Monday, December 14, 2015

LAPORAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEMBAKAU



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tanaman tembakau dengan nama latin Nicotiana tabaccum L.  merupakan tanaman tropis asli Amerika dan merupakan komoditas penting dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Pengembangan tanaman tembakau ini yaitu dari subsektor perkebunan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung dan memperkuat struktur ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya nilai ekonomis dan keuntungan yang dapat dihasilkan dari tanaman tembakau tersebut.
Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan tembakau selalu terjadi perkembangan, dimana untuk mempertahankan kualitas maupun spesifikasi tembakau cerutu dituntut adanya penyesuaian-penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di pasar maupun di lingkungan di daerah sekitar tembakau. Pasar tembakau memiliki peningkatan peluang dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi rokok juga mengakibatkan peningkatan peluang pasar tembakau.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu tembakau antara lain adalah : varietas, iklim, tanah, cara budidaya, pemanenan yang meliputi pemangkasan dan pemetikan, posisi daun pada batang, cara-cara penanganan, dan pengolahan. Setiap faktor di atas mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan penilaian kualitas/mutu tembakau. Besar kecilnya pengaruh yang disebabkanoeh faktor tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada hasil akhir pengolahan.
Oleh sebab itu maka, melalui praktikum ini akan diketahui bagaimana mutu tembakau yang baik beradasarkan beberapa factor dan unsur penentu kualitas/mutu tembakau.

1.2  Tujuan
 1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mahasiswa mempelajari faktor dan unsur yang mempengaruhi mutu tembakau, dan dapat menyelesaikan semua acara praktikum dengan baik, maka diharapkan mahasiswa dapat memperoleh kemampuan untuk mengendalikan kondisi serta proses pengolahan tembakau di lapang atau dalam gudang pengering maupun sortasi, untuk memperoleh hasil olah sesuai dengan tujuan pengolahan.
 1.2.2 Tujuan Khusus
1.             Mahasiswa dapat melakukan sortasi daun tembakau basah/hijau dan kering/krosok dari jenis tembakau sigaret maupun cerutu (tembakau Besuki naoogst atau Besmo dan tembakau bawah naungan atau TBN) yang telah disediakan, berdasarkan ukuran panjangnya, kemudian menuliskan kelas ukurnya.
2.             Mahasiswa dapat mengukur lebar dan indeks daun tembakau.
3.             Mahasiswa dapat menggambarkan bentuk dari beberapa jenis daun tembakau.
4.             Mahasiswa dapat membuat bagan kelas panjang ukur daun tembakau di beberapa daerah.
5.             Mahasiswa dapat membuat irisan daun pembalut (wrapper, deblad) dan pembungkus (binder, omblad) cerutu dengan pola yang sudah ditetapkan dari beberapa macam ukuran.
6.             Mahasiswa dapat menghitung berat nisbi ibu tulang daun (midrib) terhadap berat krosok.
7.             Mahasiswa dapat mengukur sudut yang dibentuk antara ibu tulang daun dengan cabang tulang daun.
8.             Mahasiswa dapat menggambar penampang melintang daun tembakau di bawah mikroskop.
9.             Mahasiswa dapat menentukan mutu bakar daun tembakau, yang meliputi : daya pijar, cepat bakar, sempurna bakar.
10.         Mahasiswa dapat menganalisa kadar nikotin tembakau sigaret dan cerutu.
11.         Mahasiswa dapat mengukur alkalinitas abu krosok secara volumetri.
12.         Mahasiswa dapat menentukan mutu daun tembakau berdasarkan warnanya.
13.         Mahasiswa dapat mengukur kadar air tembakau.
14.         Mahasiswa dapat menentukan kandungan klorofil daun tembakau dengan klorofilmeter.
15.         Mahasiswa dapat mengurai / mengorak sigaret / rokok dan cerutu, serta dapat menentukan komposisi sigaret/rokok maupun cerutu
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Botani Tanaman Tembakau
Tembakau adalah tanaman musiman yang berarti tanaman hanya dapat panen satu kali dan akan ditebang habis pada saat panen. Tanaman tembakau dibudidayakan untuk diambil daunnya yang selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rokok. Spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis. Menurut Setiadji (2003), bagian terpentig dari tanaman tembakau yaitu daun, karena bagian inilah yang nantinya dipanen. Antara daun dan batang tembakau dihubungkan oleh tangkai daun yang pendek atau tidak bertangkai sama sekali. Setiap tanaman biasanya memiliki daun sekitar 24 helai. Bahkan pada kondisi baik jumlahnya bias meningkat lagi menjadi sekitar 28-32 helai. Ukuran daun cukup bervariasi menurut keadaan tempat tumbuh dan jenis tembakau yang ditanam. Sedangkan ketebalan dan kehalusan daun antara lain dipengaruhi oleh keadaan kering dan banyaknya curah hujan. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman tembakau :
Regnum     : Plantae
Divisio       : Magnoliophyta
Kelas         : Magnoliopsida
Ordo          : Solanales
Famili        : Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus         : Nicotiana L.
Spesies       : N. tabaccum, N. rustica
(Pamuji, 2010).
Gambar pembudidayaan tanaman tembakau :
Description: http://media.pamekasan.info/files/news-image/tembakau.jpg
Genus Nicotiana terdiri dari 60 spesies yang terbagi dalam 3 buah sub genus, yaitu :
1        Sub genus Tabacum, meliputi 6 spesies.
2        Sub genus Rustica, meliputi 9 spesies.
3        Sub genus Petuniodies, meliputi 45 spesies.
(Litbang, 2010).
Spesies tembakau yang mempunyai arti ekonomi yang tinggi adalah Nicotiana tabacum L dan Nicotiana rustica L. Spesies tembakau Nicotiana tabacum L. dan Nicotiana rustica L. mempunyai perbedaan yang jelas. Pada Nicotiana tabacum L. mahkota bunganya memiliki warna merah muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang, daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm. Sedangkan pada Nicotiana rustica L. mahkota bunga berwarna kuning, bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk untuk tembakau cerutu (Cahyono, 1998).
Perbedaan yang mencolok diantara kedua spesies tersebut yaitu kadar nikotinnya. Nicotiana rustica L. mengandung kadar nikotin tertinggi, yaitu sekitar 16% sedangkan Nicotiana tabacum L. kadar nikotinnya rendah, yaitu sekitar 0,6% (Matnawi, 1997).

2.2    Kandungan Kimia Tembakau
Tembakau sebagai bahan baku rokok memiliki kandungan senyawa-senyawa yang khusus sehingga dapat dijadikan bahn baku pada pembuatan rokok. Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun tembakau dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
a.       Golongan senyawa-senyawa yang statis
              Senyawa ini relatif stabil selama proses pengolahan tembakau. Senyawa ini meliputi : kation, anion, serat kasar selulosa dan lignin, pentosan, pectin, senyawa-senyawa yang larut dalam eter (minyak-minyak atsiri, dammar, paraffin, lilin), tannin (polifenol, asam fenolat) dan asam oksalat. Jumlah senyawa-senyawa tersebut pada daun tembakau bervariasi tergantung pada umur, posisi daun pada batang, pemupukan, iklim, dan tanah. Polifenol merupakan senyawa yang penting karena menentukan warna krosok. Dalam proses pengeringan, enzim polifenol oksidase mengkatalisis oksidasi berantai dari polifenol membentuk senyawa kompleks protein-polifenol bermolekul tinggi yang berwarna gelap sehingga mempengaruhi warna tembakau kering.
(Anonim,2012).

b.      Golongan senyawa-senyawa nitrogen
       Senyawa ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yakni : senyawa N yang larut dalam air dan senyawa N yang tidak larut dalam air.
·         Senyawa-senyawa N yang terlarut dalam air terdiri dari amonia, asam-asam amino, nitrat amida, dan alkaloid-alkaloid sejenis nikotin. Di antara alkalaoid-alkaloid yang ada dalam daun tembakau, yang terpenting adalah nikotin. Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun tembakau. Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Selama ini yang terjadi adalah tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa aromatisnya tinggi. Berikut ini adalah struktur kimia nikotin :

Faktor yang mempengaruhi kadar nikotin antara lain tipe tanah, ketinggian tempat, kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk dan jenis lahan. Tembakau yang ditanam pada tanah berat berkadar nikotin lebih rendah dibanding yang ditanam di tanah lempung. Kadar nikotin tembakau cenderung meningkat bila ditanam di daerah yang lebih tinggi. Semakin banyak populasi tanaman per hektar kadar nikotin semakin rendah, dan semakin tinggi dosis pemupukan nitrogen kadar nikotin semakin tinggi.
·         Senyawa-senyawa N yang tidak larut dalam air yaitu protein dan klorofil. Di dalam proses pengeringan klorofil harus dirombak secara enzimatis, agar zat warna kuning seperti karotin dan xanthofil muncul. Kandungan protein yang terlalu tinggi tidak dikehendaki, karena menyebabkan tembakau lebih peka terhadap tekanan sebab minyak tembakau yang dihasilkan lebih banyak.
(Nipanesia, 2010).

c.         Golongan senyawa-senyawa dinamis
Golongan senyawa ini paling banyak mengalami perubahan selama proses fermentasi pada pengolahan tembakau. Golongan senyawa ini terdiri dari karbohidrat, asam-asam organik yang larut dalam eter (asam sitrat dan asam malat).
Persenyawaan
Persen berat kering daun hijau
Tembakau cerutu
Tembakau sigaret
Selulosa dan lignin
9.5
10.0
Pektin
7.0
7.0
Tanin
2.0
2.0
Karbohidrat
23.0
23.0
Asam-asam organik
13.0
13.0
Protein
17.3
12.2
Alkaloid
3.0
1.3
Minyak atsiri, gum dan resin
7.0
7.0
Lain-lain
17.7
24.5
Tabel 1. Komposisi daun tembakau hijau
(Litbang, 2010).

2.3    Jenis-jenis Tanaman Tembakau
Jenis tembakau dapat dikelompokkan menurut musim tanam ada dua, yakni :
1.      Tembakau Na-Oogst (NO)
Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen pada musim penghujan. Tembakau Na-Oogst contohnya adalah tembakau cerutu dan tembakau pipa.
·           Tembakau Cerutu
Berdasarkan fungsinya pada pembuatan rokok cerutu, tembakau cerutu dibagi menjadi tiga tipe yaitu jenis pengisi, pembungkus dan jenis pembalut.
·           Tembakau Pipa
Tembakau pipa adalah jenis tembakau yang khusus digunakan untuk  pipa bukan untuk rokok cerutu ataupun rokok sigaret kretek.
(Padmo, 1991).
2.      Tembakau Voor-Oogst (VO)
Tembakau jenis Voor-Oogst biasanya dinamakan tembakau musim kemarau karena ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada musim kemarau. Tembakau Voor-Oogst contohnya adalah tembakau sigaret, tembakau asapan, dan tembakau rakyat.
·           Tembakau Sigaret
Digunakan untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret, baik sigaret putih maupun kretek. Yang termasuk tembakau sigaret adalah tembakau Virginia, Oriental (Turki), Burley, Rembang,Kasturi, Garut, Madura, Payakumbuh, dan Bugis.
a.       Tembakau Virginia
Daun tengah tembakau Virginia sangat baik digunakan untuk pembuatan rokok sigaret putih.
b.      Tembakau Oriental
Tembakau oriental memiliki keunggulan yaitu aroma yang harum dan khas sehingga disebut sebagai aromatic tobacco. Tembakau oriental digunakan pabrik rokok sebagai campuran yang dapat meningkatkan mutu rokok sigaret.
c.       Tembakau Burley
Krosok tembakau Burley tipis, berwarna coklat kemerah–merahan, halus dan lunak, serta beraroma sedap.
(Padmo, 1991).

·                Tembakau Asapan
Tembakau asepan adalah jenis tembakau yang daunnya diolah dengan cara pengasapan. Jenis tembakau asepan biasanya memiliki daun yang tebal, berat, kuat, berminyak dan warnanya hiju tua gelap.


·                Tembakau Rakyat
Tembakau jenis ini diusahakan oleh rakyat. Pembudidayaan dari pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan hasil sampai siap dijual ke pasaran dilakukan oleh petani sendiri. tembakau rakyat biasanya untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret kretek (Cahyono, 1998).

Berdasarkan bentuk fisiknya yang dipasarkan di Indonesia tembakau ada dalam dua bentuk, yaitu:
·         Rajangan (slicing type)
Tembakau rajangan sangat unik, dimana hanya terdapat di Indonesia saja. Tembakau dipasarkan dalam bentuk rajangan, dimana sebelum dipasarkan, terlebih dahulu dirajang sedemikian rupa, untuk selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan bantuan sinar matahari (sun cured).
Berdasarkan tipe ukuran rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut (meliputi rajangan kasar dan sedang) dan fine cut (rajangan halus). Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau rajangan dibagi menjadi dua, rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan kuning, sebab hasil fermentasi nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan rajangan hitam dikarenakan hasil fermentasi cenderung berwarna gelap.
·         Krosok (leaf type)
Krosok merupakan jenis yang paling banyak terdapat di dunia. Tembakau krosok dipasarkan dalam bentuk lembaran daun utuh, setelah melalui proses pengeringan. Harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan, sebab melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan hingga sortasi.

Berdasarkan metode pengeringannya, tembakau dibedakan menjadi:
·         Air cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan menggunakan aliran udara bebas (angin). Metode pengeringan ini memerlukan bangunan khusus (curing shed). Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.
·         Flue cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue). Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia FC. Prinsip pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.
·         Sun cured, adalah proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung (penjemuran). Proses penjemuran untuk tembakau rajangan berlangsung selama 2-3 hari, sedang krosok selama 7-10 hari. Metode ini juga dipakai untuk pengeringan tembakau Oriental, yang menghasilkan kadar gula dan nikotin yang rendah.
·         Fire cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan cara mengalirkan asap dan panas dari bawah susunan daun tembakau. Berbeda dengan flue cured, dimana bara api tidak dibiarkan membara, melainkan dijaga agar tetap mengeluarkan asap. Bahan baku yang umum digunakan agar menghasilkan asap yang cukup antara lain kayu akasia yang dicampur dengan ampas dan bongkol tebu, sehingga diharapkan menghasilkan aroma yang harum dan manis. Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin
(Pamuji, 2010).

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Masing-masing Tembakau yang Ditanam di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar di dunia. Tembakau yang dihasilkan di Indonesia memiliki karakteristik yang spesifik sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan pembuat cerutu yang meliputi bahan pembungkus, pembalut maupun filler atau isi pada cerutu. Kelebihan tembakau yang ditanam di Indonesia adalah dari sisi iklim tropis yang terdapat di Indonesia. Dengan lama penyinaran yang sesuai dapat diperoleh mutu tembakau yang tinggi. Selain itu pada unsur hara yang terdapat pada tanah yang ada di Indonesia yang kaya akan mineral-mineral yang berguna dalam pertumbuhan dan produksi nikotin dalam tembakau.
Kekurangan dari tembakau yang ditanam di Indonesia adalah kandungan pestisida yang cukup tinggi pada daun tembakau. Perusahaan cenderung menginginkan daun tembakau tanpa kandungan pestisida karena sangat berbahaya bagi konsumen. Kurangnya pengetahuan para petani tembakau menyebabkan rendahnya mutu tembakau rakyat yang dihasilkan di Indonesia.
 
2.5    Mutu Tembakau
Mutu tembakau merupakan suatu ukuran yang menyatakan tingkatan kebaikan tembakau. Mutu tembakau sangat ditentukan oleh faktor-faktor berikut : varietas, iklim, tanah, cara budidaya, pemanenan, posisi daun pada batang, pengangkutan, pengolahan, dan pengemasan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi mutu tembakau baik secara langsung maupun tidak lansung. Selain itu mutu tembakau juga dipengaruhi oleh unsur-unsur yang terdapat pada tembakau, yakni :
1.      Ukuran, Bentuk, dan Letak Daun
Merupakan unsur mutu yang penting karena menentukan rendemen yaitu banyaknya daun yang akan dibuat dari tiap helai daun. Selain itu juga merupakan pertimbangan untuk komponen rokok cerutu. Di Indonesia, daun berdasarkan letaknya mulai dari bawah ke atas terdiri dari : daun koseran (1-5 helai), daun kaki (6-13 helai), daun tengah (14-22 helai), daun pucuk (sekitar sehelai tatau lebih). Bentuk daun koseran umumnya tipis dan bulat, daun kaki agak tebal dan bulat, daun tengah tebal dan agak bulat panjang sedangkan daun pucuk paling tebal dan agak memanjang.
Berbagai jenis tembakau mempunyai bentuk dan ukuran sangat beragam dan dipengaruhi oleh banyak hal seperti: letak geografis, unsur hara, iklim dan varietas tembakau.
2.      Tulang dan lamina
Tulang daun secara keseluruhan merupakan rangka daun yang mengokohkan tegak daun dan berfungsi sebagai pembuluh angkut bahan atau produk metabolisme. Rangka daun yang terletak tepat di bagian tengah daun disebut ibu tulang daun atau midrib. Daun berlamina tipis dengan tulang daun relatif kecil atau halus dikehendaki untuk pembalut atau pembungkus. Daun yang tipis, percabangan tulang merat, halus, dengan bagian lamina lebar mempunyai nilai tinggi di pabrik cerutu.
3.      Tenunan daun
Sifat tenunan daun pada beberapa jenis tembakau mempunyai arti penting dalam penilaian mutu. Tenunan halus dikehendaki untuk tembakau cerutu pembalut maupun pembungkus, karena diharapkan menghasilkan aroma yang baik, dan rasa ringan. Pada tembakau pengisi, tenunan daun tidak banyak berpengaruh.
4.      Tebal daun
Tebal daun sangat bervariasi, tergantung virietas tembakau, keadaan sekeliling tempat tumbuh, teknik budidaya, dan letak daun pada batang. Untuk bahan pembalut cerutu dikehendaki daun yang tipis.
5.      Kepadatan jaringan
Kepadatan jaringan adalah suatu keadaan struktur dan tekstur daun. Keadaan kering menyebebkan terbentuknya sel-sel yang kecil dan tersusun secara  mampat, dengan ruang sel yang kecil. Dikatakan mempunyai tekstur yang mampat. Tekstur yang mampat kurang dikehendaki, karena sifat bakarnya cenderung kurang baik.
6.      Berat per satuan luas
Berat persatuan luas dapat digunakan sebagai pengukur hasil produksi. Berat per satuan luas ini berpengaruh pada hasil rendemen yaitu perbandingan antara berat tembaku kering setelah mengalami pengeringan dengan tembakau basahnya. Berkurangnya rendemen akan menyebabkan penurunan mutu.
7.      Keelastisan atau kelentingan
Keelastisan atau kelentingan adalah kemempuan tembakau yang dalam keadaan cukup lembab dapat direntangkan sampai batas tertentu tanpa menjadi robek. Keelastisan juga menunjukkan ketahanan terhadap pemempatan pada waktu perajangan sehingga mampu mengembang kembali. Sifat ini penting untuk tembakau sebagai pengisi cerutu atau sebagai tembakau rajangan. Faktor yang berpengaruh terhadap keelstisan adalah varietas, keadaan lingkungan, teknik budidaya,  letak daun pada batang, kemasakan, dan kadar air krosok.
8.      Bodi
Bodi adalah kelunakan atau kelembutan daun tembakau yang disebabkan oleh bagian semi cair, tanpa dipengaruhi ketebalan dan tekstur. Bila daun dalam keadaan kering, bodi ringan.daun berbodi berat mempunyai sifat tdkkering, akan berkembang sebagai bercak minyak bila mendapat tekanan. Faktor yang berpengaruh terhadap bodi antara lain kondisi tanah, iklim, teknik budidaya, serta letak daun pada batang.
9.      Getah atau gum
Getah atau gum adalah sekresi cairan kental yang dkeluarkan oleh glandula pada bagian ujung rambut daun tembakau. Pada daun segar, rambut-rambut daun  tembakau akan terasa halus bila teraba dengan tangan dan melekat bila tergosok kulit atau pakaian.
10.  Mutu bakar (Burning Qualities)
Beberapa sifat yang tercaku dalam hal ini adalah daya pijar atau daya membara, kerataan membara, kecepatan membara, sempurnanya pembakaran, dan keteguhan abu.
    1. Daya membara, adalah sifat membara secara  terus menerus tanpa menimbulkan nyala api.
    2. Kecepatan membara, dinyatakan dalam detik pada tembakau yang terbakar per satuan jarak tertentu.
    3. Sempurnanya pembakaran adalah habis atau berabunya bagian tembakau yang terbakar sehingga tinggal sisa pembakaran berupa abu.
    4. Keteguhan abu, ditunjukkan dengan panjang abu yang masih dapat melekat pada rokok atau cerutu selama pembakaran.

11.  Kuat fisiologis
Kuat fisiologis merupakan kriteria penilaian tembakau sehubungan dengan kandungan penyusun yang akan mempengaruhi fisiologis pemakai, yaitu golongan alkaloida, yang bersifat sebagai perangsang/stimulus pemakainya. Beberapa macam alkaloida dalam daun tembakau antara lain: nikotin, nikotirin, anabasin, dan miosmin.
Hubungan antara kuat fisiologis dengan kadar nikotin
Kuat Fisiologis
Nikotin %
Sangat berat
2.5 – 3.5
Berat
1.8 – 2.5
Sedang
1.3 – 1.8
Ringan
1.1 – 1.3
Sangat ringan
0.8 – 1.1
Lemah
0.6 – 0.8

12.  Warna
Warna merupakan sifat dasar yang dimiliki setiap jenis tembakau. Warna krosok tembakau Virginia umumnya kuning limau sampai kuning emas. Jenis cerutu umumnya berwarna lebih gelap, dari coklat muda sampai coklat tua. Penilaian warna ditantukan pengamatan visual.
13.  Aroma
Dengan fermentasi yang berhasil, krosok akan mempunyai aroma yang baik. Aroma yang paling penting adalah yang timbul jika tembakau dibakar. Aroma ini merupakan hasil destilasi kering dari bahan-bahan gum (gummy material). Kandungan protein tinggi menimbulkan bau tidak enak, tetapi dalam jumlah sedikit mempunyai pengaruh positis terhadap aroma tembakau.
14.  Rasa
Krosok yang belum mangalami fermentasi mempunyai rasa kasar, mentah dan pahit. Fermentasi akan menghilangkan rasa tersebut. Sejumlah tertentu alkaloid diperlukan untuk memperoleh kenikmatan dalam mengisap rokok. Namun kadar alkaloid yang terlalu tinggi menyebabkan rasa mengganggu.
15.  Sifat higroskopis
Sifat higroskopis tergantung pada jenis dan tingkat mutu tembakau. Tembakau yang terlalu higroskopis peka terhadap minyak. Sifat higroskopis mempunyai hubungan dengan kadar nitrat di dalam tangkai daun.
(Anonim, 2012).

2.6    Pengolahan Tembakau
Pada dasarnya cara pengolahan setiap jenis temabakau tidak sama, tergantung sifat-sifat alami yang dimiliki tiap jenis tembakau dan mutu atau kualitas tertentu yang diinginkan oleh konsumen. Tahapan panen dan kegiatan pasca panen tanaman tembakau secara umum antara lain yaitu :
1.      Pemetikan
Ada dua cara pemetikan daun tembakau yaitu dengan cara pungut batang dan pungut daun (priming). Kedua cara ini disesuaikan dengan jenis tembakau dan tujuan penanamannya. Pemetikan pungut batang dilakukan untuk jenis tembakau yang pemasakan daunnya serentak (seluruh bagian tanaman). Cara panen pungut daun (priming) dilakukan dengan memetik daun tembakau satu persatu secara bertahap. Cara ini biasa diterapkan untuk jenis tembakau cerutu dan sigaret, sekitar dua minggu sebelum pemetikan, sebaiknya dilakukan pembuangan daun-daun kepel dan kaki yang kekuning-kuningan dan kotor .
Tingkat kematangan daun tembakau ditandai oleh warna daun yang berbeda-beda, ada 3 macam tingkat kematangan daun tembakau :
·          daun muda (immature leaves), warnanya masih hijau,
·          daun masak (mature leaves), warnanya hijau kekuning-kuningan,
·          daun tua (over mature leaves), warnanya kuning tua hampir cokelat.
Untuk menghasilkan kualitas tembakau yang baik, sebaiknya pemetikan dilakukan pada tingkat kematangan daun masak (mature leaves). Untuk mendapatkan aroma yang kuat pada tembakau maka pemetikan dilakukan secara tepat, karena keseimbangan antara karbohidrat, protein klorofil serta karotin dan xantofil menguntungkan bagi kualitas mutu tembakau. Daun yang dipetik terlalu muda krosok akan berwarna pucat kehijauan, kurang elastis, serta mudah berjamur. Sedangkan jika terlalu tua krosok yang dihasilkan kurang elastis, serta permukaan berombak.

2.      Pengeringan
Pengeringan tembakau cerutu berlangsung secara alami, biasa disebut dengan pengeringan udara (air curing) dan membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 3 minggu tergantung pada keadaan daun dan cuaca. Hal ini dilakukan agar reaksi biokimiawi dalam daun tembakau berjalan lambat. Beberapa proses biokimiawi yang terjadi antara lain :
a.         Perombakan klorofil
b.         Pembentukan warna cokelat
c.         Perubahan-perubahan biokimiawi senyawa N
d.        Perubahan kimiawi senyawa-senyawa dinamis

3.      Lolos daun dan fermentasi
Lolos daun merupakan tahapan penurunan daun tembakau kering dari plantangan. Sedangkan proses fermentasi merupakan tahapan proses yang dilakukan untuk menyempurnakan sifat mutu tembakau. Fermentasi dilakukan dengan menumpuk daun dalam gudang secara teratur dan rapi.
Fermentasi adalah pemecahan senyawa organik menjadi senyawa bermolekul kecil serta dihasilkan O2 (oksigen) dan zat-zat lainnya yang dibentuk oleh adanya aktivitas mikroba dan enzim. Persyaratan yang harus terpenuhi agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik adalah sebagai berikut :
1.      Tersedianya bahan dasar (substrat) yang akan dirubah. Substrat ini terdiri dari senyawa-senyawa yang mempunyai molekul yang besar, contohnya protein dan polisakarida.
2.      Terdapatnya enzim yang masih aktif.
3.      Suhu yang cukup tinggi (+ 50-600C) agar reaksi enzimatis dapat berjalan secara optimum.
4.      Kadar air di dalam tembakau yang cukup (+ 20-25%)
5.      Tersedianya oksigen dari udara dalam jumlah yang cukup.
6.      Waktu fermentasi yang cukup, mengingat bahwa reaksi enzimatis merupakan proses biokimiawi yang relatif lambat.

4.      Sortasi dan Pengebalan
Setelah selesai mengalami fermentasi, tembakau masih merupakan campuran dari daun-daun yang beraneka ragam kualitas. Sortasi dilakukan terarah pada kebutuhan pasar, sistematis, sederhana dan kontinyu dalam waktu tertentu, akan memudahkan pembeli pada saat mengadakan penilaian. Beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan dalam sortasi tembakau cerutu antara lain adalah letak daun pada batang, kegunaan, dan terdapatnya partai-partai yang kualitasnya menyimpang ke arah negatif.
Tembakau yang telah selesai mengalami proses pengolahan, perlu dikemas dalam bentuk bal dengan berat dan ukuran tertentu. Pelaksanaan pengebalan yaitu dengan menggunakan alat pengepres agar bungkusan menjadi mampat. Tembakau yang dibungkus susunannya harus rapi, lurus dan tidak miring. Untuk tembakau bahan pembalut atau pembungkus, kepala untingannya dilapisi kertas untuk menghindari kerusakan (Matnawi, 1997).

5.        Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan di gudang dengan fumigasi untuk mencegah serangan serangga dengan menggunakan insektisida Phostoxin dengan dosis 0,75 tablet/m3 setiap 40 hari sekali atau dapat pula digunakan Aluminium Phospat.

2.7    Alkalinitas pada Pengolahan Tembakau
Alkalinitas adalah perubahan pH pada daun tembakau selama proses fermentasi yang semakin alkalis dikarenakan oleh terbentuknya amoniak yang merupakan hasil dari perombakan protein. Sehingga dihasilkan daun tembakau yang memiliki aroma yang kuat khas dari tembakau. Dengan semakin tingginya nilai alkalinitas maka dapat dikatakan bahwa tembakau bermutu baik karena aroma dari tembakau tersebut semakin baik.

 

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
·         Mortar
·         Neraca analitis
·         Kawat
·         Stopwatch
·         Erlenmeyer
·         Penangas
·         Gelas ukur
·         Corong dan kertas saring
·         Korek api
·         Buret
·         Koran
·         Kardus
·         Botol timbang
·         Oven
·         Eksikator
·         Papan pengukur daun tembakau
·         Ball pipet
·         Pipet ukur
·         Pipet tetes
·         Beaker glass
·         Spatula
·         Labu ukur
·         Penggaris
 

3.1.2 Bahan
·         Daun tembakau Kak Deck
·         Tembakau krosok
·         Aquadest
·         Petroleum eter
·         Indikator metil orange
·         Indikator metil merah
·         Indikator PP
·         Tissue
·         NaOH 20%
·         HCl 0,01 N
·         H2SO4 0,1 N
·         Rokok merk Argopuro
·         Rokok merk Djarum Mild
·         Rokok merk Dji Sam Soe
·         Rokok merk Cardinal
·         Rokok merk Sampoerna
·         Rokok merk Djarum 76
 
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Berat Nisbi







 

3.2.2 Mutu Bakar
 


3.2.3 Alkalinitas
 

3.2.4 Komposisi Berat
 

3.2.5 Kadar Nikotin
 

3.2.6 Sifat Higroskopis






BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil pengamatan
4.1.1 Berat Nisbi
Jenis daun
P (cm)
L (cm)
Mutu
A (g)
B (g)
koseran
40
20
2
1,79
0,83
kaki
40
18
2
2,20
0,84
Keterangan : A=Barat daun; B=Barat tulang daun

4.1.2 Mutu Bakar
Jenis tembakau kak deck (koseran)
Kelompok
Jenis daun
Waktu pijar (detik)
Hasil
1
Kaki
3,85
Tidak merata
2
Tengah
5,75
merata
3
Pucuk
6,60
merata

Jenis tembakau kos deck (daun kaki)
Kelompok
Jenis daun
Waktu pijar (detik)
Hasil
1
Kaki
2,95
Tidak merata
2
Tengah
3,59
Tidak merata
3
Pucuk
5,20
Tidak merata

4.1.3 Alkalinitas Daun Tembakau
Kelompok
mL H2SO4
N H2SO4
mL sampel
1
0,5
0,1 N
20
2
0,5
0,1 N
20
3
0,5
0,1 N
20

 4.1.4 Sifat Higroskopis
Kel
Jenis
A (g)
B (g)
C (g)
Rata-rata (g)
1
Simpan terbuka
9,25
10,25
9,63
9,64
9,67
9,65
2
3
Simpan kertas koran
8,12
9,12
8,56
8,55
8,57
8,56
4
5
Simpan kardus
7,95
8,95
8,37
8,38
8,37
8,37
6

4.1.5 Komposisi Barat Daun
No.
Jenis
Komposisi berat
Berat A gram
Dekblad
Omblad
Filler
1
Dji Sam Soe
0,11
-
1,69
1,72
2
Djarum 76
0,12
-
2,17
2,29
3
Mild
0,08
-
0,81
1,02
4
Sampoerna
0,04
-
0,70
0,97
5
Argopuro (cerutu)
0,25
0,43
4,46
5,16
6
Cardinal (cerutu)
0,25
0,44
5,28
5,70

4.1.6 Kadar nikotin
No.
Jenis
Berat awal
mL titrasi
1
Cardinal
1,0002
4
2
Argopuro
1,0004
3,1
3
Dji Sam Soe
1,0029
3,8
4
76
1,0002
6,12
5
Sampoerna
1,0004
4,9
6
Mild
1,0040
11,5
Keterangan : N HCL= N

4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Berat Nisbi
Jenis daun
Berat nisbi (%)
Koseran
46,37
Kaki
38,18

4.2.2 Alkalinitas
Kelompok
Alkalinitas (mg/L)
1
2500
2
2500
3
2500

4.2.3 Sifat Higroskopis
Perlakuan
KA (%)
Simpan terbuka
60
Simpan kertas koran
56
Simpan kardus
58

4.2.4 Komposisi Berat Daun
No.
Jenis
Komposisi berat daun (%)
Dekblad
Omblad
Filler
1
Dji Sam Soe
6,40
-
98,26
2
Djarum 76
5,23
-
94,76
3
Mild
7,84
-
79,41
4
Sampoerna
4,12
-
72,17
5
Argopuro (cerutu)
4,85
8,33
86,43
6
Cardinal (cerutu)
4,39
7,72
92,63


4.2.5 Kadar nikotin
Jenis
Kadar nikotin (%)
Cardinal
0,65
Argopuro
0,50
Dji Sam Soe
0,62
76
0,99
Sampoerna
0,80
Jarum Super
1,86





BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja
Pada praktikum pengolahan tembakau dilakukan anam sub bab acarayang meliputi : berat nisbi, mutu bakar, alkalinitas, komposisi berat, kadar nikotin dan sifat higroskopis.
5.1.1 Berat Nisbi
Pada sub bab pertama dilakukan pengukuran berat nisbi dengan menggunakan 2 jenis daun tembakau yaitu daun koseran dan daun kaki. Digunakan 2 jenis daun tembakau karena ingin diperoleh perbandingan berat nisbi pada kedua jenis daun tembakau. Cara pengukuranya adalan dengan mengukur panjang dan lebar daun yang diamati dengan penggaris atau mistar. Pengukuran tersebut dilakukan agar mutu daun tembakau dapat ditentukan. Setelah itu dilakukan penentuan mutu daun tembakau dengan pengukur mutu. Lalu masing-masing daun ditimbang untuk mengetahui berat daun keseluruhan dan dinyatakan dalam (A gram) lalu daun dirobek hingga lamina daun terpisahkan dan ditimbang kembali untuk mengetahui beratnya dan dinyatakan dalam (B gram). Setelah itu hitung berat nisbi masing-masing daun dengan rumus :
 Berat nisbi = B/A x100%

5.1.2 Mutu Bakar
Pada sub bab ke dua ini dilakukan percobaan mutu bakar daun tembakau. Pertama dilakukan dengan memanaskan kawat hingga memerah. Hal ini berfungsi untuk memberikan bara pada daun tembakau setelah itu tusukkan kawat pada lamina daun hingga merah. Hitung lama waktu bara dengan menggunakan stopwatch kemudian diamati bentuknya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lama waktu baranya. Setelah itu dibandingkan tiap jenis daun tembakau yang diukur waktu baranya. Pada percobaan mutu bakar digunakan daun kos deck dan kak deck. Fungsinya adalah ntuk mengetahui mutu bakar dari kedua jenis daun tersebut.

5.1.3 Alkalinitas
Pada sub bab yang ke tiga dilakukan percobaan alkalinitas. Percobaan ini dilakukan dengan cara : 1 gr krosok halus dihaluskan agar luas permukaannya semakin besar. Kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambahkan sebanyak 20 ml aquadest yang berfungsi untuk  mengekstrak unsur alkali sebab alkali mudah larut dalam air. kemudian dilakukan penyaringan pada larutan dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan residu dengan filtratnya. Setelah itu diambil 1 ml filtrat dari hasil penyaringan lalu ditera hingga volumenya 100 ml. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konsentrasi dari larutan. Lalu diambil 20 ml filtrat sebagai C dan dimasukkan erlenmeyer. indikator PP ditambahkan kurang lebih sebanyak 10 tetes sebagai indikator yang akan menunjukkan atau mengetahui adanya OH dan CO32- , jika warnanya merah maka dilakukan penambahan indikator metil orange kurang lebih sebanyak 2-3 tetes lalu dilakukan titrasi dengan H2SO4 sampai warnanya berubah menjadi merah muda. Namun jika warna yang dihasilkan merah lembayung setelah penambahan indikator PP maka dilakukan titrasi dengan menggunakan H2SO4 0,1 N hingga warna merah berkurang. Catat ml titrasi atau volume H2SO4 dan dinyatakan sebagai A ml. Kemudian dilakukan perhitungan alkalinitas dengan rumus :
Alkalinitas = A/C x 1000 x FP

5.1.4 Sifat Higroskopis
Pada sub bab yang ke empat ini dilakukan percobaan sifat higroskopis. Pertama daun tembakau disimpan dengan tiga perlakuan yang berbeda, yakni : dengan perlakuan dibiarkan terbuka, dibungkus dengan koran, dan dibungkus dengan kardus. Fungsinya adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan terhadap sifat higroskopis daun tembakau yang disimpan. Lalu disimpan selama 48 jam. Setelah penyimpanan selama 48 jam kemudian dilakukan analisa kadar air dengan menimbang botol kosong dan dinyatakan sebagai A gram. Lalu 1 gram krosok halus dimasukkan dalam botol kosong dan ditimbang sebagai B gram. Kemudian botol tersebut dioven selama 24 jam dengan suhu 100o C. Fungsinya adalah untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada bahan yakni daun tembakau. Selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator selama 15 menit untuk menstabilkan RH dari bahan terhadap pengaruh lingkungan yang banyak terdapat molekul air dalam udara. Setelah itu botol ditimbang dan dinyatakan sebagai C gram. Dilakukan sebanyak tiga kali ulangan agar didapatkan nilai yang akurat.

5.1.5 Komposisi Berat Daun
Pada sub bab yang ke lima ini dilakukan percobaan komposisi berat. Percobaan ini dilakukan dengan cara menimbang rokok secara keseluruhan dan dinyatakan sebagai A gram. Fungsinya adalah untuk mengetahui berat total dari satu batang rokok. Pada percobaan ini digunakan berbagai macam merek rokok meliputi : Dji Sam Soe, Djarum 76, Mild, Sampoerna, Argopuro, dan Cardinal. Lalu rokok tersebut dibuka lapisannya dan dipisahkan menurut bagian-bagiannya yang meliputi dekblad, omblad, dan filler. Berfungsi untuk mengetahui berat masing-masing lapisan. Lalu ditimbang dan catat untuk masing-masing bagian rokok dan dinyatakan sebagai (B gram). Berat masing-masing bagian rokok dapat digunakan untuk menghitung komposisi berat (%) tiap jenis merek rokok yang diuji. Komposisi Berat dihitung menggunakan rumus :
                                            Komposisi = B/A x 100%

5.1.6 Kadar Nikotin
Pada sub bab yang ke enam ini dilakukan percobaan kadar nikotin. Hal pertama yang dilakukan adalah menimbang 1 gram bahan rokok halus lalu ditambahkan 1 ml NaOH 20% dalam erlenmeyer 100 ml. Fungsinya adalah untuk menstabilkan pH sehingga proses ekstraksi dapat berjalan secara optimal. Kemudian dilakukan pengadukan hingga merata. Fungsinya adalah untuk menghomogenkan campuran tersebut. Lalu ditambahkan petroleum eter sebanyak 20 ml. Pemberian petroleum eter berfungsi  untuk melarutkan nikotin yang terdapat pada sampel. Kemudian didiamkan selama 2 jam hingga bagian atas menjadi jernih atau terjadi pengendapan tujuannya adalah untuk memberikan waktu pada  proses ekstraksi sehingga lebih optimal. Setelah itu sampel disaring untuk memisahkan padatan dan cairan kemudian diambil sebanyak 10 ml larutan hasil penyaringan tersebut. Setelah itu, larutan diuapkan hingga sebanyak 2 ml larutan menguap dan dilakukan selama 2 menit agar dapat menghilangkan sisa petroleum eter yang masih tertinggal pada larutan. Lalu dilakukan penambahan sebanyak 20 ml aquades untuk menurunkan konsetrasi dari filtrat hasil penyaringan. Kemudian ditambahkan sebanyak 5 tetes metil merah. Fungsinya adalah sebagai indikator pada titrasi. Setelah itu dilakkan titrasi dengan menggunakan 0,01 N HCl hingga berwarna merah muda. Penggunaan HCL dalam titrasi adalah agar suasana menjadi netral karena sebelumnya telah titambahkan NaOH yang mempunyai sifat basa. Titrasi dihentikan bila warna berubah menjadi merah muda . kemudian dilakukan pencatatan volume HCl yang dibutuhkan dalam titrasi. Rumus kadar nikotin adalah : 
                                  Kadar nikotin = ((ml HCl x 1,6223 mg)/(gr bahan 1000 mg/g))x 100%


5.2 Analisis Data
5.2.1 Berat Nisbi
Hasil perhitungan yang didapatkan menunjukkan pada daun koseran dengan panjang 40cm dan lebar 20cm dan daun daun kaki dengan panjang 40cm dan lebar 18cm. Kedua daun tersebut memiliki mutu 2. Setelah dilakukan perhitungan didapat niali berat nisbi daun tembakau koseran dan kaki berturut-turut yaitu 46,37% dan 38,18%. Berat nisbi tersebut menyatakan berat tulang daun tembakau tersebut dimana pada daun koseran lebih besar presentasenya. Berat nisbi merupakan presentase dari perbandingan antara berat tulang daun tembakau dengan berat daun secara keseluruhan. Berat nisbi sangat berpengaruh terhadap mutu daun tembakau. Dengan semakin besar nilai berat nisbi maka semakin rendah mutu atau kualitas daun tembakau, begitu pula sebaliknya dengan semakin kecil berat nisbi maka semakin baik mutu daun tembakau. Sehingga pengukuran berat nisbi dapat digunakan sebagai parameter penentu mutu daun tembakau. Hal ini menunjukkan bahwa daun koseran memiliki mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan daun kaki. Hal ini merupakan penyimpangan karena seharusnya yang memiliki mutu lebih baik adalah dauk koseran.

5.2.2 Mutu Bakar
Hasil yang didapatkan yakni pada daun kaki yang memiliki waktu pijar terlama adalah bagian pucuk dengan 6,60 detik dengan pemijaran yang hasilnya merata sehingga dapat dikatakan daun pkoseran bagian pucuk tersebut bermutu baik. Kemudian pada bagian tengah dengan waktu pijar 5,75 detik dengan hasil pijar yang merata  sehingga dapat dikatakan bagian tengah memiliki mutu bakar cukup baik. Sedangkan pada bagian kaki yang memiliki waktu pijar paling buruk karena waktunya paling singkat yakni 3,85 detik dan hasil pijarnya tidak merata.
Sedangkan pada daun koseran yang memiliki waktu pijar terlama adalah bagian pucuk dengan 5,20 detik dengan pemijaran yang hasilnya tidak merata sehingga dapat dikatakan daun pkoseran bagian pucuk tersebut bermutu cukup baik. Kemudian pada bagian tengah dengan waktu pijar 3,59 detik dengan hasil pijar yang tidak merata sehingga dapat dikatakan bagian tengah memiliki mutu bakar buruk. Sedangkan pada bagian kaki yang memiliki waktu pijar paling buruk karena waktunya paling singkat yakni 2,95 detik dan hasil pijarnya tidak merata.
Hal ini sudah sesuai dengan mutu tembakau menurut mutu bakarnya. Dimana mutu bakar sendiri menyatakan daya pijar atau daya membara, kerataan membara, kecepatan membara, sempurnanya pembakaran dan keteguhan abu dari tembakau yang digunakan sebagai bahan baku pada pembatan rokok.

5.2.3 Alkalinitas
Hasil yang diperoleh pada semua ulangan yaitu ulangan1, 2, dan 3 menyatakan nilai alkalinitas sebesar 2500 mg/L. Hasil tersebut menyatakan nilai alkalinitas yang konstan pada semua ulangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan yang dilakukan tingkat keakuratan dan presisinya tinggi. Alkalinitas sendiri merupakan perubahan pH pada daun tembakau selama proses fermentasi yang semakin alkalis dikarenakan oleh terbentuknya amoniak yang merupakan hasil dari perombakan protein. Sehingga dihasilkan daun tembakau yang memiliki aroma yang kuat khas dari tembakau. Dengan semakin tingginya nilai alkalinitas maka dapat dikatakan bahwa tembakau bermutu baik karena aroma dari tembakau tersebut semakin baik.

5.2.4 Sifat Higroskopis
Hasil yang diperoleh adalah pada nilai higroskopis daun tembakau yang diletakkan pada tempat terbuka kadar airnya sebesar 60%, daun tembakau yang diletakkan dalam kertas koran memiliki kadar air sebesar 56%, dan pada daun tembakau yang diletakkan pada kardus memiliki kadar air sebesar 58%. Terjadi penyimpangan pada kadar air tembakau yang disimpan dalam koran. seharusnya kadar air tembakau yang disimpan dalam koran lebih besar daripada kadar air daun tembakau yang disimpan kardus. Seharusnya urutan kadar airnya dari yang terbesar hingga terkecil adalah kadar air terbuka > kadar air dalam koran > kadar air dalam kardus. Kardus memiliki lapisan yang lebih tebal jika dibandingkan dengan koran sehingga kemampuannya untuk melindungi daun tembakau dari penyerapan uap air yang ada di udara sekitar lebih besar dibandingkan dengan yang hanya dibiarkan terbuka. Penyimpangan tersebut dapat dikarenakan saat praktikum suhu oven yang digunakan seharusnya adalah 100 namun suhu yang digunakan tidak sampai 100. Sifat higroskopis sangat bergantung pada jenis tembakau dan juga tingkat mutu tembakau. Daun tembakau yang nilai higroskopisnya tinggi lebih peka terhadap penyerapan uap air dari udara. Kadar air yang baik diperkirakan berkisar 10-12%. Jauhnya nilai kadar air yang baik dengan nilai kadar air hasil uji dapat disebabkan karena penyimpanan tembakau sudah sangat lama (10 tahun) sehingga sangat berpengaruh sekali pada mutu tembakau.

5.2.5 Komposisi Berat Daun
Pada hasil perhitungan yang diperoleh, pada rokok sigaret dan kretek tidak memiliki omblad sedangkan cerutu memiliki omblad. Rokok merk Dji Sam Soe nilai deblad 6,40% dan filler tertinggi yakni 98,26%. Hal ini merupakan penyimpangan karena total berat keseluruhannya lebih dari 100%. Sedangkan pada rokok merk 76 tidak terjadi penyimpangan karena memiliki nilai deblad 5,24% dan filler 94,76%. Pada merk rokok Mild dan sampoerna terjadi penyimpangan karena jumlah keseluruhannya kurang dari 100%. Hal ini dapat diakibatkan karena tidak dihitungnya beral filter pada rokok tersebut. Dari merk rokok cerutu cardinal terjadi penyimpangan persentase keseluruhannya lebih dari 100% sedangkan pada mrek argopuro kurang dari 100%. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan saat melakukan penimbangan sehingga dapat mempengaruhi persentase berat keseluruhan.

5.2.6 Kadar Nikotin
Hasil perhitungan kadar nikotin untuk Cardinal sebesar 0,65%; Argopuro sebesar 0,50%; Dji Sam Soe sebesar 0,62%; 76 sebesar 0,99%; Sampoerna sebesar 0,80%; Jarum Super sebesar 1,86%. Kandungan nikotin terbesar seharusnya terdapat pada cerutu hal ini dikarenakan pada pengolahan cerutu tidak dilakukan pengurangan jumlah nikotin. Mutu paling baik terdapat pada rokok yang memiliki nilai kadar nikotin yang tinggi. Nikotin yang tinggi akan mempengaruhi rasa dari rokok karena dengan semakin banyaknya kadar nikotin maka rasa yang timbul juga akan semakain khas. Cardinal dan Argopuro seharusnya paling baik mutu rokoknya karena memiliki kadar nikotin paling tinggi. Namun terdapat penyimpangan disini, hal ini dapat disebabkan karena kesalahan saat melakukan titrasi sehingga seharusnya reaksi sudah dihentikan tidak segera dihentikan.





BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1.           Daun kaki memiliki mutu yang paling baik karena nilai berat nisbinya lebih kecil yakni 38,18%.
2.           Daya bakar pada ke dua daun koseran dan kaki mutu paling baik berada pada bagian pucuk waktu pijar 5,20 dan 6,60 detik dan merata.
3.           Alkalinitas pada ke tiga pengulangan menunjukkan hasil yang sama yakni 2500 mg/L.
4.           Pada komposisi berat daun, hanya pada merek Djarum 76 saja yang tidak terjadi penyimpangan karena jumlah keseluruhan 100%.
5.           Pada kadar nikotin, yang memiliki jumlah nikotin terbesar seharusnya adalah cerutu namun terdapat penyimpangan karena kesalahan titrasi.
6.           Pada sifat higroskopis, daun tembakau yang disimpan terbuka memiliki kadar air tertinggi sebesar 60%. Kadar air berturut-turut dari terbesar seharusnya adalah kadar air terbuka > kadar air dalam koran > kadar air dalam kardus.

6.2 Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan secara bergantian agar praktikan benar- benar mengerti hasil dari praktikum semua acara pada pengolahan tembakau yang dilakukan.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Petunjuk Praktikum Pengolahan Hasil Pertanian (Tembakau, Gula dan Lateks). Jember: FTP Universitas Jember.
Cahyono, Bambang. 1998. Tembakau: Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Litbang. 2010. Perkebunan litbang. http://perkebunan.litbang. deptan.go.id/.                       [diakses tanggal 15 desember 2012].
Matnawi, Hudi. 1997. Budidaya Tembakau Bawah Naungan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Nipanesia. 2010. Zat Kimia dalam Rokok. http://logiskemafmipaunpad.wordpress.com/ [diakses tanggal 15 desember 2012].
Padmo, S dan Djatmiko, E. 1991. Tembakau : Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Pamuji Tutur.  2010. Tembakau. http://tuturpamuji.blogspot.com/      [diakses tanggal 15 desember 2012].
Setiadji. 2003. Teknologi Pengolahan Tembakau. Jember: THP FTP Universitas Jember
  

 

ANALISIS JABATAN "STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PERSERO) X KEBUN AJONG GAYASAN

MAKALAH “Analisis Jabatan” Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara (Pe...