BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tembakau dengan nama latin Nicotiana
tabaccum L. merupakan tanaman
tropis asli Amerika dan merupakan komoditas penting dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.
Pengembangan tanaman tembakau ini yaitu dari subsektor perkebunan harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung dan memperkuat struktur ekonomi
nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya nilai ekonomis dan
keuntungan yang dapat dihasilkan dari tanaman tembakau tersebut.
Tembakau merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di kalangan
masyarakat
Indonesia. Pelaksanaan
pengelolaan tembakau selalu terjadi perkembangan, dimana untuk mempertahankan
kualitas maupun spesifikasi tembakau cerutu dituntut adanya
penyesuaian-penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di pasar maupun di
lingkungan di daerah sekitar tembakau. Pasar tembakau memiliki peningkatan
peluang dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi rokok juga mengakibatkan
peningkatan peluang pasar tembakau.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu tembakau antara lain adalah : varietas, iklim, tanah, cara budidaya, pemanenan yang meliputi pemangkasan dan pemetikan,
posisi daun pada batang, cara-cara penanganan, dan pengolahan. Setiap faktor di
atas mempunyai hubungan
yang erat kaitannya dengan penilaian kualitas/mutu tembakau. Besar kecilnya pengaruh yang disebabkanoeh faktor
tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada hasil akhir pengolahan.
Oleh sebab itu
maka, melalui praktikum
ini akan diketahui bagaimana mutu tembakau yang baik
beradasarkan beberapa factor dan unsur penentu kualitas/mutu tembakau.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mahasiswa mempelajari faktor
dan unsur yang mempengaruhi mutu tembakau, dan dapat menyelesaikan semua acara
praktikum dengan baik, maka diharapkan mahasiswa dapat memperoleh kemampuan
untuk mengendalikan kondisi serta proses pengolahan tembakau di lapang atau
dalam gudang pengering maupun sortasi, untuk memperoleh hasil olah sesuai
dengan tujuan pengolahan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.
Mahasiswa
dapat melakukan sortasi daun tembakau basah/hijau dan kering/krosok dari jenis
tembakau sigaret maupun cerutu (tembakau Besuki naoogst atau Besmo dan tembakau
bawah naungan atau TBN) yang telah disediakan, berdasarkan ukuran panjangnya,
kemudian menuliskan kelas ukurnya.
2.
Mahasiswa
dapat mengukur lebar dan indeks daun tembakau.
3.
Mahasiswa
dapat menggambarkan bentuk dari beberapa jenis daun tembakau.
4.
Mahasiswa
dapat membuat bagan kelas panjang ukur daun tembakau di beberapa daerah.
5.
Mahasiswa
dapat membuat irisan daun pembalut (wrapper, deblad) dan pembungkus (binder, omblad) cerutu dengan pola yang
sudah ditetapkan dari beberapa macam ukuran.
6.
Mahasiswa
dapat menghitung berat nisbi ibu tulang daun (midrib) terhadap berat krosok.
7.
Mahasiswa
dapat mengukur sudut yang dibentuk antara ibu tulang daun dengan cabang tulang
daun.
8.
Mahasiswa
dapat menggambar penampang melintang daun tembakau di bawah mikroskop.
9.
Mahasiswa
dapat menentukan mutu bakar daun tembakau, yang meliputi : daya pijar, cepat
bakar, sempurna bakar.
10.
Mahasiswa
dapat menganalisa kadar nikotin tembakau sigaret dan cerutu.
11.
Mahasiswa
dapat mengukur alkalinitas abu krosok secara volumetri.
12.
Mahasiswa
dapat menentukan mutu daun tembakau berdasarkan warnanya.
13.
Mahasiswa
dapat mengukur kadar air tembakau.
14.
Mahasiswa
dapat menentukan kandungan klorofil daun tembakau dengan klorofilmeter.
15.
Mahasiswa
dapat mengurai / mengorak sigaret / rokok dan cerutu, serta dapat menentukan
komposisi sigaret/rokok maupun cerutu
BAB 2. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Aspek Botani Tanaman Tembakau
Tembakau adalah tanaman musiman yang berarti tanaman hanya dapat panen satu kali dan akan
ditebang habis pada saat panen. Tanaman tembakau dibudidayakan untuk diambil daunnya yang
selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rokok. Spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia ini
diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis. Menurut Setiadji (2003), bagian terpentig
dari tanaman tembakau yaitu daun, karena bagian inilah yang nantinya dipanen.
Antara daun dan batang tembakau dihubungkan oleh tangkai daun yang pendek atau
tidak bertangkai sama sekali. Setiap tanaman biasanya memiliki daun sekitar 24 helai.
Bahkan pada kondisi baik jumlahnya bias meningkat lagi menjadi sekitar
28-32 helai. Ukuran daun cukup bervariasi menurut keadaan tempat tumbuh dan
jenis tembakau yang ditanam. Sedangkan ketebalan dan kehalusan daun antara lain
dipengaruhi oleh keadaan kering dan banyaknya curah hujan. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman tembakau :
Regnum : Plantae
Divisio :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Solanales
Famili :
Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus : Nicotiana L.
Spesies : N. tabaccum, N.
rustica
(Pamuji, 2010).
Gambar
pembudidayaan tanaman tembakau :
Genus Nicotiana terdiri dari
60 spesies yang terbagi dalam 3 buah sub genus, yaitu :
1
Sub genus Tabacum,
meliputi 6 spesies.
2
Sub genus Rustica,
meliputi 9 spesies.
3
Sub genus Petuniodies,
meliputi 45 spesies.
(Litbang, 2010).
Spesies tembakau yang mempunyai arti
ekonomi yang tinggi adalah Nicotiana
tabacum L dan Nicotiana rustica L.
Spesies tembakau Nicotiana tabacum L. dan Nicotiana rustica
L. mempunyai perbedaan yang jelas.
Pada Nicotiana tabacum L. mahkota
bunganya memiliki warna merah muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk
terompet panjang, daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan
daun pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya
sekitar 120 cm. Sedangkan pada Nicotiana
rustica L. mahkota bunga berwarna
kuning, bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit
gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan daun pada
batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk untuk
tembakau cerutu (Cahyono, 1998).
Perbedaan yang mencolok diantara
kedua spesies tersebut yaitu kadar nikotinnya. Nicotiana rustica L. mengandung kadar nikotin tertinggi, yaitu sekitar
16% sedangkan Nicotiana tabacum L.
kadar nikotinnya rendah, yaitu sekitar 0,6% (Matnawi, 1997).
2.2
Kandungan Kimia Tembakau
Tembakau sebagai bahan baku rokok memiliki kandungan
senyawa-senyawa yang khusus sehingga dapat dijadikan bahn baku pada pembuatan rokok.
Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun tembakau dibagi menjadi tiga
golongan yaitu :
a. Golongan senyawa-senyawa yang statis
Senyawa ini relatif stabil selama proses pengolahan
tembakau. Senyawa ini meliputi : kation, anion, serat kasar selulosa dan lignin, pentosan,
pectin, senyawa-senyawa yang larut dalam eter (minyak-minyak atsiri, dammar,
paraffin, lilin), tannin (polifenol, asam fenolat) dan asam oksalat. Jumlah
senyawa-senyawa tersebut pada daun tembakau bervariasi tergantung pada umur, posisi daun pada batang, pemupukan, iklim,
dan tanah. Polifenol merupakan senyawa yang
penting karena menentukan warna krosok. Dalam proses pengeringan, enzim
polifenol oksidase mengkatalisis oksidasi berantai dari polifenol membentuk
senyawa kompleks protein-polifenol bermolekul tinggi yang berwarna gelap sehingga mempengaruhi warna tembakau kering.
(Anonim,2012).
b. Golongan senyawa-senyawa nitrogen
Senyawa ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yakni : senyawa N yang larut dalam air dan senyawa N yang tidak larut dalam air.
·
Senyawa-senyawa N yang terlarut dalam air terdiri dari amonia, asam-asam amino, nitrat amida, dan alkaloid-alkaloid
sejenis nikotin. Di antara alkalaoid-alkaloid yang ada dalam daun tembakau,
yang terpenting adalah nikotin. Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung
dalam daun tembakau. Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan
psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Selama ini yang
terjadi adalah tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa
aromatisnya tinggi. Berikut ini adalah struktur kimia nikotin :
Faktor yang mempengaruhi kadar nikotin antara lain tipe tanah,
ketinggian tempat, kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk dan jenis lahan. Tembakau
yang ditanam pada tanah berat berkadar nikotin lebih rendah dibanding yang
ditanam di tanah lempung. Kadar
nikotin tembakau cenderung meningkat bila ditanam di daerah yang lebih tinggi.
Semakin banyak populasi tanaman per hektar kadar nikotin semakin rendah, dan
semakin tinggi dosis pemupukan nitrogen kadar nikotin semakin tinggi.
·
Senyawa-senyawa N yang tidak larut dalam air yaitu protein dan klorofil. Di dalam proses pengeringan klorofil harus
dirombak secara enzimatis, agar zat warna kuning seperti karotin dan xanthofil muncul. Kandungan protein yang terlalu tinggi tidak dikehendaki, karena
menyebabkan tembakau lebih peka terhadap tekanan sebab minyak tembakau yang dihasilkan lebih banyak.
(Nipanesia, 2010).
c.
Golongan
senyawa-senyawa dinamis
Golongan senyawa
ini paling banyak mengalami perubahan selama proses fermentasi pada pengolahan tembakau. Golongan senyawa ini
terdiri dari karbohidrat, asam-asam organik yang larut dalam eter (asam sitrat
dan asam malat).
Persenyawaan
|
Persen berat kering daun hijau
|
|
Tembakau cerutu
|
Tembakau sigaret
|
|
Selulosa dan
lignin
|
9.5
|
10.0
|
Pektin
|
7.0
|
7.0
|
Tanin
|
2.0
|
2.0
|
Karbohidrat
|
23.0
|
23.0
|
Asam-asam organik
|
13.0
|
13.0
|
Protein
|
17.3
|
12.2
|
Alkaloid
|
3.0
|
1.3
|
Minyak atsiri, gum dan resin
|
7.0
|
7.0
|
Lain-lain
|
17.7
|
24.5
|
Tabel 1. Komposisi daun tembakau hijau
(Litbang, 2010).
2.3
Jenis-jenis Tanaman
Tembakau
Jenis tembakau dapat dikelompokkan menurut
musim tanam ada dua, yakni :
1. Tembakau Na-Oogst (NO)
Tembakau
Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian
dipanen pada musim penghujan. Tembakau Na-Oogst contohnya
adalah tembakau cerutu dan tembakau pipa.
·
Tembakau Cerutu
Berdasarkan fungsinya pada pembuatan rokok cerutu, tembakau
cerutu dibagi menjadi tiga tipe yaitu jenis pengisi, pembungkus dan jenis
pembalut.
·
Tembakau Pipa
Tembakau pipa adalah jenis tembakau yang khusus digunakan
untuk pipa bukan untuk rokok cerutu ataupun rokok sigaret kretek.
(Padmo, 1991).
2. Tembakau Voor-Oogst (VO)
Tembakau jenis Voor-Oogst biasanya dinamakan tembakau musim kemarau karena ditanam pada
waktu musim penghujan dan dipanen pada musim kemarau. Tembakau Voor-Oogst contohnya
adalah tembakau sigaret, tembakau asapan, dan
tembakau rakyat.
·
Tembakau Sigaret
Digunakan untuk bahan
baku pembuatan rokok sigaret, baik sigaret putih maupun kretek. Yang termasuk tembakau sigaret adalah tembakau
Virginia, Oriental (Turki), Burley, Rembang,Kasturi, Garut, Madura, Payakumbuh,
dan Bugis.
a.
Tembakau
Virginia
Daun
tengah tembakau Virginia sangat baik digunakan untuk pembuatan rokok sigaret
putih.
b. Tembakau Oriental
Tembakau oriental
memiliki keunggulan yaitu aroma yang harum dan khas sehingga disebut sebagai aromatic tobacco. Tembakau oriental
digunakan pabrik rokok sebagai campuran yang dapat meningkatkan mutu rokok
sigaret.
c.
Tembakau
Burley
Krosok tembakau
Burley tipis, berwarna coklat kemerah–merahan, halus dan lunak, serta beraroma
sedap.
(Padmo, 1991).
·
Tembakau Asapan
Tembakau asepan adalah jenis tembakau
yang daunnya diolah dengan cara
pengasapan. Jenis
tembakau asepan biasanya memiliki daun yang tebal, berat, kuat, berminyak dan warnanya hiju tua gelap.
·
Tembakau Rakyat
Tembakau jenis ini diusahakan oleh rakyat.
Pembudidayaan dari pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan
hasil sampai siap dijual ke pasaran dilakukan oleh petani sendiri. tembakau rakyat
biasanya untuk bahan
baku pembuatan rokok sigaret kretek (Cahyono, 1998).
Berdasarkan bentuk fisiknya yang dipasarkan di Indonesia tembakau ada dalam dua bentuk, yaitu:
·
Rajangan (slicing
type)
Tembakau rajangan
sangat unik, dimana hanya terdapat di Indonesia saja. Tembakau dipasarkan dalam
bentuk rajangan, dimana sebelum dipasarkan, terlebih dahulu dirajang sedemikian
rupa, untuk selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan bantuan sinar
matahari (sun cured).
Berdasarkan tipe ukuran rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut
(meliputi rajangan kasar dan sedang) dan fine cut (rajangan halus).
Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau rajangan dibagi menjadi dua,
rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan kuning, sebab hasil fermentasi
nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan rajangan hitam dikarenakan hasil
fermentasi cenderung berwarna gelap.
·
Krosok (leaf
type)
Krosok merupakan jenis yang paling banyak terdapat di dunia. Tembakau
krosok dipasarkan dalam bentuk lembaran daun utuh, setelah melalui proses
pengeringan. Harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan,
sebab melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan
hingga sortasi.
Berdasarkan metode pengeringannya, tembakau dibedakan menjadi:
·
Air cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan menggunakan aliran udara
bebas (angin). Metode pengeringan ini memerlukan bangunan khusus (curing
shed). Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar
gula rendah namun tinggi nikotin.
·
Flue cured, adalah proses
pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue).
Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia FC. Prinsip
pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara
perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar
air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.
·
Sun cured, adalah proses
pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung (penjemuran).
Proses penjemuran untuk tembakau rajangan berlangsung selama 2-3 hari, sedang
krosok selama 7-10 hari. Metode ini
juga dipakai untuk pengeringan tembakau Oriental, yang menghasilkan kadar gula
dan nikotin yang rendah.
·
Fire cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan cara mengalirkan asap dan
panas dari bawah susunan daun tembakau. Berbeda dengan flue cured,
dimana bara api tidak dibiarkan membara, melainkan dijaga agar tetap
mengeluarkan asap. Bahan baku yang umum digunakan agar menghasilkan asap yang
cukup antara lain kayu akasia yang dicampur dengan ampas dan bongkol tebu,
sehingga diharapkan menghasilkan aroma yang harum dan manis. Pengeringan dengan
meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi
nikotin
(Pamuji, 2010).
2.4 Kelebihan dan Kelemahan
Masing-masing Tembakau yang Ditanam di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar
di dunia. Tembakau yang dihasilkan di Indonesia memiliki karakteristik yang
spesifik sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan pembuat cerutu yang
meliputi bahan pembungkus, pembalut maupun filler atau isi pada cerutu. Kelebihan
tembakau yang ditanam di Indonesia adalah dari sisi iklim tropis yang terdapat
di Indonesia. Dengan lama penyinaran yang sesuai dapat diperoleh mutu tembakau
yang tinggi. Selain itu pada unsur hara yang terdapat pada tanah yang ada di
Indonesia yang kaya akan mineral-mineral yang berguna dalam pertumbuhan dan
produksi nikotin dalam tembakau.
Kekurangan dari tembakau yang ditanam di Indonesia adalah
kandungan pestisida yang cukup tinggi pada daun tembakau. Perusahaan cenderung
menginginkan daun tembakau tanpa kandungan pestisida karena sangat berbahaya
bagi konsumen. Kurangnya pengetahuan para petani tembakau menyebabkan rendahnya
mutu tembakau rakyat yang dihasilkan di Indonesia.
2.5
Mutu Tembakau
Mutu tembakau
merupakan suatu ukuran yang menyatakan
tingkatan kebaikan tembakau. Mutu tembakau sangat ditentukan oleh faktor-faktor
berikut : varietas, iklim, tanah,
cara budidaya, pemanenan, posisi daun pada batang, pengangkutan, pengolahan,
dan pengemasan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi mutu tembakau baik
secara langsung maupun tidak lansung. Selain itu
mutu tembakau juga dipengaruhi oleh unsur-unsur yang terdapat pada tembakau,
yakni :
1.
Ukuran, Bentuk, dan Letak Daun
Merupakan unsur mutu yang penting karena menentukan rendemen yaitu
banyaknya daun yang akan dibuat dari tiap helai daun. Selain itu juga merupakan pertimbangan untuk komponen rokok cerutu. Di
Indonesia, daun berdasarkan letaknya mulai dari bawah ke atas terdiri dari : daun koseran (1-5 helai), daun kaki (6-13 helai), daun tengah (14-22
helai), daun pucuk (sekitar sehelai tatau lebih). Bentuk daun koseran umumnya
tipis dan bulat, daun kaki agak tebal dan bulat, daun tengah tebal dan agak
bulat panjang sedangkan daun pucuk paling tebal dan agak memanjang.
Berbagai jenis tembakau mempunyai bentuk dan ukuran sangat beragam dan
dipengaruhi oleh banyak hal seperti: letak geografis, unsur hara, iklim dan
varietas tembakau.
2. Tulang dan lamina
Tulang daun secara
keseluruhan merupakan rangka daun yang mengokohkan tegak daun dan berfungsi
sebagai pembuluh angkut bahan atau produk metabolisme. Rangka daun yang
terletak tepat di bagian tengah daun disebut ibu tulang daun atau midrib. Daun
berlamina tipis dengan tulang daun relatif kecil atau halus dikehendaki untuk
pembalut atau pembungkus. Daun yang tipis, percabangan tulang merat, halus,
dengan bagian lamina lebar mempunyai nilai tinggi di pabrik cerutu.
3.
Tenunan daun
Sifat tenunan daun
pada beberapa jenis tembakau mempunyai arti penting dalam penilaian mutu.
Tenunan halus dikehendaki untuk tembakau cerutu pembalut maupun pembungkus,
karena diharapkan menghasilkan aroma yang baik, dan rasa ringan. Pada tembakau
pengisi, tenunan daun tidak banyak berpengaruh.
4.
Tebal daun
Tebal daun sangat
bervariasi, tergantung virietas tembakau, keadaan sekeliling tempat tumbuh,
teknik budidaya, dan letak daun pada batang. Untuk bahan pembalut cerutu
dikehendaki daun yang tipis.
5.
Kepadatan jaringan
Kepadatan jaringan adalah suatu keadaan struktur dan tekstur daun. Keadaan
kering menyebebkan terbentuknya sel-sel yang kecil dan tersusun secara mampat, dengan ruang sel yang kecil.
Dikatakan mempunyai tekstur yang mampat. Tekstur yang mampat kurang
dikehendaki, karena sifat bakarnya cenderung kurang baik.
6.
Berat per satuan
luas
Berat persatuan
luas dapat digunakan sebagai pengukur hasil produksi. Berat per satuan luas ini
berpengaruh pada hasil rendemen yaitu perbandingan antara berat tembaku kering
setelah mengalami pengeringan dengan tembakau basahnya. Berkurangnya rendemen
akan menyebabkan penurunan mutu.
7.
Keelastisan atau
kelentingan
Keelastisan atau
kelentingan adalah kemempuan tembakau yang dalam keadaan cukup lembab dapat
direntangkan sampai batas tertentu tanpa menjadi robek. Keelastisan juga
menunjukkan ketahanan terhadap pemempatan pada waktu perajangan sehingga mampu
mengembang kembali. Sifat ini penting untuk tembakau sebagai pengisi cerutu
atau sebagai tembakau rajangan. Faktor yang berpengaruh terhadap keelstisan
adalah varietas, keadaan lingkungan, teknik budidaya, letak daun pada batang, kemasakan, dan kadar
air krosok.
8.
Bodi
Bodi adalah
kelunakan atau kelembutan daun tembakau yang disebabkan oleh bagian semi cair,
tanpa dipengaruhi ketebalan dan tekstur. Bila daun dalam keadaan kering, bodi
ringan.daun berbodi berat mempunyai sifat tdkkering, akan berkembang sebagai
bercak minyak bila mendapat tekanan. Faktor yang berpengaruh terhadap bodi
antara lain kondisi tanah, iklim, teknik budidaya, serta letak daun pada
batang.
9.
Getah atau gum
Getah atau gum
adalah sekresi cairan kental yang dkeluarkan oleh glandula pada bagian ujung
rambut daun tembakau. Pada daun segar, rambut-rambut daun tembakau akan terasa halus bila teraba dengan
tangan dan melekat bila tergosok kulit atau pakaian.
10. Mutu bakar (Burning Qualities)
Beberapa sifat yang
tercaku dalam hal ini adalah daya pijar atau daya membara, kerataan membara,
kecepatan membara, sempurnanya pembakaran, dan keteguhan abu.
- Daya membara, adalah sifat membara secara terus menerus tanpa menimbulkan nyala api.
- Kecepatan membara, dinyatakan dalam detik pada tembakau yang terbakar per satuan jarak tertentu.
- Sempurnanya pembakaran adalah habis atau berabunya bagian tembakau yang terbakar sehingga tinggal sisa pembakaran berupa abu.
- Keteguhan abu, ditunjukkan dengan panjang abu yang masih dapat melekat pada rokok atau cerutu selama pembakaran.
11. Kuat fisiologis
Kuat fisiologis
merupakan kriteria penilaian tembakau sehubungan dengan kandungan penyusun yang
akan mempengaruhi fisiologis pemakai, yaitu golongan alkaloida, yang bersifat
sebagai perangsang/stimulus pemakainya. Beberapa
macam alkaloida dalam daun tembakau antara lain: nikotin, nikotirin, anabasin,
dan miosmin.
Hubungan antara kuat fisiologis dengan kadar nikotin
Kuat Fisiologis
|
Nikotin %
|
Sangat berat
|
2.5 – 3.5
|
Berat
|
1.8 – 2.5
|
Sedang
|
1.3 – 1.8
|
Ringan
|
1.1 – 1.3
|
Sangat ringan
|
0.8 – 1.1
|
Lemah
|
0.6 – 0.8
|
12. Warna
Warna merupakan
sifat dasar yang dimiliki setiap jenis tembakau. Warna krosok tembakau Virginia
umumnya kuning limau sampai kuning emas. Jenis cerutu umumnya berwarna lebih
gelap, dari coklat muda sampai coklat tua. Penilaian warna ditantukan
pengamatan visual.
13. Aroma
Dengan fermentasi
yang berhasil, krosok akan mempunyai aroma yang baik. Aroma yang paling penting
adalah yang timbul jika tembakau dibakar. Aroma ini merupakan hasil destilasi kering dari bahan-bahan gum (gummy material). Kandungan protein
tinggi menimbulkan bau tidak enak, tetapi dalam jumlah sedikit mempunyai
pengaruh positis terhadap aroma tembakau.
14.
Rasa
Krosok yang belum mangalami fermentasi mempunyai rasa kasar, mentah dan
pahit. Fermentasi akan menghilangkan rasa tersebut. Sejumlah
tertentu alkaloid diperlukan untuk memperoleh kenikmatan dalam mengisap rokok.
Namun kadar alkaloid yang terlalu tinggi menyebabkan rasa mengganggu.
15. Sifat higroskopis
Sifat higroskopis
tergantung pada jenis dan tingkat mutu tembakau. Tembakau yang terlalu
higroskopis peka terhadap minyak. Sifat higroskopis mempunyai hubungan dengan
kadar nitrat di dalam tangkai daun.
(Anonim, 2012).
2.6
Pengolahan Tembakau
Pada
dasarnya cara pengolahan setiap jenis temabakau tidak sama, tergantung
sifat-sifat alami yang dimiliki tiap jenis tembakau dan mutu atau kualitas
tertentu yang diinginkan oleh konsumen. Tahapan panen dan kegiatan pasca
panen tanaman tembakau secara umum antara lain yaitu :
1.
Pemetikan
Ada dua cara pemetikan daun tembakau yaitu dengan cara
pungut batang dan pungut daun (priming). Kedua cara ini disesuaikan
dengan jenis tembakau dan tujuan penanamannya. Pemetikan pungut batang
dilakukan untuk jenis tembakau yang pemasakan daunnya serentak (seluruh bagian
tanaman). Cara panen pungut daun (priming) dilakukan dengan memetik daun
tembakau satu persatu secara bertahap. Cara ini biasa diterapkan untuk jenis
tembakau cerutu dan sigaret, sekitar dua minggu sebelum pemetikan, sebaiknya
dilakukan pembuangan daun-daun kepel dan kaki yang kekuning-kuningan dan kotor
.
Tingkat kematangan daun tembakau ditandai oleh warna daun
yang berbeda-beda, ada 3 macam tingkat kematangan daun tembakau :
·
daun muda (immature leaves),
warnanya masih hijau,
·
daun masak (mature leaves),
warnanya hijau kekuning-kuningan,
·
daun tua (over mature leaves),
warnanya kuning tua hampir cokelat.
Untuk menghasilkan kualitas tembakau yang baik, sebaiknya
pemetikan dilakukan pada tingkat kematangan daun masak (mature leaves). Untuk
mendapatkan aroma yang kuat pada tembakau maka pemetikan dilakukan secara
tepat, karena keseimbangan antara karbohidrat, protein klorofil serta karotin
dan xantofil menguntungkan bagi kualitas mutu tembakau. Daun yang dipetik
terlalu muda krosok akan berwarna pucat kehijauan, kurang elastis, serta mudah
berjamur. Sedangkan jika terlalu tua krosok yang dihasilkan kurang elastis,
serta permukaan berombak.
2.
Pengeringan
Pengeringan tembakau cerutu berlangsung secara alami, biasa
disebut dengan pengeringan udara (air curing) dan membutuhkan waktu yang
relatif lama kurang lebih 3 minggu tergantung pada keadaan daun dan cuaca. Hal
ini dilakukan agar reaksi biokimiawi dalam daun tembakau berjalan lambat. Beberapa
proses biokimiawi yang terjadi antara lain :
a.
Perombakan klorofil
b.
Pembentukan warna cokelat
c.
Perubahan-perubahan biokimiawi
senyawa N
d.
Perubahan kimiawi senyawa-senyawa
dinamis
3.
Lolos daun dan
fermentasi
Lolos daun merupakan tahapan penurunan daun tembakau kering
dari plantangan. Sedangkan proses fermentasi merupakan tahapan proses yang
dilakukan untuk menyempurnakan sifat mutu tembakau. Fermentasi dilakukan dengan
menumpuk daun dalam gudang secara teratur dan rapi.
Fermentasi adalah pemecahan senyawa organik menjadi senyawa
bermolekul kecil serta dihasilkan O2 (oksigen) dan zat-zat lainnya
yang dibentuk oleh adanya aktivitas mikroba dan enzim. Persyaratan yang harus
terpenuhi agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik adalah sebagai berikut
:
1. Tersedianya bahan
dasar (substrat) yang akan dirubah. Substrat ini terdiri dari senyawa-senyawa
yang mempunyai molekul yang besar, contohnya protein dan polisakarida.
2. Terdapatnya enzim
yang masih aktif.
3. Suhu yang cukup
tinggi (+ 50-600C) agar reaksi enzimatis dapat berjalan
secara optimum.
4. Kadar air di dalam
tembakau yang cukup (+ 20-25%)
5. Tersedianya oksigen
dari udara dalam jumlah yang cukup.
6. Waktu fermentasi
yang cukup, mengingat bahwa reaksi enzimatis merupakan proses biokimiawi yang
relatif lambat.
4.
Sortasi dan
Pengebalan
Setelah selesai mengalami fermentasi, tembakau masih
merupakan campuran dari daun-daun yang beraneka ragam kualitas. Sortasi dilakukan
terarah pada kebutuhan pasar, sistematis, sederhana dan kontinyu dalam waktu
tertentu, akan memudahkan pembeli pada saat mengadakan penilaian. Beberapa
faktor yang dijadikan pertimbangan dalam sortasi tembakau cerutu antara lain
adalah letak daun pada batang, kegunaan, dan terdapatnya partai-partai yang
kualitasnya menyimpang ke arah negatif.
Tembakau yang telah selesai mengalami proses pengolahan,
perlu dikemas dalam bentuk bal dengan berat dan ukuran tertentu. Pelaksanaan
pengebalan yaitu dengan menggunakan alat pengepres agar bungkusan menjadi
mampat. Tembakau yang dibungkus susunannya harus rapi, lurus dan tidak miring.
Untuk tembakau bahan pembalut atau pembungkus, kepala untingannya dilapisi kertas
untuk menghindari kerusakan (Matnawi, 1997).
5.
Penyimpanan
Penyimpanan
dilakukan di gudang dengan fumigasi untuk mencegah serangan serangga dengan
menggunakan insektisida Phostoxin dengan dosis 0,75 tablet/m3 setiap
40 hari sekali atau dapat pula digunakan Aluminium Phospat.
2.7
Alkalinitas pada Pengolahan
Tembakau
Alkalinitas adalah perubahan pH
pada daun tembakau selama proses fermentasi yang semakin alkalis dikarenakan
oleh terbentuknya amoniak yang merupakan hasil dari perombakan protein.
Sehingga dihasilkan daun tembakau yang memiliki aroma yang kuat khas dari
tembakau. Dengan semakin tingginya nilai alkalinitas maka dapat dikatakan bahwa
tembakau bermutu baik karena aroma dari tembakau tersebut semakin baik.
BAB 3. METODOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
·
Mortar
·
Neraca analitis
·
Kawat
·
Stopwatch
·
Erlenmeyer
·
Penangas
·
Gelas ukur
·
Corong dan kertas saring
·
Korek api
·
Buret
·
Koran
·
Kardus
·
Botol timbang
·
Oven
·
Eksikator
·
Papan pengukur daun tembakau
·
Ball pipet
·
Pipet ukur
·
Pipet tetes
·
Beaker glass
·
Spatula
·
Labu ukur
·
Penggaris
3.1.2 Bahan
·
Daun tembakau Kak Deck
·
Tembakau krosok
·
Aquadest
·
Petroleum eter
·
Indikator metil orange
·
Indikator metil merah
·
Indikator PP
·
Tissue
·
NaOH 20%
·
HCl 0,01 N
·
H2SO4 0,1 N
·
Rokok merk Argopuro
·
Rokok merk Djarum Mild
·
Rokok merk Dji Sam Soe
·
Rokok merk Cardinal
·
Rokok merk Sampoerna
·
Rokok merk Djarum 76
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Berat Nisbi3.2.2 Mutu Bakar
3.2.3 Alkalinitas
3.2.4 Komposisi
Berat
3.2.5 Kadar Nikotin
3.2.6 Sifat
Higroskopis
BAB 4. HASIL
PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil
pengamatan
4.1.1 Berat Nisbi
Jenis daun
|
P (cm)
|
L (cm)
|
Mutu
|
A (g)
|
B (g)
|
koseran
|
40
|
20
|
2
|
1,79
|
0,83
|
kaki
|
40
|
18
|
2
|
2,20
|
0,84
|
Keterangan : A=Barat daun; B=Barat tulang daun
4.1.2 Mutu Bakar
Jenis tembakau kak deck (koseran)
Kelompok
|
Jenis daun
|
Waktu pijar (detik)
|
Hasil
|
1
|
Kaki
|
3,85
|
Tidak merata
|
2
|
Tengah
|
5,75
|
merata
|
3
|
Pucuk
|
6,60
|
merata
|
Jenis tembakau kos deck (daun kaki)
Kelompok
|
Jenis daun
|
Waktu pijar (detik)
|
Hasil
|
1
|
Kaki
|
2,95
|
Tidak merata
|
2
|
Tengah
|
3,59
|
Tidak merata
|
3
|
Pucuk
|
5,20
|
Tidak merata
|
4.1.3 Alkalinitas
Daun Tembakau
Kelompok
|
mL H2SO4
|
N H2SO4
|
mL sampel
|
1
|
0,5
|
0,1 N
|
20
|
2
|
0,5
|
0,1 N
|
20
|
3
|
0,5
|
0,1 N
|
20
|
4.1.4 Sifat
Higroskopis
Kel
|
Jenis
|
A (g)
|
B (g)
|
C (g)
|
Rata-rata (g)
|
||
1
|
Simpan terbuka
|
9,25
|
10,25
|
9,63
|
9,64
|
9,67
|
9,65
|
2
|
|||||||
3
|
Simpan kertas koran
|
8,12
|
9,12
|
8,56
|
8,55
|
8,57
|
8,56
|
4
|
|||||||
5
|
Simpan kardus
|
7,95
|
8,95
|
8,37
|
8,38
|
8,37
|
8,37
|
6
|
4.1.5 Komposisi
Barat Daun
No.
|
Jenis
|
Komposisi berat
|
Berat A gram
|
||
Dekblad
|
Omblad
|
Filler
|
|||
1
|
Dji Sam Soe
|
0,11
|
-
|
1,69
|
1,72
|
2
|
Djarum 76
|
0,12
|
-
|
2,17
|
2,29
|
3
|
Mild
|
0,08
|
-
|
0,81
|
1,02
|
4
|
Sampoerna
|
0,04
|
-
|
0,70
|
0,97
|
5
|
Argopuro (cerutu)
|
0,25
|
0,43
|
4,46
|
5,16
|
6
|
Cardinal (cerutu)
|
0,25
|
0,44
|
5,28
|
5,70
|
4.1.6 Kadar nikotin
No.
|
Jenis
|
Berat awal
|
mL titrasi
|
1
|
Cardinal
|
1,0002
|
4
|
2
|
Argopuro
|
1,0004
|
3,1
|
3
|
Dji Sam Soe
|
1,0029
|
3,8
|
4
|
76
|
1,0002
|
6,12
|
5
|
Sampoerna
|
1,0004
|
4,9
|
6
|
Mild
|
1,0040
|
11,5
|
Keterangan : N HCL=
N
4.2 Hasil
Perhitungan
4.2.1 Berat Nisbi
Jenis daun
|
Berat nisbi (%)
|
Koseran
|
46,37
|
Kaki
|
38,18
|
4.2.2 Alkalinitas
Kelompok
|
Alkalinitas (mg/L)
|
1
|
2500
|
2
|
2500
|
3
|
2500
|
4.2.3 Sifat
Higroskopis
Perlakuan
|
KA (%)
|
Simpan terbuka
|
60
|
Simpan kertas koran
|
56
|
Simpan kardus
|
58
|
4.2.4 Komposisi
Berat Daun
No.
|
Jenis
|
Komposisi berat daun (%)
|
||
Dekblad
|
Omblad
|
Filler
|
||
1
|
Dji Sam Soe
|
6,40
|
-
|
98,26
|
2
|
Djarum 76
|
5,23
|
-
|
94,76
|
3
|
Mild
|
7,84
|
-
|
79,41
|
4
|
Sampoerna
|
4,12
|
-
|
72,17
|
5
|
Argopuro (cerutu)
|
4,85
|
8,33
|
86,43
|
6
|
Cardinal (cerutu)
|
4,39
|
7,72
|
92,63
|
4.2.5 Kadar nikotin
Jenis
|
Kadar nikotin (%)
|
Cardinal
|
0,65
|
Argopuro
|
0,50
|
Dji Sam Soe
|
0,62
|
76
|
0,99
|
Sampoerna
|
0,80
|
Jarum Super
|
1,86
|
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja
Pada praktikum
pengolahan tembakau dilakukan anam sub bab acarayang meliputi : berat nisbi,
mutu bakar, alkalinitas, komposisi berat, kadar nikotin dan sifat higroskopis.
5.1.1 Berat Nisbi
Pada sub bab pertama dilakukan pengukuran berat nisbi dengan
menggunakan 2 jenis daun tembakau yaitu daun koseran dan daun kaki. Digunakan 2
jenis daun tembakau karena ingin diperoleh perbandingan berat nisbi pada kedua
jenis daun tembakau. Cara pengukuranya adalan dengan mengukur panjang dan lebar
daun yang diamati dengan penggaris atau mistar. Pengukuran tersebut dilakukan
agar mutu daun tembakau dapat ditentukan. Setelah itu dilakukan penentuan mutu
daun tembakau dengan pengukur mutu. Lalu masing-masing daun ditimbang untuk
mengetahui berat daun keseluruhan dan dinyatakan dalam (A gram) lalu daun
dirobek hingga lamina daun terpisahkan dan ditimbang kembali untuk mengetahui
beratnya dan dinyatakan dalam (B gram). Setelah itu hitung berat nisbi
masing-masing daun dengan rumus :
Berat nisbi = B/A x100%
5.1.2 Mutu Bakar
Pada sub bab ke dua ini dilakukan percobaan mutu bakar daun
tembakau. Pertama dilakukan dengan memanaskan kawat hingga memerah. Hal ini
berfungsi untuk memberikan bara pada daun tembakau setelah itu tusukkan kawat
pada lamina daun hingga merah. Hitung lama waktu bara dengan menggunakan stopwatch
kemudian diamati bentuknya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lama waktu
baranya. Setelah itu dibandingkan tiap jenis daun tembakau yang diukur waktu
baranya. Pada percobaan mutu bakar digunakan daun kos deck dan kak deck.
Fungsinya adalah ntuk mengetahui mutu bakar dari kedua jenis daun tersebut.
5.1.3 Alkalinitas
Pada sub bab yang ke tiga dilakukan percobaan alkalinitas.
Percobaan ini dilakukan dengan cara : 1 gr krosok
halus dihaluskan agar luas permukaannya semakin besar. Kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan
ditambahkan sebanyak 20 ml aquadest yang berfungsi untuk mengekstrak unsur alkali sebab alkali mudah
larut dalam air. kemudian dilakukan penyaringan pada larutan dengan menggunakan kertas
saring untuk memisahkan residu dengan filtratnya. Setelah itu diambil 1 ml filtrat dari hasil
penyaringan lalu ditera hingga volumenya 100 ml. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi konsentrasi dari larutan. Lalu diambil 20 ml
filtrat sebagai C dan dimasukkan erlenmeyer. indikator PP ditambahkan kurang lebih sebanyak 10 tetes sebagai indikator yang akan menunjukkan atau mengetahui adanya OH
dan CO32- , jika warnanya merah maka dilakukan penambahan
indikator metil orange kurang lebih sebanyak 2-3 tetes lalu dilakukan titrasi dengan H2SO4 sampai warnanya berubah menjadi merah muda.
Namun jika warna yang dihasilkan merah lembayung setelah penambahan indikator PP maka dilakukan titrasi dengan menggunakan H2SO4 0,1 N hingga warna merah berkurang. Catat ml titrasi atau volume H2SO4 dan dinyatakan sebagai A ml. Kemudian dilakukan
perhitungan alkalinitas dengan rumus :
Alkalinitas = A/C x 1000 x FP
5.1.4 Sifat
Higroskopis
Pada sub bab yang ke
empat ini dilakukan percobaan sifat higroskopis. Pertama daun tembakau disimpan dengan tiga perlakuan yang berbeda, yakni : dengan perlakuan dibiarkan terbuka, dibungkus dengan koran, dan dibungkus dengan kardus. Fungsinya adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan terhadap sifat
higroskopis daun tembakau yang disimpan. Lalu disimpan selama 48 jam. Setelah penyimpanan selama 48 jam kemudian dilakukan
analisa kadar air dengan menimbang botol kosong dan dinyatakan
sebagai A gram. Lalu 1 gram krosok halus
dimasukkan dalam botol kosong dan ditimbang sebagai B gram. Kemudian botol tersebut dioven selama 24 jam dengan suhu 100o C. Fungsinya adalah untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada
bahan yakni daun tembakau.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator
selama 15 menit untuk menstabilkan RH dari bahan terhadap pengaruh lingkungan yang banyak
terdapat molekul air dalam udara. Setelah itu botol ditimbang dan dinyatakan sebagai C gram. Dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan agar didapatkan nilai yang
akurat.
5.1.5 Komposisi
Berat Daun
Pada sub bab yang ke lima
ini dilakukan percobaan komposisi berat. Percobaan ini dilakukan dengan cara menimbang rokok secara keseluruhan dan dinyatakan sebagai A gram. Fungsinya
adalah untuk mengetahui berat total dari satu batang rokok. Pada percobaan ini
digunakan berbagai macam merek rokok meliputi : Dji Sam Soe, Djarum 76, Mild,
Sampoerna, Argopuro, dan Cardinal. Lalu rokok tersebut dibuka lapisannya dan
dipisahkan menurut bagian-bagiannya yang meliputi dekblad, omblad, dan filler.
Berfungsi untuk mengetahui berat masing-masing lapisan. Lalu ditimbang dan
catat untuk masing-masing bagian rokok dan dinyatakan sebagai (B gram). Berat
masing-masing bagian rokok dapat digunakan untuk menghitung komposisi berat (%)
tiap jenis merek rokok yang diuji. Komposisi Berat dihitung menggunakan rumus :
Komposisi = B/A x 100%
5.1.6 Kadar Nikotin
Pada sub bab yang ke enam
ini dilakukan percobaan kadar nikotin. Hal pertama yang dilakukan adalah
menimbang 1 gram bahan rokok halus lalu ditambahkan 1 ml NaOH 20% dalam
erlenmeyer 100 ml. Fungsinya adalah untuk menstabilkan pH sehingga proses
ekstraksi dapat berjalan secara optimal. Kemudian dilakukan pengadukan hingga merata.
Fungsinya adalah untuk menghomogenkan campuran tersebut. Lalu ditambahkan
petroleum eter sebanyak 20 ml. Pemberian petroleum eter berfungsi untuk melarutkan nikotin yang terdapat pada
sampel. Kemudian didiamkan selama 2 jam hingga bagian atas menjadi jernih atau
terjadi pengendapan tujuannya adalah untuk memberikan waktu pada proses ekstraksi sehingga lebih optimal. Setelah
itu sampel disaring untuk memisahkan padatan dan cairan kemudian diambil
sebanyak 10 ml larutan hasil penyaringan tersebut. Setelah itu, larutan diuapkan
hingga sebanyak 2 ml larutan menguap dan dilakukan selama 2 menit agar dapat menghilangkan
sisa petroleum eter yang masih tertinggal pada larutan. Lalu dilakukan penambahan
sebanyak 20 ml aquades untuk menurunkan konsetrasi dari filtrat hasil
penyaringan. Kemudian ditambahkan sebanyak 5 tetes metil merah. Fungsinya
adalah sebagai indikator pada titrasi. Setelah itu dilakkan titrasi dengan menggunakan
0,01 N HCl hingga berwarna merah muda. Penggunaan HCL dalam titrasi adalah agar
suasana menjadi netral karena sebelumnya telah titambahkan NaOH yang mempunyai
sifat basa. Titrasi dihentikan bila warna berubah menjadi merah muda . kemudian
dilakukan pencatatan volume HCl yang dibutuhkan dalam titrasi. Rumus kadar
nikotin adalah :
Kadar nikotin = ((ml HCl x 1,6223 mg)/(gr bahan 1000 mg/g))x 100%
5.2 Analisis Data
5.2.1 Berat Nisbi
Hasil perhitungan yang didapatkan menunjukkan pada daun koseran
dengan panjang 40cm dan lebar 20cm dan daun daun kaki dengan panjang 40cm dan
lebar 18cm. Kedua daun tersebut memiliki mutu 2. Setelah dilakukan perhitungan
didapat niali berat nisbi daun tembakau koseran dan kaki berturut-turut yaitu 46,37%
dan 38,18%. Berat nisbi tersebut menyatakan berat tulang daun tembakau tersebut
dimana pada daun koseran lebih besar presentasenya. Berat nisbi merupakan presentase dari perbandingan antara berat tulang
daun tembakau dengan berat daun secara keseluruhan. Berat nisbi sangat
berpengaruh terhadap mutu daun tembakau. Dengan semakin besar nilai berat nisbi
maka semakin rendah mutu atau kualitas daun tembakau, begitu pula sebaliknya
dengan semakin kecil berat nisbi maka semakin baik mutu daun tembakau. Sehingga
pengukuran berat nisbi dapat digunakan sebagai parameter penentu mutu daun
tembakau. Hal ini menunjukkan bahwa daun koseran memiliki mutu yang lebih
rendah dibandingkan dengan daun kaki. Hal ini merupakan penyimpangan karena
seharusnya yang memiliki mutu lebih baik adalah dauk koseran.
5.2.2 Mutu Bakar
Hasil yang didapatkan yakni pada daun kaki yang memiliki waktu pijar terlama adalah bagian pucuk dengan 6,60 detik dengan pemijaran
yang hasilnya merata sehingga dapat dikatakan
daun pkoseran bagian pucuk tersebut bermutu baik. Kemudian pada bagian tengah dengan waktu pijar 5,75 detik dengan hasil pijar yang merata sehingga dapat
dikatakan bagian tengah memiliki
mutu bakar cukup baik. Sedangkan pada bagian kaki yang
memiliki waktu pijar paling buruk karena waktunya paling singkat yakni 3,85 detik dan hasil pijarnya tidak merata.
Sedangkan pada daun koseran yang memiliki waktu pijar terlama adalah bagian pucuk dengan 5,20 detik dengan pemijaran
yang hasilnya tidak merata sehingga dapat dikatakan
daun pkoseran bagian pucuk tersebut bermutu cukup baik. Kemudian pada bagian
tengah dengan waktu pijar 3,59 detik dengan hasil pijar yang tidak merata sehingga dapat dikatakan bagian tengah memiliki mutu bakar buruk. Sedangkan pada bagian kaki yang
memiliki waktu pijar paling buruk karena waktunya paling singkat yakni 2,95 detik dan hasil pijarnya tidak merata.
Hal ini sudah sesuai dengan mutu tembakau menurut mutu bakarnya. Dimana mutu bakar sendiri menyatakan daya pijar atau daya membara, kerataan membara, kecepatan membara,
sempurnanya pembakaran dan keteguhan abu dari tembakau yang digunakan
sebagai bahan baku pada pembatan rokok.
5.2.3 Alkalinitas
Hasil yang diperoleh pada semua ulangan yaitu ulangan1, 2,
dan 3 menyatakan nilai alkalinitas sebesar 2500 mg/L. Hasil tersebut menyatakan
nilai alkalinitas yang konstan pada semua ulangan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa percobaan yang dilakukan tingkat keakuratan dan presisinya tinggi.
Alkalinitas sendiri merupakan perubahan pH pada daun tembakau selama proses
fermentasi yang semakin alkalis dikarenakan oleh terbentuknya amoniak yang
merupakan hasil dari perombakan protein. Sehingga dihasilkan daun tembakau yang
memiliki aroma yang kuat khas dari tembakau. Dengan semakin tingginya nilai
alkalinitas maka dapat dikatakan bahwa tembakau bermutu baik karena aroma dari tembakau
tersebut semakin baik.
5.2.4 Sifat
Higroskopis
Hasil yang diperoleh adalah pada nilai higroskopis daun tembakau yang diletakkan pada tempat terbuka kadar
airnya sebesar 60%, daun tembakau yang diletakkan dalam
kertas koran memiliki kadar air sebesar 56%, dan pada daun tembakau yang diletakkan pada kardus memiliki kadar air sebesar
58%. Terjadi penyimpangan pada kadar air tembakau yang disimpan
dalam koran. seharusnya kadar air tembakau yang disimpan dalam koran lebih
besar daripada kadar air daun tembakau yang disimpan kardus. Seharusnya urutan
kadar airnya dari yang terbesar hingga terkecil adalah kadar air terbuka >
kadar air dalam koran > kadar air dalam kardus. Kardus memiliki lapisan yang
lebih tebal jika dibandingkan dengan koran sehingga kemampuannya untuk melindungi
daun tembakau dari penyerapan uap air yang ada di udara sekitar lebih besar dibandingkan
dengan yang hanya dibiarkan terbuka. Penyimpangan tersebut dapat dikarenakan
saat praktikum suhu oven yang digunakan seharusnya adalah 100 namun suhu yang digunakan tidak sampai 100. Sifat higroskopis
sangat bergantung pada jenis tembakau dan juga tingkat mutu tembakau. Daun tembakau
yang nilai higroskopisnya tinggi lebih peka terhadap penyerapan uap air dari
udara. Kadar air yang baik diperkirakan berkisar 10-12%. Jauhnya nilai kadar
air yang baik dengan nilai kadar air hasil uji dapat disebabkan karena
penyimpanan tembakau sudah sangat lama (10 tahun) sehingga sangat berpengaruh
sekali pada mutu tembakau.
5.2.5 Komposisi
Berat Daun
Pada hasil perhitungan yang diperoleh, pada rokok sigaret
dan kretek tidak memiliki omblad sedangkan cerutu memiliki omblad. Rokok merk
Dji Sam Soe nilai deblad 6,40% dan filler tertinggi yakni 98,26%. Hal ini
merupakan penyimpangan karena total berat keseluruhannya lebih dari 100%. Sedangkan
pada rokok merk 76 tidak terjadi penyimpangan karena memiliki nilai deblad
5,24% dan filler 94,76%. Pada merk rokok Mild dan sampoerna terjadi
penyimpangan karena jumlah keseluruhannya kurang dari 100%. Hal ini dapat
diakibatkan karena tidak dihitungnya beral filter pada rokok tersebut. Dari
merk rokok cerutu cardinal terjadi penyimpangan persentase keseluruhannya lebih
dari 100% sedangkan pada mrek argopuro kurang dari 100%. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan saat melakukan penimbangan sehingga dapat mempengaruhi
persentase berat keseluruhan.
5.2.6 Kadar Nikotin
Hasil perhitungan kadar nikotin untuk Cardinal sebesar
0,65%; Argopuro sebesar 0,50%; Dji Sam Soe sebesar 0,62%; 76 sebesar 0,99%; Sampoerna sebesar 0,80%; Jarum Super sebesar 1,86%. Kandungan nikotin terbesar seharusnya terdapat pada cerutu hal ini dikarenakan pada pengolahan cerutu tidak
dilakukan pengurangan jumlah nikotin. Mutu paling baik terdapat pada rokok yang
memiliki nilai kadar nikotin yang tinggi. Nikotin yang tinggi akan mempengaruhi rasa dari rokok karena dengan semakin banyaknya kadar nikotin maka rasa yang timbul juga akan semakain khas. Cardinal dan Argopuro seharusnya paling
baik mutu rokoknya karena memiliki kadar nikotin
paling tinggi. Namun terdapat
penyimpangan disini, hal ini dapat disebabkan karena kesalahan saat melakukan
titrasi sehingga seharusnya reaksi sudah dihentikan tidak segera dihentikan.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1.
Daun kaki memiliki mutu yang paling baik karena
nilai berat nisbinya lebih kecil yakni 38,18%.
2.
Daya bakar pada ke dua daun koseran dan kaki
mutu paling baik berada pada bagian pucuk waktu pijar 5,20 dan 6,60 detik dan
merata.
3.
Alkalinitas pada ke tiga pengulangan menunjukkan
hasil yang sama yakni 2500 mg/L.
4.
Pada komposisi berat daun, hanya pada merek
Djarum 76 saja yang tidak terjadi penyimpangan karena jumlah keseluruhan 100%.
5.
Pada kadar nikotin, yang memiliki jumlah nikotin
terbesar seharusnya adalah cerutu namun terdapat penyimpangan karena kesalahan
titrasi.
6.
Pada sifat higroskopis, daun tembakau yang
disimpan terbuka memiliki kadar air tertinggi sebesar 60%. Kadar air
berturut-turut dari terbesar seharusnya adalah kadar air terbuka > kadar air
dalam koran > kadar air dalam kardus.
6.2 Saran
Sebaiknya pengamatan dilakukan
secara bergantian agar praktikan benar- benar mengerti hasil dari praktikum
semua acara pada pengolahan tembakau yang dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2012. Petunjuk Praktikum Pengolahan Hasil
Pertanian (Tembakau, Gula dan Lateks). Jember: FTP Universitas Jember.
Cahyono,
Bambang. 1998. Tembakau: Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Litbang. 2010. Perkebunan litbang. http://perkebunan.litbang.
deptan.go.id/. [diakses
tanggal 15 desember 2012].
Matnawi,
Hudi. 1997. Budidaya Tembakau Bawah
Naungan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Nipanesia. 2010. Zat Kimia dalam Rokok. http://logiskemafmipaunpad.wordpress.com/ [diakses tanggal 15
desember 2012].
Padmo, S dan Djatmiko, E. 1991. Tembakau : Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.
Pamuji Tutur. 2010. Tembakau. http://tuturpamuji.blogspot.com/ [diakses
tanggal 15 desember 2012].
Setiadji. 2003. Teknologi Pengolahan Tembakau. Jember:
THP FTP Universitas Jember