Saturday, December 19, 2015

LAPORAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LATEKS



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Karet telah lama dipakai berabad-abad lamanya oleh bangsa Maya sebelum diperkenalkan di Eropa oleh Columbus. Karet merupakan polimer alam terpenting dan dipakai secara luas dilihat dari sudut industri. Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet Havea brasiliensis dengan partikel-partikel karet terdispersi air.
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat baik untuk lingkup internasional dan terutama di Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang dihasilkan kurang memuaskan. Hal tersebut disebabkan teknologi pengolahan karet yang masih seadanya.
Karet alam dihasilkan dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Umumnya karet rakyat bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya yang masih sangat sederhana. Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat produksi karet sintetis misal butyl tubber (BR) dan lain-lain.
Lateks dapat diolah dalam bentuk karet sheet, crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb rubber). Dalam praktikum ini akan dipelajari tahap-tahap pengolahan lateks menjadi karet sheet dan juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karet yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Umum
Setelah saudara mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan saudara dapat memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian proses dan mutu yang dihasilkan.

1.2.2 Khusus
Setelah saudara mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan saudara:
1.      Dapat menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang dihasilkan,
2.      Dapat menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet alam yaitu karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber
3.      Dapat menjelaskan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik, Klasifikasinya dan Penyadapan Tanaman Karet
Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer. Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nazaruddin, 1988).
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Setyamidjaja, 1995).
Jenis-jenis karet alam yang telah diketahui secara luas antara lain :
1.            Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar).
2.            Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe).
3.            Lateks pekat
4.            Karet bongkah atau block rubber.
5.            Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber.
6.            Karet siap olah atau tryer rubber.
7.            Karet reklim atau reclaimed rubber.
(Triwijoso, 1995).

Klasifikasi anatomi tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi          : Spermatophyta
Sub divisi   : Angiospermae
Kelas          : Dicotyledonae
Keluarga     : Euphorbiaceae
Genus         : Hevea
Spesies       : Hevea brasiliensis
(Septa, 2008)

Gambar tanaman lateks dan proses penyadapan lateks :          





(Williams, 1975).

Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang Kulit karet dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitrar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merisak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Goutara, 1985).

2.2 Sifat Karet Alam yang Baik
Karet alam merupakan karet yang dihasilkan dari proses pengolahan getah lateks yang diperoleh dari perkebunan. Proses pengolahan karet alam sangat mempengaruhi kualitas karet yang dihasilkan. Selain itu kualitas lateks yang disadap juga sangat berpengaruh. Apabila proses pengolahan dan kualitas lateks yang diolah baik, maka akan dihasilkan karet alam yang berkualitas baik dan harganyapun akan lebih mahal. Sifat-sifat karet alam yang baik adalah sebagai berikut :
·         Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil
·         Dapat dibentuk dengan panas yang rendah
·         Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik seperti oksidasi dan ozon
·         Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak, pelumat sintetis dan cairan hidrolik
·         Daya tahan sangat tinggi.
(Lukman, 1985).

2.3 Kandungan Kimia Lateks Segar dan Lateks Kering
Berikut ini adalah tabel tentang kandungan kimia pada Lateks Segar dan Lateks Kering :
Komponen
Komponen dalam
Lateks Segar (%)
Komponen dalam
Lateks kering (%)
Karet hidrokarbon
36
92-94
Protein
1,4
2,5-3,5
Karbohidrat
1,6
2,1
Lipida
1,6
2,5-3,2
Persenyawaan organik lain
0,4
0,3
Persenyawaan anorganik
0,5
0,1-0,5
Air
58,5
0,3-1,0




( Nazaruddin, 1998).

2.4 Sifat Fisik dan Kimia Lateks
Berikut ini adalah sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh lateks :
a.       Sifat Fisik
Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku ketika terkena udara. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah (Anonim, 2011).
b.      Sifat Kimia
Karet adalah polimer hidrokarbon yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom. Lateks terdiri dari komponen-komponen tertentu sesuai dengan fraksi-fraksi dan serumnya. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong (Anonim, 2012).

2.5 Tahapan Pengolahan Karet Secara Umum
Tahapan proses pengolahan karet secara umum adalah sebagai berikut :
1.      Penerimaan Lateks Kebun
Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu mengunakan peralatan yang bersih. Lateks pada mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi. Setelah proses penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan Kadar Karet Kering (KKK).
1.      Pengenceran Lateks
Tujuan pengenceran adalah untuk memudahkan penyaringan kotoran serta menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat dijaga tetap. Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan tidak mengandung unsur logam > 1 mgr/liter air, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks. 6o serta kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03 %. Pengenceran dilakukan hingga KKK mencapai 12-15 %. Lateks dari tangki penerimaan dialirkan melalui talang dengan terlebih dahulu disaring menggunakan saringan aluminium (Rizal, 1988).
 
2.       Pembekuan
Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan zat koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam semut atau asam asetat /asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks dengan dosis 4 ml/kg karet kering. Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Asam format pekat 0,5-0,7 ml/liter lateks atau asam asetat pekat 1,0-1,4 ml per liter lateks. Sebelumnya lateks ditambahkan Na Bisulfit untuk menghilangkan warna kuning dari lateks (Salibury, 2011).

3.       Penggilingan
Penggilingan dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Hasil bekuan atau koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan memberi garis batikan pada lembaran. Untuk memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif (batik).  Menggunakan baterai crepe 3-5 gilingan beroda dua .
1. Gilingan Pendahuluan
Berupa pattron berbentuk V dengan lebar dan dalam alur dari patron ± 2-3 mm
2. Gilingan Menengah
Mempunyai lebar dan dalam alur dari patron 0,5-1,5 mm.
3. Gilingan Akhir
Disebut “finisher” tidak berpatron permukaan rata.
(Suseno, 1989).

4.      Pengasapan dan Pengeringan
Menurut Triwijoso (1995), tujuan pengasapan adalah untuk mengeringkan sit, memberi warna khas cokelat dan menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan.  asap yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan lembaran karet. Hal ini disebabkan asap mengandung zat antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang digunakan di dalam kamar asap adalah sebagai berikut :
1.      Hari pertama, pengasapan dilakukan dengan suhu kamar asap sekitar 40-45 oC.
2.      Hari kedua, pengasapan dengan suhu kamar asap mencapai 50-55 oC.
3.      Hari ketiga sampai berikutnya, pengasapan dengan suhu kamar asap mencapai 55-60 oC.

5.      Sortasi dan Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan, maka sheet dapat dipilih berdasarkan beberapa macam kriteria mutu tertentu. Dasar penentuan mutu RSS secara visual dan organoleptik adalah sebagai berikut:
-          jumlah kapang
-          keseragaman warna
-          noda oleh benda asing (kebersihan)
-          gelembung udara
-          kekeringan
-          berat antara 1-1,5 kg per lembar
-          tebal sheet 2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm
Kegiatan sortasi ini biasanya dilakukan di atas meja sortasi kaca yang diberi lampu penerang. Setelah sortasi dilakukan dilanjutkan dengan pembungkusan sesuai klasifikasi mutu karet dan permintaan konsumen. Pembungkusan yang dilakukan harus sesuai agar karet tidak mengalami penurunan mutu (Setyamidjaja, 1995).

2.6 Perbedaan Pengolahan Karet Crepe dan Sheet 
            Pada dasarnya pengolahan karet sheet sama dengan karet crepe hanya terletak pada pengenceran air yang digunakan KKK 20% untuk karet crepe bila karet sheet 15%, pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak dilakukan pengasapan karena karet crepe harus berwarna putih.berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan proses pengolahan pada karet crepe dan karet sheet :
 
No.
Karet Sheet
Karet Crepe
1.
Pada proses pengenceran air yang digunakan KKK 20%
Pada proses pengenceran air yang digunakan KKK 15%
2.
Pada proses penggilingan permukaan rata tidak berpatron, kasar tidak licin
Pada proses penggilingan permukaan rata serta halus dan licin


3.
Pada proses pengeringan tidak dilakukan pengasapan karena karet crepe yang dihasilkan harus berwarna putih.

Pada proses pengeringan dilakukan pengasapan karena untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme pada sheet serta memberikan warna coklat muda untuk meningkatkan mutu.
 
  


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1  Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
·         Timbangan
·         Gelas ukur
·         Penggiling laboratorium (tangan)
·         Beaker glass
·         Saringan
·         Pengaduk spatula
·         Hot plate
·         Kempa hidrolik

3.1.2        Bahan
·         Lateks segar
·         Asam format 1%
·         Asam asetat 1%
·         Amoniak 0,5 ml
·         Larutan CMC 1%
·         Air
·         Tissue

3.2 Skema Kerja 





BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
a (gr)
b (gr)
+ asam format
98,28
42,82
+ asam asetat
93,13
46,08

4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
KKK (%)
KE (%)
N (ml)
  asam format
42,85
15
100
asam asetat
46,1
15
100

4.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap Sifat-Sifat Lateks Pekat
·   Viskositas
Sampel
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
5 ml CMC
30
14
11
6 ml CMC
60
34
12
7 ml CMC
9
10
52Cl sitas yang dapat dikeluarkan dari karetproses pengepresan maka semakin dengan asam format 1%.

·   Warna
Sampel
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
5 ml CMC
+1
+2
+3
6 ml CMC
+3
+3
+4
7 ml CMC
+2
+4
+5

·   Bau
Sampel
Hari ke-4
Hari ke-5
Hari ke-6
5 ml CMC
+2
+3
+4
6 ml CMC
+3
+4
+5
7 ml CMC
+1
+5
+6
Keterangan :
Viskositas : semakin (+) semakin kental (padat)
Warna        : semakin (+) semakin gelap
Aroma       : semakin (+) semakin menyengat/bau

4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
FP (%)
KKK (%)
  + asam format
56,4
42,85
+ asam asetat
50,5
46,1

4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
AT
  asam format
185,67 ml
asam asetat
207,33 ml

 


BAB 5. PEMBAHASAN

5.1  Pengertian Lateks
Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet Havea  brasiliensis dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks mengandung protein yang dapat terurai akibat aktivitas bakteri. Lateks dapat juga dikatakan sebagai suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bahan bukan karet yang tersuspensi dalam suatu medium.  Lateks diperoleh dengan jalan melukai kulit pohon karet atau istilah lain disebut penyadapan (Syarief, 1988).
Lateks merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, (poli) terpena, minyak, tanin, resin, dan gom. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Partikel lateks dilapisis oleh protein dan lipida ini merupakan koloid hidrofolik yang artinya dilindungi (diselaputi) oleh muatan listrik. Larutan koloid akan stabil bila terdapat bahan yang dapat mempertahankan muatan listrik partikel yaitu dengan adanya protein. Sifat koloid ini dijadikan dasar untuk terjadinya proses koagulasi. Lateks akan berkoagulasi dengan cara membuang muatan protein dari partikel karet
  Karet alam mengandung seratus persen cis,-1,4-poliisoprena,yang terdiri dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang. Berikut merupakan gambar struktus ruang 1,4-cis-poliisoprene (Morton: 1963 dalam Herlina :1998).







Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Di dalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut (Triwijoso, 1995).

5.1    Mekanisme Penambahan Asam Format dan Asam Asetat, Amoniak dan CMC
5.2.1 Mekanisme Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
Penggunaan asam sebagai bahan penggumpal didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi kebun dan petani karet dibandingkan bahan koagulan lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4.5-4.7 selain itu penambahan asam juga berfungsi sebagai pengawet. Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan. Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut juga koagulum yang bersih dan kuat.
Mekanisme koagulasi lateks dengan menggunakan asam asetat atau asam format didasarkan atas penurunan pH. Asam asetat dan asam format akan mengubah struktur lateks. Asam asetat (CH3COOH) dan asam format (CHOOH) merupakan larutan asam lemah yang jernih atau tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih bereaksi asam pada pengenceran. pH awal dari lateks segar  itu sendiri yaitu sekitar 6,5. Supaya penggumpalan terjadi pH harus diturunkan hingga 4,7. Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion OH-  pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi pada lateks. Pada keasaman ini akan tercapai titik isoelektrik yaitu titik dimana menunjukkan muatan positif protein seimbang dengan muatan negative sehingga potensial elektronnya menjadi nol atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet menggumpal menjadi satu. Asam yang digunakan yaitu asam format atau asam asetat, dimana asam ini merupakan asam lemah. Asam kuat seperti asam sulfat atau asam nitrat tidak dapat digunakan karena dapat merusak karet yang digumpalkan dan produk karet yang dihasilkan bermutu rendah.

5.2.2 Mekanisme Penambahan Amoniak
Penggunaan amoniak sebagai zat anti  koagulan didasarkan pada kemampuannya yang baik dalam menaikkan pH. Tujuan dari penambahan amoniak adalah untuk menaikkan pH lateks sehingga lateks tidak mengalami koagulasi. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang tidak diinginkan. Pada prakoagulasi menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Mekanisme penambahan amoniak adalah Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan dengan pH 9-10.
Beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh perkebunan besar atau perkebunan rakyat adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida serta natrium sulfit. Hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi dapat diolah menjadi karet bermutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun harus dilakukan terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh.

5.2.3 Mekanisme Penambahan CMC
Mekanisme penambahan CMC pada sistem koloid lateks dapat membuat sistem koloid lateks tidak stabil sehingga lateks secara berangsur-angsur mengalami pendadihan sehingga masing-masing fraksinya akan berpisah. CMC merupakan Gugus karboksimetil yang berfungsi sebagai bahan penstabil emulsi yang dihubungkan dengan ikatan ester. CMC berbentuk polimer terdispersi dalam suasana dingin ataupun panas. CMC berwarna putih, larut dalam air atau campuran air dalam jumlah besar dengan pelarut lain seperti alkohol atau aseton, tidak berasa, dan tidak beracun.

Karet yang bermutu tinggi diperoleh dengan memperhatikan penggumpalan lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihannya. Kotoran yang menjadi pengotoran lateks akan sulit dihilangkan dan selanjutnya menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai dipabrik untuk diolah. Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar dan membeku. Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan juga dapat disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks akibat aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme tersebutlah yang menyebabkan lump berbau busuk. Penggumpalan dapat disebabkan juga karena timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam lemak akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium dalam lateks dan membentuk sabun yang tidak larut yang dapat menyebabkan ketidakmantapan lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan .

5.1    Fungsi Perlakuan
Pada praktikum pengolahan lateks ini dilakukan tiga sub acara antara lain : perhitungan KKK lateks segar, pengenceran lateks dan pengaruh penambahan bahan dadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks.
5.1.1        Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada sub bab pertama dilakukan perhitungan KKK (Kadar Karet Kering) lateks segar, fungsinya adalah agar tidak terjadi kecurangan dalam perdagangan karet dan sebagai perlindungan terhadap konsumen. Karena dengan diketahuinya nilai kadar karet kering lateks segar maka kadar karet yang terdapat pada lateks segar yang dipanen tanpa campuran bahan lain dapat diketahui. Kebiasaan petani karet yang kurang baik adalah dengan menambahkan air pada lateks segar agar terlihat lebih banyak. Pada perhitungan KKK lateks segar dilakukan dengan pertama-tama tiap 100 ml lateks segar diukur menggunakan gelas ukur kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass jadi ada dua beaker glas yang masing-masing terdapat 100 ml lateks segar. Setelah itu ditimbang untuk mengetahui beratnya dan dinyatakan dalam (a gram). Kemudian diberi perlakuan dengan menambahkan asam format 1% dan asam asetat 1% atau sebanyak 10 ml masing-masing pada dua beaker glass. Asam format dan asam asetat merupakan asam lemah yang berfungsi dalam membantu proses penggumpalan lateks dengan menurunkan pH lateks. Dilakukan dua perlakuan karena untuk membedakan manakah salah satu dari perlakuan tersebut yang dapat mempercepat proses penggumpalan lateks dan menghasilkan kualitas karet yang baik. Setelah itu dilakukan pemanasan dan pengadukan secara perlahan hingga lateks menggumpal kurang lebih selama 10 menit. Panas dapat mempercepat proses koagulasi pada lateks segar karena akan terjadi penguapan air pada lateks yang digumpalkan dan membuat partikel lateks semakin rapat sehingga terjadi penggumpalan. Sedangkan fungsi pengadukan disini adalah agar asam yang ditambahkan dapat tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses penggumpalan. Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Setelah menggumpal, lateks di pres dengan menggunakan kempa hidrolik kemudian selanjutnya digiling untuk memperluas permukaannya sehingga cepat kering karena dengan pengepresan dapat mendorong air keluar dari lateks yang menggumpal sehingga kadar airnya dapat dikurangi. Lalu permukaan karet dikeringkan menggunakan tissue untuk mengurangi airnya kembali. Seharusnya dilakukan pengovenan selama satu hari untuk menurunkan kadar air setelah pengepresan, namun untuk mempersingkat waktu hanya dilakukan pengeringan menggunakan tissue saja. Kemudian dilakukan pengeprinan pada permukaan karet dengan motif yang biasanya terdapat pada pengolahan karet di pabrik. Setelah itu baru dilakukan penimbangan karet yang dihasilkan dan dinyatakan dalam (b gram). Fungsi penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat karet kering yang selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai KKK (Kadar Karet Kering). Hitung FP (Faktor Pengeringan) dan tentukan nilai KKK dengan rumus :

 
 
5.1.1        Pengenceran Lateks
Pada sub bab kedua dilakukan pengenceran lateks dengan menggunakan 100 ml lateks segar yang diukur menggunakan gelas ukur dan disaring untuk menghilangkan kotoran pada lateks segar. Setelah itu ditentukan nilai KK yang menyatakan nilai KKK lateks kebun dan nilai KE yang menyatakan nilai KKK lateks yang dikehendaki. Setelah itu ditentukan AT pada lateks. Penentuan ini berfungsi untuk mendapatkan jumlah air yang sesuai bagi lateks dalam proses pengenceran dengan mengakumulasikannya pada rumus berikut :

Setelah itu ditambahkan air sesuai perhitungan. Fungsinya adalah untuk mengencerkan lateks tersebut.

5.1.1        Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-sifat Lateks Pekat
Sub bab yang terakhir adalah pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat. Pertama dilakukan penyiapan 100 ml lateks segar sebanyak 3 kali yang sebelumnya disaring terlebih dahulu. Pengukuran menggunakan gelas ukur. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan kotoran pada lateks segar. Kemudian ditambahkan amoniak masing-masing sebanyak 0,5 ml. Fungsinya adalah sebagai anti koagulan dan pengawet yang mencegah terjadinya koagulasi pada lateks segar. Mekanismenya adalah Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.. setelah itu baru ditambahkan larutan CMC 1% sebanyak 5 ml, 6 ml, dan 7 ml pada tiap perlakuan dan diaduk kemudian dibiarkan selama 4, 5, dan 6 hari dimana pada tiap hari tersebut dilakukan pengamatan terhadap warna, tekstur, aroma. Penambahan CMC 1% disini berfungsi untuk proses pembentukan 2 fraksi antara larutan dadih dan serum. Sedangkan pengadukan berfungsi untuk menghomogenkan CMC dan lateks agar tercampur sempurna. Pengamatan dilakukan pada 4, 5, dan 6 hari untuk member waktu bagi lateks dalam proses pembentukan 2 fraksi antara serum dan larutan pendadih.

5.2    Analisa Data
5.2.1        Perhitungan KKK Lateks Segar
            Pada percobaan pertama yakni perhitungan nilai KKK (Kadar Karet Kering) lateks segar diperoleh nilai KKK dan FP pada perlakuan penambahan asam format 1%, adalah KKK sebesar 42,85 % dan FP 56,4 %. Sedangkan pada perlakuan penambahan asam asetat 1% diperoleh nilai KKK sebesar 46,1 % dan FP 50,5 %. Nilai KKK pada perlakuan asam format 1% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan asam asetat 1%. Nilai kadar karet kering atau yang biasa disebut dengan KKK yang berbeda pada perlakuan asam lemah yakni asam format dan asam asetat dapat disebabkan karena perbedaan efektifitas kedua asam lemah sebagai zat koagulan dimana asam asetat 1% lebih efektif untuk mengkoagulasikan atau menggumpalkan lateks segar dibandingkan dengan asam format 1%. Nilai FP (Faktor Pengering) yang berbeda pada hasil perhitungan pada penambahan asam format dan asam asetat dengan jenis lateks segar yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan banyaknya air yang diserap tissue pada proses pengeringan permukaat karet setelah pengepresan dan perbedaan tenaga yang digunakan pada proses pengepresan menggunakan kempa hidrolik. Semakin besar tenaga yang digunakan untuk malakukan proses pengepresan maka semakin besar jumlah air yang dapat dikeluarkan dari karet. Sehingga semakin besar faktor pengeringan maka semakin kecil nilai kadar karet kering. Karena banyaknya air pada karet yang keluar lebih banyak. Sehingga nilai KKK terlalu jauh dari standart bakunya yakni 15%.

5.4.2 Pengenceran Lateks
            Pengenceran lateks adalah menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai memperoleh kadar karet sesuai dengan kadar karet baku yang dibutuhkan untuk membuat karet sheet dan karet crepe yaitu 15%. Selama pengenceran lateks harus dilakukan pengadukan dengan suatu alat yang dinamakan agitator agar pencampuran lateks dengan air merata atau homogen. Tujuan pengenceran adalah untuk :
a. Melunakkan bekuan, sehingga tenaga giling tidak terlalu besar.
b. Memudahkan penghilangan gelembung udara.
c. Memudahkan pencampuran asam asetat karena konsentrasi larutan rendah.
                        Pada percobaan pengenceran lateks, setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai AT sebesar 185,67 ml pada perlakuan asam format dengan nilai KK 42,85% dan 207,33 ml pada perlakuan asam asetat dengan nilai KK 46,1%. Nilai AT tersebut menyetakan banyaknya air yang harus ditambahkan pada lateks segar untuk mengencerkannya. Standart nilai untuk KE adalah 15% dan KK sebesar 20%. Berdasarkan hasil praktikum nilai KK (KKK lateks kebun) jauh lebih besar daripada standar karena pengeringan yang dilakukan tidak menggunakan proses pengovenan. Sehingga proses pengeringan lateks tidak optimal karena hanya digunakan tissue sebagai pengurang air pada permukaan karet. Besarnya air yang dibutuhkan untuk mengencerkan lateks pada perlakuan asam asetat lebih banyak dibanding dengan perlakuan asam format. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya perbedaan nilai kadar karet kering lateks kebun pada kedua perlakuan. Karena dengan semakin tinggi nilai kadar karet kering lateks kebun maka membutuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk proses pengencerannya dengan konsentrasi yang diinginkan sama yakni 15%.

5.4.3        Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan Terhadap Sifat-sifat Lateks Pekat
            Pada sub bab acara pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat dilakukan pendadihan lateks segar dengan variasi penambahan CMC 1% 5 ml, 6 ml, dan 7 ml. Kemudian dilakukan pengamatan pada penambahan 5 ml dan didapatkan hasil viskositas hari ke-4 adalah 30, hari ke-5 = 14, dan hari ke-6 = 11. Pada penambahan CMC 6 ml didapatkan hasil pada hari ke-4 adalah 60, hari ke-5 adalah 34, dan hari ke-6 adalah 12. Sedang pada penambahan CMC 7 ml didapatkan pada hari ke-4 adalah 9, hari ke-5 adalah 10, dan hari ke-6 adalah 5. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan CMC 1% sangat berpengaruh pada viskositas lateks segar. Dengan semakin banyak CMC 1% yang ditambahkan menyebabkan viskositas lateks mengalami peningkatan atau dapat dikatakan lateks semakin padat. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan kerapatan skim lateks menjadi lebih besar atau semakin rapat partikelnya. Kerapatan partikel atau semakin tingginya viskositas disebabkan karena terbentuk ikatan silang antar poliisoprene yang disebabkan adanya gugus reaktif yaitu aldehid. Semakin lama penyimpanan membuat viskositas lateks semakin tinggi atau lateks semakin padat karena kerja CMC untuk mendadihkan juga semakin lama sehingga semakin banyak partikel lateks yang tidak stabil dan semakin rapat satu sama lain. Partikel lateks yang semakin rapat satu sama lain disebabkan karena muatan positif dan negatif sudah tidak seimbang atau netral.
            Pada pengamatan warna diperoleh hasil, pada variasi penambahan CMC 1% 5 ml pada hari ke-4, 5, dan 6 secara berturut-turut adalah  +1, +2, dan +3 yang menunjukkan warna lateks semakin gelap. Pada penambahan CMC 1% 6 ml diperoleh hasil berturut-turut +3, +3, dan +4 yang menunjukkan warna lateks semakin gelap. Pada penambahan CMC 1% 7 ml diperoleh hasil berturut-turut +2, +4, dan +5 yang menunjukkan warna lateks semakin gelap. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan semakin lama waktu penyimpanan dan semakin banyak CMC yang ditambahkan membuat warna lateks semakin gelap. Hal ini dapat terjadi karena  adanya reaksi oksidasi pada lateks yang kontak langsung dengan udara sehingga menyebabkan warna lateks menjadi agak gelap atau coklat. Selain itu dapat juga diakibatkan karena adanya reaksi maillard pada lateks sehingga warna lateks yang tadinya putih menjadi agak gelap. Walaupun kandungan komponen gula hanya sebesar 0,2 % dan protein 2-3 % pada lateks namun komponen tersebut dapat menyebabkan timbulnya reaksi maillard. Waktu penyimpanan yang semakin lama dapat membuat warna lateks semakin gelap karena semakin banyak partikel karet yang tidak stabil lagi sehingga terjadi penurunan kualitas komponen-komponen penyusun lateks termasuk juga komponen penyusun warna lateks.
            Pada pengamatan bau (aroma) dengan variasi penambahan CMC 1% 5 ml diperoleh hasil pada hari ke-4, 5, dan 6 secara berturut-turut adalah +2, +3, dan +4. Pada penambahan CMC 1% 6 ml diperoleh hasil berturut-turut +3, +4, dan +5. Pada penambahan CMC 1% 7 ml diperoleh hasil berturut-turut +1, +5, dan +6. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan semakin banyak CMC yang ditambahkan dan semakin lama waktu penyimpanan membuat bau (aroma) lateks yang tadinya berbau khas lateks menjadi menyengat setelah ditambahkan CMC 1% dan baunya semakin menyengat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Bau menyengat yang ditimbulkan dapat dikarenakan adanya pemisahan antara serum dengan fraksi lateks. Pada lateks yang terpisah fraksinya menjadi raksi putih, fraksi kuning, dan serum C dimana serum C tersebut mengandung zat terlarut berupa asam amino, karbohidrat, inositol dan asam organik misalnya asam nukleat pirofosfat dan askorbat yang apabila bereaksi dengn CMC atau komponen lain dapat menimbulkan bau (aroma) yang menyengat atau tidak enak.



BAB 6. PENUTUP

6.1    Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum pengolahan lateks ini adalah :
1.        Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet Havea  brasiliensis dengan partikel-partikel karet terdispersi air.
2.        Mekanisme koagulasi lateks dengan penambahan asam (asam asetat atau asam format) adalah ion H+ akan bereaksi dengan ion OH-  pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga terjadi koagulasi pada lateks.
3.        Mekanisme penambahan amoniak adalah Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.
4.        Mekanisme penambahan CMC pada sistem koloid lateks dapat membuat sistem koloid lateks tidak stabil sehingga lateks secara berangsur-angsur mengalami pendadihan sehingga masing-masing fraksinya akan berpisah.
5.        Asam asetat 1% lebih efektif untuk mengkoagulasikan lateks segar dibandingkan dengan asam format 1%.
6.        Semakin tinggi nilai KKK lateks kebun maka dibuuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk proses pengenceran lateks dengan konsentrasi yang diinginkan sama yakni 15%.
7.        Pada penambahan bahan pendadih didapatkan hasil semakin lama penyimpanan maka lateks semakin tinggi viskositasnya, warnanya semakin gelap, dan aromanya semakin menyengat. 


6.2    Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan secara bergantian agar praktikan benar – benar mengerti hasil dari proses pengolahan karet. Selain itu sebaiknya asisten menjelaskan bagaimana mutu karet yang baik agar tidak terjadi kesalahan dan kebingungan pada praktikan dalam membahas data.
 


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Petunjuk Praktikum Pengolahan Tembakau, Gula dan Lateks. Jember : FTP UNEJ
Anonim. 2011. Manfaat Karet. http://www.goodway-integrated.com/. [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Goutara, dkk. 1985. Teknologi Pengolahan Lateks. Jakarta : Erlangga.
Lukman. 1985. Penyadapan dan Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP.
Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998. Karet. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rizal Syarief dan Anies Irawati. 1988.  Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta : PT Mediyatama Sarana Perkasa.
Salibury. 2011. Tanaman Karet dan Proses Pengolahannya. http://repository.usu .ac.id/bitstream/123456789/30327/4/Chapter%20II.pdf [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Septa. 2008. Kualitas Karet Alam [serial on line]. http://septa-ayatullah.blogspot.com/. [diakses tanggal 15 Desember 2012].
Setyamidjaja, Djoehana. 1995. Karet Budidaya Dan Pengolahan. Cetakan kedua. Yogyakarta : Kanisius.
Suseno, Rs. Suwarti. 1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit yang diasap (Ribbed Smoked Sit). Bogor: Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Dalam Kumpulan Makalah : In House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan Karet Mentah. No : 1. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Williams, C. N., 1975. The Agronomy of the Major Tropical Crops. New York: Oxford University Press.


ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...