BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Karet telah lama dipakai berabad-abad lamanya oleh bangsa Maya sebelum diperkenalkan di Eropa
oleh Columbus. Karet merupakan polimer alam terpenting dan dipakai secara luas
dilihat dari sudut industri. Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih
susu yang diperoleh dari pohon karet Havea
brasiliensis dengan partikel-partikel karet terdispersi air.
Karet alam
merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat baik untuk lingkup
internasional dan terutama di Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah
satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara.
Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang
dihasilkan kurang memuaskan. Hal tersebut disebabkan teknologi pengolahan karet
yang masih seadanya.
Karet alam
dihasilkan dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Umumnya karet rakyat
bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya yang masih sangat sederhana.
Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat produksi
karet sintetis misal butyl tubber (BR) dan
lain-lain.
Lateks dapat diolah dalam bentuk karet sheet, crepe,
lateks pekat dan karet remah (Crumb
rubber). Dalam praktikum ini akan dipelajari tahap-tahap pengolahan lateks
menjadi karet sheet dan juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
karet yang dihasilkan.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Umum
Setelah
saudara mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan
saudara dapat memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses,
pengendalian proses dan mutu yang dihasilkan.
1.2.2 Khusus
Setelah
saudara mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan
saudara:
1.
Dapat menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap
kualitas karet yang dihasilkan,
2.
Dapat menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet
alam yaitu karet sheet, crepe, lateks
dan crumb rubber
3.
Dapat menjelaskan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik, Klasifikasinya dan
Penyadapan Tanaman Karet
Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya
Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi
Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari
setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa
juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan
penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer. Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada
beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nazaruddin, 1988).
Daun karet
terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya
terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun
karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya
rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji
biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang
khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar
(Setyamidjaja, 1995).
Jenis-jenis
karet alam yang telah diketahui secara luas antara lain :
1.
Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan
lump segar).
2.
Karet konvensional (ribbed
smoked sheet, white crepes dan pale
crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe
remills, thick blanket crepe ambers, flat
bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe).
3.
Lateks pekat
4.
Karet bongkah atau block
rubber.
5.
Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber.
6.
Karet siap olah atau tryer
rubber.
7.
Karet reklim atau reclaimed
rubber.
(Triwijoso, 1995).
Klasifikasi anatomi tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea
brasiliensis
(Septa, 2008)
(Williams, 1975).
Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman
karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh lateks pada
kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang
apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang Kulit karet dengan
ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet
untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitrar 30 tahun. Oleh sebab
itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merisak kulit
tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi karet akan
berkurang (Goutara, 1985).
2.2 Sifat Karet
Alam yang Baik
Karet alam merupakan karet yang dihasilkan dari proses
pengolahan getah lateks yang diperoleh dari perkebunan. Proses pengolahan karet
alam sangat mempengaruhi kualitas karet yang dihasilkan. Selain itu kualitas lateks
yang disadap juga sangat berpengaruh. Apabila proses pengolahan dan kualitas
lateks yang diolah baik, maka akan dihasilkan karet alam yang berkualitas baik
dan harganyapun akan lebih mahal. Sifat-sifat karet alam yang baik adalah
sebagai berikut :
·
Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan
tensil
·
Dapat dibentuk dengan panas yang rendah
·
Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan
sangat baik seperti oksidasi dan ozon
·
Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap
bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak, pelumat
sintetis dan cairan hidrolik
·
Daya tahan sangat tinggi.
(Lukman, 1985).
2.3 Kandungan Kimia Lateks Segar dan Lateks Kering
Berikut ini adalah tabel
tentang kandungan kimia pada Lateks Segar dan
Lateks Kering :
Komponen
|
Komponen
dalam
Lateks
Segar (%)
|
Komponen
dalam
Lateks
kering (%)
|
|
Karet
hidrokarbon
|
36
|
92-94
|
|
Protein
|
1,4
|
2,5-3,5
|
|
Karbohidrat
|
1,6
|
2,1
|
|
Lipida
|
1,6
|
2,5-3,2
|
|
Persenyawaan
organik lain
|
0,4
|
0,3
|
|
Persenyawaan
anorganik
|
0,5
|
0,1-0,5
|
|
Air
|
58,5
|
0,3-1,0
|
|
( Nazaruddin, 1998).
2.4 Sifat Fisik dan Kimia Lateks
Berikut ini adalah sifat fisik dan kimia yang dimiliki
oleh lateks :
a.
Sifat Fisik
Lateks
adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku ketika terkena
udara. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang
berwarna kuning, jingga, atau merah (Anonim, 2011).
b.
Sifat Kimia
Karet adalah
polimer hidrokarbon yang mengandung
protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom. Lateks terdiri dari komponen-komponen tertentu sesuai dengan fraksi-fraksi dan serumnya. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan
60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah
mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5%
jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau
tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan
bentuk partikel bulat sampai lonjong (Anonim, 2012).
2.5 Tahapan Pengolahan Karet Secara
Umum
Tahapan proses pengolahan karet secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan Lateks Kebun
Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya
dengan selalu mengunakan peralatan yang bersih. Lateks pada mangkuk sadap
dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta
bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi. Setelah
proses penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk
proses pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan Kadar Karet Kering (KKK).
1. Pengenceran Lateks
Tujuan pengenceran adalah untuk memudahkan penyaringan kotoran serta
menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat
dijaga tetap. Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan
tidak mengandung unsur logam > 1
mgr/liter air, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks. 6o serta
kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03 %. Pengenceran dilakukan hingga KKK
mencapai 12-15 %. Lateks dari tangki penerimaan dialirkan melalui talang dengan
terlebih dahulu disaring menggunakan saringan aluminium (Rizal, 1988).
2.
Pembekuan
Pembekuan
lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat
koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat /asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks dengan
dosis 4 ml/kg karet kering. Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam
lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Asam format pekat 0,5-0,7 ml/liter lateks atau asam asetat pekat 1,0-1,4 ml
per liter lateks. Sebelumnya lateks ditambahkan Na Bisulfit untuk menghilangkan
warna kuning dari lateks (Salibury, 2011).
3.
Penggilingan
Penggilingan
dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Hasil bekuan atau koagulum digiling
untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas,
membentuk lembaran tipis dan memberi garis batikan pada
lembaran. Untuk memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa
gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif (batik). Menggunakan baterai crepe 3-5 gilingan beroda
dua .
1. Gilingan Pendahuluan
Berupa pattron berbentuk V dengan lebar dan dalam alur dari patron ± 2-3 mm
2. Gilingan Menengah
Mempunyai lebar dan dalam alur dari patron 0,5-1,5 mm.
3. Gilingan Akhir
Disebut “finisher” tidak berpatron permukaan rata.
(Suseno, 1989).
4. Pengasapan dan Pengeringan
Menurut Triwijoso (1995), tujuan pengasapan adalah
untuk mengeringkan sit, memberi warna khas cokelat dan menghambat pertumbuhan jamur pada
permukaan. asap
yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan lembaran
karet. Hal ini disebabkan asap mengandung zat antiseptik yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang
digunakan di dalam kamar asap adalah sebagai berikut :
1.
Hari pertama, pengasapan dilakukan dengan suhu kamar asap
sekitar 40-45 oC.
2.
Hari kedua, pengasapan dengan suhu kamar asap mencapai 50-55
oC.
3.
Hari ketiga sampai berikutnya, pengasapan dengan suhu kamar
asap mencapai 55-60 oC.
5.
Sortasi dan Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan, maka sheet dapat dipilih berdasarkan
beberapa macam kriteria mutu tertentu. Dasar penentuan mutu RSS secara visual
dan organoleptik adalah sebagai berikut:
-
jumlah kapang
-
keseragaman warna
-
noda oleh benda asing (kebersihan)
-
gelembung udara
-
kekeringan
-
berat antara 1-1,5 kg per lembar
-
tebal sheet 2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm
Kegiatan sortasi ini biasanya dilakukan di atas meja sortasi kaca yang diberi lampu penerang. Setelah sortasi dilakukan
dilanjutkan dengan pembungkusan sesuai klasifikasi mutu karet dan permintaan
konsumen. Pembungkusan yang dilakukan harus sesuai agar karet tidak mengalami
penurunan mutu (Setyamidjaja, 1995).
Pada
dasarnya pengolahan karet sheet sama dengan karet crepe hanya terletak pada
pengenceran air yang digunakan KKK 20% untuk karet crepe bila karet sheet 15%,
pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak
licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak dilakukan pengasapan karena
karet crepe harus berwarna putih.berikut
adalah tabel yang menunjukkan perbedaan proses pengolahan pada karet crepe dan
karet sheet :
No.
|
Karet Sheet
|
Karet Crepe
|
1.
|
Pada proses pengenceran air
yang digunakan KKK 20%
|
Pada proses pengenceran air
yang digunakan KKK 15%
|
2.
|
Pada proses penggilingan
permukaan rata tidak berpatron, kasar tidak licin
|
Pada proses penggilingan
permukaan rata serta halus dan licin
|
3.
|
Pada proses pengeringan tidak
dilakukan pengasapan karena karet crepe yang dihasilkan harus berwarna putih.
|
Pada proses pengeringan
dilakukan pengasapan karena untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme pada sheet serta memberikan warna coklat muda untuk
meningkatkan mutu.
|
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
·
Timbangan
·
Gelas ukur
·
Penggiling laboratorium (tangan)
·
Beaker glass
·
Saringan
·
Pengaduk
spatula
·
Hot plate
·
Kempa
hidrolik
3.1.2
Bahan
·
Lateks segar
·
Asam format 1%
·
Asam asetat 1%
·
Amoniak 0,5
ml
·
Larutan CMC 1%
·
Air
·
Tissue
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
|
a (gr)
|
b (gr)
|
+ asam
format
|
98,28
|
42,82
|
+ asam
asetat
|
93,13
|
46,08
|
4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
|
KKK (%)
|
KE (%)
|
N (ml)
|
asam
format
|
42,85
|
15
|
100
|
asam
asetat
|
46,1
|
15
|
100
|
4.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap
Sifat-Sifat Lateks Pekat
·
Viskositas
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
30
|
14
|
11
|
6 ml CMC
|
60
|
34
|
12
|
7 ml CMC
|
9
|
10
|
5
|
·
Warna
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
+1
|
+2
|
+3
|
6 ml CMC
|
+3
|
+3
|
+4
|
7 ml CMC
|
+2
|
+4
|
+5
|
·
Bau
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
+2
|
+3
|
+4
|
6 ml CMC
|
+3
|
+4
|
+5
|
7 ml CMC
|
+1
|
+5
|
+6
|
Keterangan :
Viskositas : semakin (+) semakin
kental (padat)
Warna : semakin (+) semakin
gelap
Aroma : semakin (+) semakin
menyengat/bau
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
|
FP (%)
|
KKK (%)
|
+ asam
format
|
56,4
|
42,85
|
+ asam
asetat
|
50,5
|
46,1
|
4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
|
AT
|
asam
format
|
185,67 ml
|
asam
asetat
|
207,33 ml
|
BAB 5.
PEMBAHASAN
5.1
Pengertian Lateks
Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon
karet Havea brasiliensis dengan
partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks mengandung protein yang dapat terurai akibat aktivitas bakteri. Lateks dapat juga dikatakan
sebagai suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bahan bukan karet yang
tersuspensi dalam suatu medium. Lateks
diperoleh dengan jalan melukai kulit pohon karet atau istilah lain disebut
penyadapan (Syarief, 1988).
Lateks
merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, (poli) terpena, minyak, tanin, resin, dan gom. Pada
banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna
kuning, jingga, atau merah. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua
komponen. Partikel lateks dilapisis oleh protein dan lipida ini merupakan koloid hidrofolik yang
artinya dilindungi (diselaputi) oleh muatan listrik. Larutan koloid akan stabil bila terdapat
bahan yang dapat mempertahankan muatan listrik partikel yaitu dengan adanya
protein. Sifat koloid ini
dijadikan dasar untuk terjadinya proses koagulasi. Lateks akan berkoagulasi
dengan cara membuang muatan protein dari partikel karet
Karet
alam mengandung seratus persen cis,-1,4-poliisoprena,yang terdiri dari rantai
polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang. Berikut merupakan gambar struktus ruang 1,4-cis-poliisoprene (Morton:
1963 dalam Herlina :1998).
Lateks
terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi
di dalam air. Bahan bukan karet yang jumlahnya
relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan
sifat lateks dan karetnya. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah
(crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut (Triwijoso, 1995).
5.1
Mekanisme Penambahan Asam Format dan Asam Asetat, Amoniak dan CMC
5.2.1 Mekanisme Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
Penggunaan asam sebagai bahan penggumpal didasarkan
pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi kebun dan petani karet dibandingkan bahan koagulan lainnya.
Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga
lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4.5-4.7 selain itu penambahan asam juga berfungsi sebagai
pengawet. Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar
tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan. Pengadukan dilakukan untuk mencegah
terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan.
Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah perbandingan lateks, air
dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut juga koagulum yang bersih
dan kuat.
Mekanisme koagulasi lateks dengan menggunakan asam asetat
atau asam format didasarkan atas penurunan pH. Asam asetat dan asam format akan
mengubah struktur lateks. Asam asetat (CH3COOH) dan asam format (CHOOH) merupakan larutan asam lemah yang jernih
atau tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih
bereaksi asam pada pengenceran. pH awal dari lateks segar itu sendiri yaitu sekitar 6,5. Supaya
penggumpalan terjadi pH harus
diturunkan hingga 4,7. Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk
menetralkan muatan listrik sehingga
terjadi koagulasi pada lateks. Pada keasaman ini akan tercapai titik
isoelektrik yaitu titik dimana menunjukkan muatan positif protein seimbang
dengan muatan negative sehingga potensial elektronnya menjadi nol atau keseimbangan
muatan listrik pada permukaan partikel-partikel
karet menggumpal menjadi satu. Asam yang digunakan yaitu asam format atau asam
asetat, dimana asam ini merupakan asam lemah. Asam kuat seperti asam sulfat atau asam nitrat tidak dapat digunakan karena
dapat merusak karet yang digumpalkan dan produk
karet yang dihasilkan bermutu rendah.
5.2.2 Mekanisme Penambahan Amoniak
Penggunaan amoniak sebagai zat anti koagulan didasarkan pada kemampuannya yang
baik dalam menaikkan pH. Tujuan dari penambahan amoniak adalah untuk menaikkan pH lateks
sehingga lateks tidak mengalami koagulasi. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang tidak diinginkan. Pada prakoagulasi menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan.
Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat
basa. Mekanisme penambahan amoniak adalah Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+
pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi
penggumpalan dengan pH 9-10.
Beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh
perkebunan besar atau perkebunan rakyat adalah amoniak, soda atau natrium
karbonat, formaldehida serta natrium sulfit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi
dapat diolah menjadi karet bermutu rendah
seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Untuk mencegah prakoagulasi,
pengawetan lateks kebun harus dilakukan terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh.
5.2.3 Mekanisme Penambahan CMC
Mekanisme penambahan CMC pada sistem
koloid lateks dapat membuat sistem koloid lateks tidak stabil sehingga lateks
secara berangsur-angsur mengalami pendadihan sehingga masing-masing fraksinya
akan berpisah. CMC merupakan Gugus karboksimetil yang berfungsi sebagai bahan
penstabil emulsi yang dihubungkan dengan ikatan ester. CMC berbentuk polimer
terdispersi dalam suasana dingin ataupun panas. CMC berwarna putih, larut dalam
air atau campuran air dalam jumlah besar dengan pelarut lain seperti alkohol
atau aseton, tidak berasa, dan tidak beracun.
Karet yang bermutu tinggi diperoleh dengan
memperhatikan penggumpalan
lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihannya. Kotoran yang menjadi pengotoran
lateks akan sulit dihilangkan dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya
lump sebelum lateks sampai dipabrik untuk diolah. Prakoagulasi dapat terjadi
karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang
akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu tinggi.
Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini kemudian menggumpal menjadi
satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar dan membeku. Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu
beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan juga dapat
disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang
terdapat dalam lateks akibat aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme
tersebutlah yang menyebabkan lump berbau busuk. Penggumpalan dapat disebabkan juga karena timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada di
dalam lateks. Anion asam lemak akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium
dalam lateks dan membentuk sabun yang tidak
larut yang dapat menyebabkan ketidakmantapan
lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan .
5.1
Fungsi Perlakuan
Pada praktikum pengolahan
lateks ini dilakukan tiga sub acara antara lain : perhitungan
KKK lateks segar, pengenceran lateks dan pengaruh penambahan bahan dadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks.
5.1.1
Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada
sub bab pertama dilakukan perhitungan KKK (Kadar Karet Kering) lateks segar, fungsinya adalah agar tidak terjadi kecurangan dalam perdagangan karet
dan sebagai perlindungan terhadap konsumen. Karena dengan diketahuinya nilai
kadar karet kering lateks segar maka kadar karet yang terdapat pada lateks
segar yang dipanen tanpa campuran bahan lain dapat diketahui. Kebiasaan petani
karet yang kurang baik adalah dengan menambahkan air pada lateks segar agar
terlihat lebih banyak. Pada perhitungan KKK lateks segar
dilakukan dengan pertama-tama tiap 100
ml lateks segar diukur menggunakan gelas ukur kemudian
dimasukkan ke dalam beaker glass jadi ada dua beaker glas yang masing-masing
terdapat 100 ml lateks segar. Setelah itu ditimbang untuk mengetahui beratnya
dan dinyatakan dalam (a gram). Kemudian diberi perlakuan dengan menambahkan asam format 1%
dan asam asetat 1% atau sebanyak 10 ml masing-masing pada dua beaker glass.
Asam format dan asam
asetat merupakan asam lemah yang
berfungsi dalam membantu proses penggumpalan lateks dengan menurunkan
pH lateks. Dilakukan dua perlakuan karena untuk
membedakan manakah salah satu dari perlakuan tersebut yang dapat
mempercepat proses penggumpalan lateks dan
menghasilkan kualitas karet yang baik. Setelah itu dilakukan pemanasan dan pengadukan secara perlahan hingga lateks menggumpal kurang lebih selama 10 menit. Panas dapat
mempercepat proses koagulasi pada lateks segar karena
akan terjadi penguapan
air pada lateks yang digumpalkan dan membuat partikel lateks
semakin rapat sehingga terjadi penggumpalan. Sedangkan fungsi pengadukan disini adalah agar asam yang ditambahkan dapat tercampur ke dalam
lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan.
Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat
mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Setelah
menggumpal, lateks di pres dengan menggunakan kempa hidrolik
kemudian selanjutnya digiling untuk memperluas permukaannya sehingga cepat kering karena dengan
pengepresan dapat mendorong air keluar dari lateks yang menggumpal sehingga kadar
airnya dapat dikurangi. Lalu
permukaan karet dikeringkan menggunakan tissue untuk mengurangi airnya kembali.
Seharusnya dilakukan pengovenan selama satu hari untuk menurunkan kadar air
setelah pengepresan, namun untuk mempersingkat waktu hanya dilakukan
pengeringan menggunakan tissue saja. Kemudian dilakukan pengeprinan pada
permukaan karet dengan motif yang biasanya terdapat pada pengolahan karet di
pabrik. Setelah itu baru dilakukan penimbangan karet yang dihasilkan dan
dinyatakan dalam (b gram). Fungsi penimbangan ini adalah
untuk mengetahui berat karet kering yang selanjutnya digunakan
untuk menghitung nilai KKK (Kadar Karet Kering).
Hitung FP (Faktor
Pengeringan)
dan tentukan nilai KKK dengan rumus :
5.1.1
Pengenceran Lateks
Pada sub bab kedua dilakukan pengenceran lateks dengan menggunakan 100 ml lateks segar yang diukur menggunakan gelas
ukur dan disaring untuk menghilangkan kotoran pada lateks segar. Setelah
itu ditentukan nilai KK yang menyatakan nilai
KKK lateks kebun dan nilai KE yang menyatakan nilai KKK lateks yang dikehendaki. Setelah
itu ditentukan AT pada lateks. Penentuan ini berfungsi untuk
mendapatkan jumlah air yang sesuai bagi lateks dalam proses pengenceran dengan
mengakumulasikannya pada rumus berikut :
Setelah itu ditambahkan air
sesuai perhitungan. Fungsinya adalah untuk mengencerkan lateks tersebut.
5.1.1
Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-sifat Lateks Pekat
Sub bab yang terakhir adalah pengaruh penambahan bahan pendadih dan
lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat. Pertama dilakukan penyiapan 100 ml
lateks segar sebanyak 3 kali yang sebelumnya disaring terlebih dahulu. Pengukuran menggunakan gelas ukur. Penyaringan dilakukan untuk
memisahkan kotoran pada lateks segar. Kemudian ditambahkan amoniak masing-masing sebanyak 0,5 ml. Fungsinya adalah sebagai anti koagulan dan
pengawet yang mencegah terjadinya koagulasi pada lateks segar. Mekanismenya
adalah Ion OH- di dalam zat antikoagulan
akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga
dan tidak terjadi penggumpalan.. setelah
itu baru ditambahkan larutan CMC 1% sebanyak 5 ml, 6 ml, dan 7 ml pada tiap perlakuan dan diaduk kemudian dibiarkan selama 4, 5, dan 6 hari dimana pada tiap hari tersebut
dilakukan pengamatan terhadap warna, tekstur, aroma. Penambahan
CMC 1% disini berfungsi untuk proses
pembentukan 2 fraksi antara larutan dadih dan serum. Sedangkan pengadukan berfungsi
untuk menghomogenkan CMC dan lateks agar tercampur sempurna. Pengamatan dilakukan pada
4, 5, dan 6 hari untuk member waktu bagi lateks dalam proses pembentukan 2
fraksi antara serum dan larutan pendadih.
5.2
Analisa Data
5.2.1
Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada percobaan pertama yakni perhitungan nilai KKK (Kadar Karet Kering) lateks segar diperoleh
nilai KKK dan FP pada perlakuan penambahan asam format 1%, adalah KKK sebesar 42,85 % dan FP 56,4 %. Sedangkan pada perlakuan penambahan asam asetat
1% diperoleh nilai KKK sebesar 46,1 % dan FP 50,5 %. Nilai KKK pada perlakuan asam format 1% lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan asam asetat 1%. Nilai kadar karet kering atau yang biasa disebut
dengan KKK yang berbeda pada perlakuan asam lemah yakni asam format dan asam
asetat dapat disebabkan karena perbedaan efektifitas kedua asam lemah sebagai
zat koagulan dimana asam asetat 1% lebih efektif untuk mengkoagulasikan atau
menggumpalkan lateks segar dibandingkan dengan asam format 1%. Nilai FP (Faktor Pengering) yang berbeda pada hasil perhitungan pada penambahan
asam format dan asam asetat dengan jenis lateks segar yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan banyaknya air yang diserap tissue pada
proses pengeringan permukaat karet setelah pengepresan dan perbedaan tenaga
yang digunakan pada proses pengepresan menggunakan kempa hidrolik. Semakin besar tenaga yang digunakan untuk malakukan proses pengepresan maka
semakin besar jumlah air yang dapat dikeluarkan dari karet. Sehingga semakin besar faktor pengeringan maka semakin kecil nilai kadar karet kering. Karena banyaknya air pada karet yang keluar lebih banyak. Sehingga nilai KKK terlalu
jauh dari standart bakunya yakni 15%.
5.4.2 Pengenceran Lateks
Pengenceran lateks adalah menurunkan kadar karet yang
terkandung dalam lateks sampai memperoleh kadar karet sesuai dengan kadar karet
baku yang dibutuhkan untuk membuat karet sheet dan karet crepe yaitu 15%. Selama
pengenceran lateks harus dilakukan pengadukan dengan suatu alat yang dinamakan agitator
agar pencampuran lateks dengan air merata atau homogen. Tujuan pengenceran adalah untuk :
a. Melunakkan bekuan, sehingga tenaga
giling tidak terlalu besar.
b. Memudahkan penghilangan gelembung
udara.
c. Memudahkan pencampuran asam asetat karena konsentrasi larutan rendah.
Pada percobaan pengenceran lateks, setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai AT sebesar 185,67 ml pada perlakuan
asam format dengan nilai KK 42,85% dan 207,33 ml pada perlakuan asam asetat
dengan nilai KK 46,1%. Nilai AT tersebut menyetakan banyaknya air yang harus
ditambahkan pada lateks segar untuk mengencerkannya. Standart nilai untuk KE adalah 15% dan KK sebesar 20%. Berdasarkan
hasil praktikum nilai KK (KKK lateks kebun) jauh lebih
besar daripada standar karena pengeringan yang dilakukan tidak menggunakan
proses pengovenan. Sehingga proses pengeringan lateks tidak optimal karena hanya
digunakan tissue sebagai pengurang air pada permukaan karet. Besarnya air yang
dibutuhkan untuk mengencerkan lateks pada perlakuan asam asetat lebih banyak
dibanding dengan perlakuan asam format. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya
perbedaan nilai kadar karet kering lateks kebun pada kedua perlakuan. Karena
dengan semakin tinggi nilai kadar karet kering lateks kebun maka membutuhkan
jumlah air yang lebih banyak untuk proses pengencerannya dengan konsentrasi
yang diinginkan sama yakni 15%.
5.4.3
Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-sifat Lateks Pekat
Pada
sub bab acara pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat dilakukan
pendadihan lateks segar dengan variasi penambahan CMC 1% 5 ml, 6 ml, dan 7 ml.
Kemudian dilakukan pengamatan pada penambahan 5 ml dan didapatkan hasil viskositas hari ke-4 adalah 30, hari
ke-5 = 14, dan hari ke-6 = 11. Pada penambahan CMC 6 ml didapatkan hasil pada hari
ke-4 adalah 60, hari ke-5 adalah 34, dan hari ke-6 adalah 12. Sedang pada
penambahan CMC 7 ml didapatkan pada hari ke-4 adalah 9, hari ke-5 adalah 10,
dan hari ke-6 adalah 5. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan CMC
1% sangat berpengaruh pada viskositas lateks segar. Dengan semakin banyak CMC
1% yang ditambahkan menyebabkan viskositas lateks mengalami peningkatan atau dapat
dikatakan lateks semakin padat. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan
kerapatan skim lateks menjadi lebih besar atau semakin rapat partikelnya.
Kerapatan partikel atau semakin tingginya viskositas disebabkan karena
terbentuk ikatan silang antar poliisoprene yang disebabkan adanya gugus reaktif
yaitu aldehid. Semakin lama penyimpanan membuat viskositas lateks semakin tinggi
atau lateks semakin padat karena kerja CMC untuk mendadihkan juga semakin lama
sehingga semakin banyak partikel lateks yang tidak stabil dan semakin rapat
satu sama lain. Partikel lateks yang semakin rapat satu sama lain disebabkan
karena muatan positif dan negatif sudah tidak seimbang atau netral.
Pada
pengamatan warna diperoleh hasil, pada variasi penambahan CMC 1% 5 ml pada hari
ke-4, 5, dan 6 secara berturut-turut adalah +1, +2, dan +3 yang menunjukkan warna lateks semakin gelap. Pada penambahan CMC 1% 6 ml diperoleh
hasil berturut-turut +3, +3, dan +4 yang menunjukkan warna lateks semakin gelap.
Pada penambahan CMC 1% 7 ml diperoleh hasil berturut-turut +2, +4, dan +5 yang
menunjukkan warna lateks semakin gelap. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa dengan semakin lama waktu
penyimpanan dan semakin banyak CMC yang ditambahkan
membuat warna lateks semakin gelap. Hal ini dapat terjadi karena adanya reaksi oksidasi pada lateks yang kontak langsung dengan udara sehingga menyebabkan
warna lateks menjadi agak gelap atau coklat. Selain itu dapat juga diakibatkan karena adanya reaksi maillard pada lateks sehingga warna lateks yang tadinya putih menjadi agak gelap. Walaupun kandungan komponen gula hanya sebesar
0,2 % dan protein 2-3 % pada lateks namun komponen tersebut dapat
menyebabkan timbulnya
reaksi maillard. Waktu penyimpanan yang semakin lama
dapat membuat warna lateks semakin gelap karena semakin banyak partikel karet yang tidak stabil lagi sehingga terjadi penurunan kualitas
komponen-komponen penyusun lateks termasuk juga komponen penyusun warna lateks.
Pada
pengamatan bau (aroma) dengan variasi penambahan CMC 1% 5 ml diperoleh hasil
pada hari ke-4, 5, dan 6 secara berturut-turut adalah +2, +3, dan +4. Pada
penambahan CMC 1% 6 ml diperoleh hasil berturut-turut +3, +4, dan +5. Pada
penambahan CMC 1% 7 ml diperoleh hasil berturut-turut +1, +5, dan +6. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan semakin banyak CMC yang ditambahkan dan
semakin lama waktu penyimpanan membuat bau (aroma) lateks yang tadinya berbau khas
lateks menjadi menyengat setelah ditambahkan CMC 1% dan baunya semakin
menyengat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Bau menyengat yang
ditimbulkan dapat dikarenakan adanya pemisahan antara serum dengan fraksi lateks.
Pada lateks yang terpisah fraksinya menjadi raksi putih, fraksi kuning, dan
serum C dimana serum C tersebut mengandung
zat terlarut berupa asam amino,
karbohidrat, inositol dan asam organik misalnya asam nukleat pirofosfat dan askorbat yang apabila bereaksi dengn CMC atau
komponen lain dapat menimbulkan bau (aroma) yang
menyengat atau tidak enak.
BAB 6.
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum pengolahan lateks ini adalah :
1.
Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang
diperoleh dari pohon karet Havea brasiliensis dengan
partikel-partikel karet terdispersi air.
2.
Mekanisme koagulasi lateks dengan penambahan asam (asam asetat atau asam format) adalah ion H+ akan bereaksi dengan ion OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk
menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi pada
lateks.
3.
Mekanisme penambahan amoniak adalah Ion OH- di dalam zat
antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga
kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.
4.
Mekanisme
penambahan CMC pada sistem koloid lateks dapat membuat sistem koloid lateks
tidak stabil sehingga lateks secara berangsur-angsur mengalami pendadihan
sehingga masing-masing fraksinya akan berpisah.
5.
Asam asetat
1% lebih efektif untuk mengkoagulasikan lateks segar dibandingkan dengan asam
format 1%.
6.
Semakin
tinggi nilai KKK lateks kebun maka dibuuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk
proses pengenceran lateks dengan konsentrasi yang diinginkan sama yakni 15%.
7.
Pada
penambahan bahan pendadih didapatkan hasil semakin lama penyimpanan maka lateks
semakin tinggi viskositasnya, warnanya semakin gelap, dan aromanya semakin
menyengat.
6.2
Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan secara bergantian agar praktikan benar –
benar mengerti hasil dari proses pengolahan karet. Selain itu sebaiknya asisten menjelaskan bagaimana mutu karet yang
baik agar tidak terjadi kesalahan dan kebingungan pada praktikan dalam membahas
data.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Petunjuk Praktikum Pengolahan Tembakau, Gula dan
Lateks. Jember : FTP UNEJ
Anonim. 2011. Manfaat Karet. http://www.goodway-integrated.com/. [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Goutara, dkk. 1985. Teknologi Pengolahan Lateks. Jakarta :
Erlangga.
Lukman. 1985. Penyadapan
dan Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP.
Nazaruddin dan F.B. Paimin.
1998. Karet. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rizal Syarief dan Anies Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta :
PT Mediyatama Sarana Perkasa.
Salibury. 2011. Tanaman
Karet dan Proses Pengolahannya. http://repository.usu
.ac.id/bitstream/123456789/30327/4/Chapter%20II.pdf [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Septa. 2008. Kualitas
Karet Alam [serial on line]. http://septa-ayatullah.blogspot.com/. [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Setyamidjaja, Djoehana. 1995. Karet Budidaya Dan Pengolahan. Cetakan kedua. Yogyakarta : Kanisius.
Suseno, Rs. Suwarti. 1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit yang diasap
(Ribbed Smoked Sit). Bogor: Balai
Penelitian Perkebunan Bogor.
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Dalam Kumpulan Makalah : In
House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. No : 1. Bogor : Balai
Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Williams, C. N., 1975. The
Agronomy of the Major Tropical Crops. New York: Oxford University Press.