basah. Pemupukan bertujuan menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen, menambah kesuburan tanah, dan menyediakan unsur hara bagi tanaman. Dosis pupuk yang tepat harus berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di daerah setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan secara umum adalah 45-90kg N/ha (100-200 kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha (±50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg K2O /ha (±100 kg KCl/ha). Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem larikan (alur) dan sistem tugal. Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula buat larikan (alur) kecil disepanjang guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman, sedalam 5-7 cm, kemudian sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun dengan tanah.

5) Pemberian pupuk MiG-6PLUS pada saat pemeliharaan pada usia 3 minggu, 6 minggu dan 9 minggu setelah tanam. Pemberian masing-masing 2 liter per hektar. Siramkan/semprotkan merata di tanah disekitar perakaran. Harap diingat jangan bersamaan atau di campur dengan bahan kimia. Pemberian pupuk hayati MiG-6PLUS , beri tenggang waktu selama 3 atau 5 hari Sebelum atau sesudah aplikasi pupuk kimia atau pestisida.

6) Pengairan dan Penyiraman

    Meskipun tanaman ubi jalar tahan terhadap kekeringan, fase awal pertumbuhan memerlukan ketersediaan air tanah yang memadai. Seusai tanam, tanah atau guludan tempat pertanaman ubi jalar harus diairi, selama 15-30 menit hingga tanah cukup basah, kemudian airnya dialirkan keseluruh pembuangan. Pengairan berikutnya masih diperlukan secara kontinu hingga tanaman ubi jalar berumur 1-2 bulan. Pada periode pembentukan dan perkembangan ubi, yaitu umur 2-3 minggu sebelum panen, pengairan dikurangi atau dihentikan. Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari. Di daerah yang sumber airnya memadai, pengairan dapat dilakukan kontinu seminggu sekali. Hal Yang penting diperhatikan dalam kegiatan pengairan adalah menghindari agar tanah tidak terlalu becek (air menggenang).



2.4.6  Hama dan Penyakit

2.4.6.1  Hama

 a) Penggerek Batang Ubi Jalar

     Stadium hama yang merusak tanaman ubi jalar adalah larva (ulat). Cirinya adalah membuat lubang kecil memanjang (korek) pada batang hingga ke bagian ubi. Di dalam lubang tersebut dapat ditemukan larva (ulat). Gejala: terjadi pembengkakan batang, beberapa bagian batang mudah patah, daun-daun menjadi layu, dan akhirnya cabang-cabang tanaman akan mati. Pengendalian: (1) rotasi tanaman untuk memutus daur atau siklus hama; (2) pengamatan tanaman pada stadium umur muda terhadap gejala serangan hama: bila serangan hama >5 %, perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi; (3) pemotongan dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang berat; (4) penyemprotan insektisida yang mangkus dan sangkil, seperti Curacron 500 EC atau Matador 25 dengan konsentrasi yang dianjurkan.

b) Hama Boleng atau Lanas

    Serangga dewasa hama ini (Cylas formicarius Fabr.) berupa kumbang kecil yang bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, namun toraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung (ternaungi). Telur menetas menjadi larva (ulat), selanjutnya ulat akan membuat gerekan (lubang kecil) pada batang atau ubi yang terdapat di permukaan tanah terbuka. Gejala: terdapat lubang-lubang kecil bekas gerekan yang tertutup oleh kotoran berwarna hijau dan berbau menyengat. Hama ini biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang sudah berubi. Bila hama terbawa oleh ubi ke gudang penyimpanan, sering merusak ubi hingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi secara nyata. Pengendalian: (1) pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis tanaman yang tidak sefamili dengan ubi jalar, misalnya padi-ubi jalar-padi; (2) pembumbunan atau penimbunan guludan untuk menutup ubi yang terbuka; (3) pengambilan dan pemusnahan ubi yang terserang hama cukup berat; (4) pengamatan/monitoring hama di pertanaman ubi jalar secara periodik: bila ditemukan tingkat serangan > 5 %, segera dilakukan tindakan pengendalian hama secara kimiawi; (5) penyemprotan insektisida yang mangkus dan sangkil, seperti Decis 2,5 EC atau Monitor 200 LC dengan konsentrasi yang dianjurkan; (6) penanaman jenis ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah banyak; (7) pemanenan tidak terlambat untuk mengurangi tingkat kerusakan yang lebih berat.

c) Tikus (Rattus rattus sp)

    Hama tikus biasanya menyerang tanaman ubi jalar yang berumur cukup tua atau sudah pada stadium membentuk ubi. Hama Ini menyerang ubi dengan cara mengerat dan memakan daging ubi hingga menjadi rusak secara tidak beraturan. Bekas gigitan tikus menyebabkan infeksi pada ubi dan kadang-kadang diikuti dengan gejala pembusukan ubi. Pengendalian: (1) sistem gerepyokan untuk menangkap tikus dan langsung dibunuh; (2) penyiangan dilakukan sebaik mungkin agar tidak banyak sarang tikus disekitar ubi jalar; (3) pemasangan umpan beracun, seperti Ramortal atau Klerat.

2.4.6.2  Penyakit

a) Kudis atau Scab

    Penyebab: cendawan Elsinoe batatas. Gejala: adanya benjolan pada tangkai sereta urat daun, dan daun-daun berkerut seperti kerupuk. Tingkat serangan yang berat menyebabkan daun tidak produktif dalam melakukan fotosintesis sehingga hasil ubi menurun bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Pengendalian: (1) pergiliran/rotasi tanaman untuk memutus siklus hidup penyakit; (2) penanaman ubi jalar bervarietas tahan penyakit kudis, seperti daya dan gedang; (3) kultur teknik budi daya secara intensif; (4) penggunaan bahan tanaman (bibit) yang sehat.

b) Layu fusarium

   Penyebab: jamur Fusarium oxysporum f. batatas. Gejala: tanaman tampak lemas, urat daun menguning, layu, dan akhirnya mati. Cendawan fusarium dapat bertahan selama beberapa tahun dalam tanah. Penularan penyakit dapat terjadi melalui tanah, udara, air, dan terbawa oleh bibit. Pengendalian: (1) penggunaan bibit yang sehat (bebas penyakit); (2) pergiliran /rotasi tanaman yang serasi di suatu daerah dengan tanaman yang bukan famili; (3) penanaman jenis atau varietas ubi jalar yang tahan terhadap penyakit Fusarium.

c) Virus

   Beberapa jenis virus yang ditemukan menyerang tanaman ubi jalar adalah Internal Cork, Chlorotic Leaf Spot, Yellow Dwarf. Gejala: pertumbuhan batang dan daun tidak normal, ukuran tanaman kecil dengan tata letak daun bergerombol di bagian puncak, dan warna daun klorosis atau hijau kekuning-kuningan. Pada tingkat serangan yang berat, tanaman ubi jalar tidak menghasilkan. Pengendalian: (1) penggunaan bibit yang sehat dan bebas virus; (2) pergiliran/rotasi tanaman selama beberapa tahun, terutama di daerah basis (endemis) virus; (3) pembongkaran/eradikasi tanaman untuk dimusnahkan.

d) Penyakit Lain-lain

   Penyakit-penyakit yang lain adalah, misalnya, bercak daun cercospora oleh jamur Cercospora batatas Zimmermann, busuk basah akar dan ubi oleh jamur Rhizopus nigricans Ehrenberg, dan klorosis daun oleh jamur Albugo ipomeae pandurata Schweinitz. Pengendalian: dilakukan secara terpadu, meliputi perbaikan kultur teknik budi daya, penggunaan bibit yang sehat, sortasi dan seleksi ubi di gudang, dan penggunaan pestisida selektif.



2.5  Pemanenan Ubi Jalar

a. Umur Panen

Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak serta tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan varietas berumur panjang (dalam) sewaktu berumur 4,5-5 bulan. Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling lambat sampai umur 4 bulan. Panen pada umur lebih dari 4 bulan, selain resiko serangan hama boleng cukup tinggi, juga tidak akan memberikankenaikan hasil ubi.



b. Cara Panen

Tata cara panen ubi jalar melalui tahapan sebagai berikut:

a) Tentukan pertanaman ubi jalar yang telah siap dipanen.

b) Potong (pangkas) batang ubi jalar dengan menggunakan parang atau sabit, kemudian batang-batangnya disingkirkan ke luar petakan sambil dikumpulkan.

c) Galilah guludan dengan cangkul hingga terkuak ubi-ubinya.

d) Ambil dan kumpulkan ubi jalar di suatu tempat pengumpulan hasil.

e) Bersihkan ubi dari tanah atau kotoran dan akar yang masih menempel.

f) Lakukan seleksi dan sortasi ubi berdasarkan ukuran besar dan kecil ubi secara terpisah dan warna kulit ubi yang seragam. Pisahkan ubi utuh dari ubi terluka ataupun terserang leh hama atau penyakit.

g) Masukkan ke dalam wadah atau karung goni, lalu angkut ke tempat penampungan (pengumpulan) hasil.



2.6  Penanganan Pasca Panen

            Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau olehangkutan. Pemilihan atau penyortiran ubi jalar sebenarnya dapat dilakukan pada saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran ubi jalar dapat dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat. Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta bercak hitam/garisgaris pada daging umbi.

            Penanganan pascapanen ubi jalar biasanya ditujukan untuk mempertahankan daya simpan. Penyimpanan ubi yang paling baik dilakukan dalam pasir atau abu. Tata cara penyimpanan ubi jalar dalam pasir atau abu adalah sebagai berikut:

a) Angin-anginkan ubi yang baru dipanen di tempat yang berlantai kering selama 2-3 hari.

b) Siapkan tempat penyimpanan berupa ruangan khusus atau gudang yang kering, sejuk, dan peredaran udaranya baik.

c) Tumpukkan ubi di lantai gudang, kemudian timbun dengan pasir kering atau abu setebal 20-30 cm hingga semua permukaan ubi tertutup. Cara penyimpanan ini dapat mempertahankan daya simpan ubi sampai 5 bulan. Ubi jalar yang mengalami proses penyimpanan dengan baik biasanya akan menghasilkan rasa ubi yang manis dan enak bila dibandingkan dengan ubi yang baru dipanen. Hal yang penting dilakukan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka, dan tempat (ruang) penyimpanan bersuhu rendah antara 27-30 oC (suhu kamar) dengan kelembapan udara antara 85-90 %.



2.7  Aplikasi Pemanfatan Ubi Jalar

2.7.1 Membuat Nasi Ubi Jalar Instan

Memilih Ubi Jalar:

Semua jenis/ varietas ubi jalar dapat diolah menjadi nasi instan. Walaupun demikian

pilihlah ubi jalar yang tidak terlalu tua dipanen karena umbinya banyak berserat.



Cara membuat:

     -  Cuci ubi jalar, kemudian pilih ubi jalar yang baik yang tidak terkena serangan

        hama boleng (Cylas formicarius). Apabila umbi yang terkena terikut dalam

        pengolahan, maka hasilnya mempunyai rasa tidak enak. Pahit dan beraroma

        hama boleng.

    -   Setelah itu kukus hingga masak kira-kira 30 menit setelah air pengukus

        mendidih. Apabila ubi jalar telah matang, kupas kulitnya, lalu iris - iris.

     -  Cetak dalam bentuk butiran dengan menggunakan alat penggiling daging.

     -  Keringkan dengan penjemuran di panas matahari.

     -  Skema tahapan pembuatan Nasi Instan dari ubi jalar Sebagai berikut:



                                       Ubi jalar




 

                                        Dicuci



                       Dikukus (30 menit) Dikupas kulitnya



                                  Dicetak/ digiling



                                 Nasi instan ubi jalar



                                   (bentuk kering)



Cara Menyajikan:

-        Rendam nasi instan ubi jalar kering dalam air dingin selama kira-kira 5 menit.

-        Ditiriskan dan kukus hingga lunak dan siap dikonsumsi.

-        Dalam penyajiannya nasi instan ubi jalar ini berbentuk butiran, apabila diolah menjadi produk makanan kecil, hancurkan butiran-butiran tersebut dengan menggunakan sendok sehingga siap diolah menjadi panganan lain, membentuk suatu adonan yang

Cara Menyimpan:

            Simpan nasi instan ubi jalar kering dalam kantong plastik, kaleng tertutup atau karung plastik.



Cara Mengkonsumsi:

-  Nasi instan ubi jalar dapat dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, dapat juga dikonsumsi tanpa atau dengan sayur sebagai sumber vitamin dan mineral serta lauk pauk sumber protein (tahu, tempe, ikan, daging, telur dan lain-lain)

-  Dapat di campur dengan nasi beras, nasi jagung, kacang hijau, atau jenis kacang-kacangan lainnya untuk melengkapi gizinya.

-  Dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai bentuk kue tradisional maupun berbagai roti.

- Rasa dan hasilnya sama dengan kue yang menggunakan ubi jalar seperti getuk, donat kroket, kue lumpur dan lain-lain.



2.7.2 Manfaat tanaman

            Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan orang sepanjang tahun Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk olahan. Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat dilihat berikut ini:

a) Daun: sayuran, pakan ternak

b) Batang: bahan tanam,pakan ternak

c) Kulit ubi: pakan ternak

d) Ubi segar: bahan makanan

e) Tepung: makanan

f) Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat





DAFTAR PUSTAKA





Alivia, P. 2005. Pengaruh Varietas dan Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Ubi Jalar.Universitas Muhammadiyah Malang. http://digilib.umm.ac.id/go.php?id=jiptummpp-gdl-s1-2005-prastiwial-1837



Andarwulan, N. 2008. Nilai Kalori Pangan Sumber Karbohidrat. Food Review Indonesia.http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55622



Antarlina, S.S. 1991. Pengaruh Umur Panen dan Klon Terhadap Beberapa Sifat Sensoris, Fisik, dan Kimiawi Tepung Ubi Jalar. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.



Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan.Buletin Keamanan Pangan, Nomor 6 hlm. 4-5.



Bogasari. 2006. Referensi Terigu. http://www.bogasari.com/ref_flour.htm



BPS. 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.



Collado, L.S., dan H. Corke. 1996. Use of Wheat-Sweet Potato Composite Flours in Yellow-Alkaline and White-Salted Noodles. Cereal Chemistry Vol. 73 No. 4 : 440-444.



Elisabeth, D.A.A., dan I. Ambarsari. 2009. Introduksi Teknologi Pengolahan Ubi Jalar Ungu Menjadi Berbagai Produk Olahan Pangan Di Kabupaten Gianyar, Bali. Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Pertanian dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.



Galih Estetika, PT. 2008. Analysis Content of Sweet Potato Powder. PT. Galih Estetika Kuningan, Jawa Barat.



Hartoyo, A. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,IPB,Bogor. http://web.ipb.ac.id/~lppm/EN/index.phpview=research/hasilcari&status=buka&id_haslit=633.49+HAR+k



Hasim, A., dan M. Yusuf. 2008. Ubi Jalar Kaya Antosianin: Pilihan Pangan Sehat. Tabloid Sinar Tani Edisi XX, 26 Agustus 2008.



Kariada, I.K., I. B. Aribawa, Ni P. Suratmini, I N. Sumawa, I M. Londra, I N. Dwijana, D. A. A.Elisabeth, M. A. Widyaningsih, I M. Swijana, dan I M. Subagia. 2007. Prima Tani LahanKering Dataran Tinggi Beriklim Basah Desa Kerta Kecamatan Payangan KabupatenGianyar. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, BBP2TP,Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.



Ilminingtyas, D. dan D. Kartikawati. 2009. Potensi Buah Mangrove Sebagai Alternatif Sumber Pangan. Mangrove Training 2009: Pelatihan Penelitian Ekosistem Mangrove dan Pengolahan Makanan Berbahan Dasar Buah Mangrove. http://kesemat.blogspot.com/2009/05/potensi-buah-mangrove-sebagai.html



Prabhavat, S., S. Reungmaneepaitoan, dan D. Hengsawadi. 1995. Production of High Protein Snacks from Sweet Potato. Kasetsart Journal (Nat. Sci.) 29 : 131-141.



Singh, S., C.S. Riar, dan D.C. Saxena. 2008. Effect of Incoporating Sweetpotato Flour to Wheat Flour on The Quality Characteristics of Cookies. African Journal of Food Science Vol.2 : 65-72.



Suismono, N. Richana, dan Suyanti. 2006. Pedoman Teknis Pengolahan dan Pemanfaatan Kasava. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.



Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung dari Berbagai Jenis Ubi Jalar Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Non-Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008. Universitas Lampung, 17-18 November 2008.



Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi: Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Tabloid Sinar Tani, 6 Mei 2009.



Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.



Winarino, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.



Woolfe, J.A. 1992. Sweet Potato: An Untapped Food Resource. Cambridge University Press, Australia.

ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...