Sunday, November 29, 2015

Tugas Prinsip Teknologi Fermentasi (Dr. Ir Jayus)



1.      Untuk mengendalikan terjadinya evaporasi media pada fermentasi submerged culture diperlukan alat penunjang berupa Kondensor  karena kondensor dapat mencegah kehilangan air (penguapan) akibat adanya panas yang dihasilkan oleh proses agitasi pada sistem fermentasi submerged culture. Penguapan yang terus terjadi dapat menimbulkan evaporasi pada media fermentasi. Evaporasi dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi pada media. Peningkatan konsentrasi media dapat mempengaruhi pertumbuhan kultur misalnya apabila kultur mikroba lebih cenderung membutuhkan media dengan kadar air tinggi dapat turun kecepatan pertumbuhannya. Kondensor bekerja dengan menurunkan suhu uap air yang telah tebentuk sehingga uap air akan mengembun membentuk fase cair kembali dan mengalirkannya ke dalam fermentor.

2.      Untuk mencegah terjadinya pemusatan bahan tidak larut dalam media selama proses fermentasi menggunakan fermenter berpengaduk yang menyebabkan ketidakhomogenan media diperlukan alat penunjang Baffle karena baffel dapat mencegah pusaran media yang diakibatkan perputaran impeller. Pusaran media yang terus terjadi dapat menyebabkan pemusatan bahan tidak larut dalam media yang pada akhirnya membuat media/substrat tidak homogen selama proses fermentasi menggunakan fermenter berpengaduk. Baffle yang ditempatkan pada tangki fermentor memiiki fungsi untuk meningkatkan aerasi pada media. Jumlah baffle pada fermentor biasanya empat buah agar aerasi maksimal. Baffle bekerja dengan menghalangi perputaran arus media oleh impeller yang dapat menyebabkan bahan cenderung akan berkumpul di tengah tangki fermentor akibat adanya gaya sentrifugasi sehingga substrat menjadi homogen karena dapat merata kesegala arah.
3.      Untuk mengatur kandungan oksigen terlarut dalam media fermentasi aerob diperlukan alat penunjang aerator dan agitator karena aerator dan agitator dapat mengatur kandungan oksigen terlarut sehingga dapat terdestribusi lebih merata dan fermentasi menjadi optimal.
Aerator merupakan sejenis pompa yang dapat menyuplai udara berupa oksigen (O2) pada media fermentasi. Pada fermentasi aerob sangat membutuhkan suplai oksigen karena kutur akan mati jika tidak memperoleh oksigen untuk proses metabolismenya. Aerator bekerja dengan menghembuskan udara (O2) hingga suplainya terpenuhi. Aerator dapat diatur berdasarkan kebutuhan, dimana apabila tekanan udara pada fermentor lebih rendah dari aerator maka udara akan dihembuskan pada fermentor.
Agitator adalah alat untuk mendestribusikan aliran udara aerator agar merata sehingga seluruh sisi pada tangki fermentor mendapatkan suplai udara yang sama, selain itu juga dapat meratakan kultur pada media fermentor. Agitator bekerja dengan menggunakan sistem pengadukan untuk meningkatkan proses aerasi. Pada aerasi yang optimal dapat menjaga kondisi fermentor tetap stabil dan tetap terkontrol.

4.      Mengapa fermenter harus bisa dioperasikan secara aseptis?
Fermenter harus dapat dioperasikan secara aseptis agar tidak mengganggu kerja kultur yang dikehendaki untuk menghasilkan produk. Pada fermenter yang tidak aseptis dapat menyebabkan kerugian karena adanya kontaminasi oleh mikroba lain yang tidak diinginkan pada produk yang dihasilkan.  Kontaminasi dapat menimbulkan peningkatan kompetisi/persaingan dalam mendapatkan substrat sehingga produk yang dihasilkan lebih sedikit, menghambat metabolisme kultur yang dikembangkan, dan membuat pengukuran jumlah sel tidak akurat karena adanya turbiditas. Agar dapat menjaga fermentor tetap dalam kondisi steril harus dilakukan sterilisasi terhadap fermentor, udara pada proses agitasi, dan dilakukan monitoring secara berkala pada proses fermentasi seperti melakukan pengendalian buih yang terbentuk selama fermentasi. 

5.      Suatu produk intraselluler diproduksi melalui proses fermentasi batch. Langkah pertama proses recovery produk tersebut  adalah distrupsi sel atau pemecahan sel karena pada proses fermentasi batch produk intraselluler yang diproduksi berada di dalam sel sehingga sel harus dipecahkan untuk mengambil produk intraselluler yang dihasilkan. Produk intraselluler dapat keluar karena terjadi perubahan morfologi pada sel mikroba.

6.      Untuk proses fermentasi menggunakan mikroba yang bersifat shear sensitive, fermenter yang tepat digunakan adalah tipe air lift fermentor karena air lift fermentor dapat bekerja tanpa adanya pengadukan secara mekanis karena mikroba shear sensitive merupakan mikroba yang tidak tahan terhadap adanya pengadukan secara mekanis. Air lift fermentor dirancang dengan dengan dua bagian yang disebut riser dan downcomer yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi pindah massa, pindah panas, dan memberi kondisi pengadukan yang lebih dapat meratakan media karena menggunakan udara melalui beberapa sparger dibagian dasar untuk aerasi. Air lift fermentor bekerja dengan berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara bagian cairan kultur yang kaya udara dalam bagian riser dan cairan kultur yang kurang udara dalam bagian downcomer. Media fermentasi digerakkan tidak menggunakan pengadukan melainkan dengan aliran udara dari bagian riser menuju bagian downcomer.

7.      Untuk meningkatkan efisiensi aerasi pada fermentasi batch diperlukan alat penunjang Baffle karena baffle dapat mengoptimalkan aerasi dengan mencegah adanya pemusatan media fermentasi. Baffle bekerja dengan menghalangi perputaran arus media sehingga udara yang dipompakan dapat merata kesegala sisi fermentor dan aerasi dapat optimal.

8.      Water jacket diperlukan dalam fermenter untuk mengatur suhu dengan cara menghantarkan panas dalam fermentor. Water jacket berfungsi untuk menyesuaikan suhu optimal pertumbuhan mikroba agar kultur yang digunakan pada proses fermentasi tidak mati atau terganggu pertumbuhannya. Apabila suhu pada fermentor sedang meningkat maka karena proses fermentasi dapat dilakukan penurunan suhu dengan mengatur suhu water jacket, begitu pula sebaliknya apabila suhu fermentor sedang dalam keadaan rendah sedangkan dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk proses fermentasi  maka dapat digunakan water jacket untuk menaikkan suhu tersebut. Pengaturan suhu dengan memanfaatkan water jacket dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan mikroba sehingga produk yang maksimal dapat dihasilkan.

9.      Untuk melakukan proses scale up perlu diperhatikan parameter  internal dan eksternal pada proses fermentasi karena dengan memperhatikan dan mengontrol  parameter internal dan eksternal agar sesuai dengan kondisi optima pertumbuhan mikroba sehingga dapat mengoptimalkan proses scale up. Parameter internal meliputi jenis dan galur mikroba yang digunakan pada fermentasi dan parameter eksternal meliputi suhu fermentasi, pH subtrat, agitasi, aerasi, konsentrasi inokulum, konsentrasi substrat dll.

10.  Dalam proses fermentasi continuous culture  perlu memperhatikan kecepatan pertumbuhan sel karena pada fermentasi continuous culture dilakukan penambahan substrat saat substrat mulai habis atau disebut dengan feeding. Kecepatan pertumbuhan sel mikroba yang diketahui secara pasti dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui kapan penambahan substrat harus dilakukan sehingga produk yang dihasilkan dapat optimal. Pada fermentasi jenis ini sebelum mikroba memasuki fase stasioner harus dilakukan feeding agar tetap dalam fase logaritmik. Dalam  fermentasi continuous culture dilakukan perlakuan pengontrolan terhadap suhu, substrat, pH, aerasi dan pengadukan sehingga pertumbuhan mikroba tetap dapat terkendali.

11.  Metabolit mikroba yang bersifat growth associated adalah metabolit yang dihasilkan oleh mikroba yang merupakan metabolit primer. Waktu yang terbaik untuk melakukan proses pemanenan terhadap jenis metabolit tersebut adalah pada saat mikroba berada pada fase logaritmik (pertumbuhan) karena pada fase logaritmiklah metabolit primer diproduksi oleh mikroba. Pada fermentasi jenis ini sebelum mikroba memasuki fase stasioner harus dilakukan feeding agar tetap dalam fase logaritmik. Metabolit primer seperti alkohol dan asam sitrat dapat dikatakan bersifat growth associated karena pada proses pembentukannya pertumbuhan mikroba dan pembentukan produk berjalan seiring. Pada pertumbuhan mikroba dan pembentukan produk yang berjalan seiring diperlukan sistem fermentasi yang sesuai yakni fermentasi continuous culture karena pada fermentasi tersebut dilakukan penambahan substrat secara kontinyu  kedalam fermentor (feeding) dan pemanenan produk juga dilakukan secara kontinyu pada kecepatan aliran yang konstan sehingga pertumbuhan sel dan pembentukan produk berjalan seimbang.

12.  Jelaskan perbedaan sifat tumbuh mikroorganisme pada kultur batch dan continuous!
Pada fermentasi sistem batch kultur, tidak dilakukan penambahan subtrat setelah inokulasi pada media steril fermentor, namun hanya dilakukan penambahan oksigen, asam atau basa untuk mengontrol agar kondisi media optimal untuk pertumbuhan mikroba. Pada fermentasi sistem batch kultur mikroba mengalami fase mulai dari adaptasi, logaritmik, eksponensial hingga fase kematian. Fase logaritmik lebih singkat karena Pada fermentasi jenis ini sebelum mikroba memasuki fase stasioner tidak dilakukan feeding agar tetap dalam fase logaritmik. Sehingga menyebabkan produksi metabolit sekunder lebih banyak daripada metabolit primer. Fermentasi ini biasanya digunakan untuk memproduksi metabolit sekunder sehingga proses pemaenan dilakukan pada fase stasioner karena pada saat tersebut  dihasilkan metabolit sekunder atau dapat pula dilakukan pada fase kematian dimana proses fermentasi telah beakhir.
Pada fermentasi sistem continuous kultur, dilakukan penambahan subtrat setelah inokulasi sebelum mikroba memasuki fase stasioner. Sehingga fase logaritmik menjadi lebih panjang dimana pada fase tersebut terjadi proses pembentukan metabolit primer. Fermentasi ini biasa dipakai untuk memproduksi metabolit primer karena dapat menghasilkan metabolit primer yang lebih banyak. Pemanenan produk dilakukan pada fase logaritmik secara kontinyu pada kecepatan aliran yang konstan sehingga pertumbuhan sel dan pembentukan produk berjalan seimbang.

13.  Hitung kecepatan pertumbuhan mikroba Acremonium dan yield yang dihasilkan pada masing-masing kondisi pertumbuhan pada artikel terlampir (batch culture).

14.  Cari berapa flow rate, kecepatan pertumbuhan mikroba dan yield yang dihasilkan pada masing-masing kondisi pertumbuhan (continuous culture)

ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...